Jakarta (ANTARA News) - Pihak Istana Kepresidenan membantah pernyataan bahwa keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanfaatkan peringatan kemerdekaan Indonesia untuk kepentingan pribadi dengan membagikan paket cenderamata berisi profil dan karya anggota keluarga Presiden.

"Saya kira tidak seperti itu. Namun kalau ada pandangan sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa tidak pas diberikan pada saat momen 17 Agustus, mungkin saja itu ada yang berpandangan atau berpendapat demikian, itu wajar-wajar saja," kata Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.

Julian menegaskan, pihak Istana Kepresidenan tidak pernah membatasi jenis dan jumlah cenderamata yang akan dibagikan kepada tamu undangan pada upacara peringatan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2010. Semua elemen masyarakat, katanya, diberi kesempatan untuk menyumbangkan karya.

"Kami akan sangat `welcome` (menyambut baik-Red) bilamana memang ada kontribusi dari masyarakat yang ingin memberikan sumbangan berupa karya," kata Julian.

Julian menegaskan, tema perayaan kemerdekaan pada 2010 adalah pluralitas. Oleh karena itu, pihak istana mengakomodir pluralitas itu dengan menyajikan aneka ragam budaya Indonesia, termasuk karya semua warga negara.

Julian juga menanggapi artikel tentang putra Presiden Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, yang juga dibagikan kepada pengunjung istana.

Menurut dia, artikel itu adalah hasil wawancara wartawan harian Jurnal Nasional (Jurnas) dengan Agus. Teknis pembagian artikel itu dilaksanakan oleh pihak Jurnas dan tidak menggunakan uang negara.

"Jadi untuk mengenai teknis pengadaan dan sebagainya itu dari Jurnas," kata Julian.

Sementara itu, Pemimpin Umum Harian Jurnal Nasional, N. Syamsuddin CH. Haesy menjelaskan buku "Sekarang Kita Makin Percaya Diri" tentang Agus Harimurti Yudhoyono bukan cendera mata Istana Merdeka.

"Itu murni inisiatif dari Jurnal Nasional, bukan suvenir Istana," katanya.

Sebelumnya, para tamu undangan yang menghadiri upacara penaikan bendera di Istana Merdeka, Jakarta, pulang dengan menenteng satu tas besar dari bahan serat kayu bermotif alur songket berisikan cenderamata bertema keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Salah satu cenderamata itu adalah buku berukuran besar bersampul tebal dengan judul "Word That Shook The World" karangan Richard Greene yang berisikan kumpulan pidato Presiden Yudhoyono dan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama.

Selain itu, terdapat juga buku bersampul tebal dengan kertas eksklusif dan banyak foto berwarna berjudul "Batikku Pengabdian Cinta Tak Berkata" yang bertutur tentang kecintaan Ani Yudhoyono terhadap koleksi batik nusantara.

Tak kalah dari orang tuanya, anak sulung Presiden Yudhoyono pun ditampilkan melalui buku tipis berisi wawancara eksklusif harian Jurnal Nasional dengan Agus Harimurti Yudhoyono.

Anak bungsu Presiden Yudhoyono yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Edhie Baskoro, memang tidak tampil dalam cenderamata. Namun kisah tentangnya ada dalam wawancara dengan Agus yang menyatakan kebanggaan terhadap adiknya itu.

Selain berisi aneka buku, tas bercap Semen Gresik itu juga berisi dompet kecil dan kain batik berukuran 2x1 meter yang juga berlabel Semen Gresik.

Juga terdapat dua sarung bantal dan satu hiasan bermotif kain songket berlabel Sinar Mas.

Tidak ketinggalan satu keping cakram padat berisi beberapa lagu-lagu perjuangan, seperti "Syukur", "Tumpah Darahku" serta lagu Kebangsaan "Indonesia Raya." Lagu ciptaan Presiden Yudhoyono berjudul "Mentari Bersinar" juga terekam dalam cakram padat itu.(*)
(T.F008/Z002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010