Jakarta (ANTARA) -
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terus melakukan dialog dengan tokoh-tokoh Papua, termasuk tokoh agama yang dikenal memiliki peran penting di Papua.
 
Dialog dilakukan Mahfud sejak dua bulan setelah dilantik sebagai Menko Polhukam sampai pada hari Selasa ini setelah penetapan kelompok KKB sebagai teroris.
 
Mahfud dan para pejabat utama di Kemenko Polhukam mengadakan dialog dengan dua kelompok tokoh yang cukup berpengaruh di Papua.
 
Mahfud juga berdialog dengan para anggota DPD RI yang membidangi urusan Papua, di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Mahfud: Pemerintah belum berpikir berlakukan darurat sipil di Papua
 
Bahkan pada Senin (24/5) Menteri Pertahanan di era Gus Dur ini mengundang beberapa Keuskupan di Papua untuk berdialog di kantor Kemenko Polhukam.
 
Dalam dialog itu hadir, antara lain Mgr Innocentius Rettobjaan (Wakil Uskup Agats), Mgr Petrus Canisius Mandagi (Uskup Merauke), Michael Manufandu (Tokoh Papua), dan Kardinal Ignatius Suharyo Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
 
"Kita ajak dialog dan bertukar pikiran dengan siapa saja termasuk dengan beberapa tokoh yang bisa membuka ruang perdamaian dan keamanan bagi masyarakat Papua," kata Mahfud dalam siaran persnya.
 
Selain dihadiri tokoh-tokoh asal Papua, dialog dihadiri perwakilan PBNU, yakni KH Marsudi Syuhud, dan Wakil MUI, KH Cholil Nafis.
 
Pada Selasa pagi, giliran Mahfud berdialog dengan Komite I DPR RI yang khusus membidangi soal Papua. Dialog antara lain melibatkan legislator asal Papua.

Baca juga: Mahfud: Pengejaran terhadap KKB dilakukan secara hati-hati
 
Mengenai penanganan terhadap kelompok separatis, Mahfud menegaskan selain melakukan penegakan hukum, pemerintah tetap akan mengutamakan jalan dialog.
 
"Menurut pemerintah, sekitar 92 persen masyarakat Papua pro-NKRI, darimana datanya? BIN melakukan survei bersama perguruan tinggi dan lain-lain, kesimpulannya 82 persen mendukung Rancangan Undang-Undang Otsus, sepuluh persen itu bilang terserah, itu berarti setuju dan delapan persen menolak. Yang delapan persen ini terbagi tiga; ada yang kelompok politik, kelompok klandestin, dan KKB. Nah, yang kita hadapi sekarang ini KKB karena mengganggu masyarakat Papua yang 92 persen itu," tegas Mahfud.
 
Sementara itu  pada Selasa sore, Mahfud menerima para pendeta yang merupakan pimpinan Persekutuan Gereja-gereja Lembaga Injil Indonesia (PGLII). Hadir, antara lain Ketua Umum PGLII, Pendeta Ronny Mandang, Ketua Majelis Pertimbangan Pendeta Nus Reimas, dan empat pengurus lain.
 
Menurut Pendeta Ronny Mandang, Gereja Kemah injil adalah terbesar di Papua, dan tersebar terutama di wilayah pedalaman dan pegunungan. Oleh karena itu, PGLII menawari pemerintah untuk menjadi mediator dalam rangka berdialog dengan kelompok-kelompok di Papua.
 
"Kami tanggal 6 April lalu melakukan dialog dengan para pimpinan gereja-gereja di sana, mereka berharap agar pemerintah membuka dialog, dan berharap kekerasan-kekerasan di Papua segera bisa berakhir," ujar Pendeta Ronny.
 
Ketua Majelis Pembina, Pendeta Nus Reimas menjelaskan pentingnya pendekatan kultural bagi orang Papua yang hidup dan dibesarkan dalam lingkungan  berbeda.

Baca juga: Mahfud: Aparat keamanan kejar KKB yang melakukan teror di Papua
 
Menanggapi hal ini, Menko Polhukam menyambut baik dan berterima kasih bila ada yang bisa menjadi mediator. Selama ini, pemerintah memang mengundang pihak-pihak yang bisa menjadi mediator.
 
"Semoga bapak-bapak semua bisa menjadi mediator yang bisa diterima semua pihak di sana, karena kelompok di sana berbeda-beda. Setelah berdialog, selalu ada yang merasa tidak terwakili dan menyatakan tidak puas. Bila ada yang bisa menjadi mediator dan diterima berbagai pihak di Papua, akan kami libatkan dan fasilitasi," ujar Mahfud.
 
Mahfud menggunakan kesempatan dialog ini untuk menjelaskan kebijakan pemerintah dalam menangani Papua. Pendekatan yang digunakan adalah kesejahteraan dengan tetap membangun dialog disertai penegakan hukum bagi kelompok-kelompok separatis.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021