Itu benar-benar membebani sentimen dan itu sedikit menekan kami
New York (ANTARA) - Harga minyak anjlok lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), menandai kerugian hari ketiga berturut-turut, setelah para diplomat mengatakan kemajuan telah dibuat menuju kesepakatan untuk mencabut sanksi AS terhadap Iran, yang dapat meningkatkan pasokan minyak mentah.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli tergelincir 1,55 dolar AS atau 2,3 ​​persen, menjadi menetap di 65,11 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni ditutup 1,31 dolar AS atau 2,1 persen lebih rendah, menjadi 62,05 dolar AS per barel.

Kedua kontrak tersebut merosot sekitar 3,0 persen di sesi sebelumnya.

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan dalam pidatonya yang disiarkan televisi bahwa sanksi terhadap minyak, pengiriman, petrokimia, asuransi, dan bank sentral telah dibahas dalam pembicaraan tersebut.

"Itu benar-benar membebani sentimen dan itu sedikit menekan kami," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago. "Ada ruang di pasar global untuk lebih banyak minyak Iran tetapi dalam jangka pendek itu membebani kami hari ini."

Tetapi diplomat Eropa mengatakan kesuksesan tidak dijamin dan masalah-masalah yang sangat sulit tetap ada, sementara seorang pejabat senior Iran membantah pernyataan presiden.

Kilang-kilang penyulingan India dan setidaknya satu penyulingan Eropa sedang mengevaluasi kembali pembelian minyak mentah mereka untuk memberi ruang bagi minyak Iran pada paruh kedua tahun ini, mengantisipasi bahwa sanksi AS akan dicabut, pejabat perusahaan dan sumber perdagangan mengatakan.

"Dengan pertumbuhan permintaan minyak global yang diproyeksikan akan sehat untuk keseimbangan tahun ini dan pada 2022, kelompok produsen (OPEC+) berada dalam posisi yang relatif nyaman untuk menangani peningkatan produksi Iran tanpa merusak penyeimbangan kembali minyak," kata analis PVM.

Kekhawatiran tentang prospek permintaan di Asia juga menyeret harga turun. Hampir dua pertiga orang yang dites di India menunjukkan paparan virus corona.

Spekulasi bahwa Federal Reserve AS mungkin pada suatu saat mulai memperketat kebijakan moneternya membebani prospek pertumbuhan ekonomi dan telah mendorong beberapa investor untuk mengurangi eksposur terhadap minyak dan komoditas lainnya.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan bahwa peringatan keras dari Badan Energi Internasional (IEA) untuk menghentikan pendanaan baru bahan bakar fosil dapat menyebabkan ketidakstabilan harga minyak jika hal itu ditindaklanjuti.

IEA pada Selasa (18/5) mengatakan investor seharusnya tidak mendanai proyek pasokan minyak, gas, dan batu bara baru jika dunia ingin mencapai emisi nol bersih pada pertengahan abad.

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021