Washington (ANTARA) -  Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menegaskan perlu kembali segara melibatkan Korea Utara dalam negosiasi nuklir.

Dalam konferensi pers bersama, Jumat (21/5), Biden dan Moon menyatakan bahwa denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea adalah tujuan mereka.

Biden mengatakan dia "tidak berkhayal" tentang sulitnya membuat Korea Utara menyerahkan senjata nuklirnya, setelah upaya pendahulunya, Donald Trump, gagal.

"Kami berdua sangat prihatin tentang situasi tersebut," kata Biden.

Ia menambahkan bahwa dirinya dan Moon sama-sama bersedia menjalankan upaya diplomatik Korea Utara "untuk mengambil langkah pragmatis guna mengurangi ketegangan."
 
Korea Utara sejauh ini telah menolak permohonan AS untuk terlibat dalam diplomasi sejak Biden mengambil alih kepemimpinan dari Donald Trump, presiden AS yang sempat melakukan tiga pertemuan puncak dengan pemimpin Korut  Kim Jong Un.

Meski demikian, Kim menolak menyerahkan senjata nuklirnya namun bersedia membekukan pengujian senjata tersebut. Sejak 2017, Kim belum melakukan pengujian bom nuklir ataupun meluncurkan rudal balistik antarbenua, meskipun para ahli yakin persenjataan Korut terus berkembang. 

Biden mengatakan dia akan bersedia bertemu dengan Kim dalam kondisi yang tepat -- yaitu jika Kim setuju untuk membahas program nuklirnya dan jika penasihatnya telah bertemu dengan pejabat Korea Utara untuk menyiapkan pertemuan.

Biden mengatakan seorang pensiunan pejabat Kementerian Luar Negeri, Sung Kim, akan menjadi utusan khusus AS untuk Korea Utara.

Korea Selatan telah mendorong penunjukan utusan, dan Moon, yang menganggap keterlibatan dengan Korea Utara merupakan isu yang harus ditangani sebelum dia meninggalkan jabatannya tahun depan, mengatakan Sung Kim akan membantu menyelidiki apakah Korea Utara bersedia untuk terlibat secara diplomatik. Ia mengharapkan tanggapan yang positif.

Sung Kim adalah seorang diplomat keturunan Korea-Amerika yang menjabat sebagai utusan khusus untuk Korea Utara di bawah Presiden Barack Obama dan membantu mengatur pertemuan Trump dengan Kim Jong Un.

Dia juga pernah menjadi duta besar untuk Korea Selatan, Filipina, dan Indonesia serta baru-baru ini menjabat sebagai pejabat tinggi diplomat AS untuk Asia Timur.

Biden mengatakan bahwa untuk bertemu dengan Kim harus ada komitmen dari pemimpin Korea Utara itu "bahwa ada diskusi tentang persenjataan nuklirnya."

"Saya tidak akan melakukan apa yang telah dilakukan di masa lalu; saya tidak akan memberikan semua yang dia cari --pengakuan internasional sebagai hal yang sah dan memungkinkan dia untuk bergerak ke arah agar terlihat lebih serius tentang apa yang sebenarnya dia tidak lakukan sama sekali," kata Biden.

Komentar Biden itu tampaknya mencerminkan pergeseran pemikirannya. Gedung Putih mengatakan pada Maret bahwa Biden tidak berniat untuk bertemu dengan Kim.

Pemerintahan Biden melakukan peninjauan luas terhadap kebijakan Korea Utara tetapi tidak banyak bicara tentang apa sebenarnya kebijakan baru tersebut.

Para pejabat AS hanya mengatakan bahwa pendekatan itu bukan yang disukai oleh Obama untuk menolak terlibat dengan Korea Utara, atau pertemuan puncak Trump yang mencolok.

Dalam pembicaraan mereka, Biden dan Moon menegaskan kembali aliansi yang kuat antara kedua negara  pascaketegangan yang diciptakan oleh Trump, yang menyebut Moon sebagai orang yang lemah. Trump juga sempat mengancam akan menarik pasukan AS keluar dari Korea Selatan.

Moon adalah pemimpin asing kedua, setelah perdana menteri Jepang, yang mengunjungi Gedung Putih sejak Biden menjabat pada Januari, dan Biden mengatakan percakapan mereka adalah antara "teman lama".


Sumber: Reuters

Baca juga: Korea Utara tuding kebijakan Biden tunjukkan permusuhan

Baca juga: Joe Biden tak berniat temui Kim Jong Un

Baca juga: Presiden Korsel Moon berjanji tingkatkan aliansi dengan AS


 

Upaya membangun perdamaian dan Denuklirisasi di semenanjung Korea

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021