London (ANTARA) - Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) pada Rabu (26/5) mengatakan sedang menyelidiki kematian seorang perempuan di Belgia yang mengalami pembekuan darah dan penurunan trombosit setelah menerima vaksin COVID-19 Johnson & Johnson.

Regulator obat Uni Eropa itu mengaku telah meminta produsen asal AS tersebut agar melakukan serangkaian riset tambahan guna membantu menilik adanya kemungkinan hubungan antara vaksin dan kondisi pembekuan darah serius namun jarang terjadi, yang disebut thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS).

EMA mengatakan pihaknya, bersama lembaga medis Belgia dan Slovenia, sedang meninjau kasus di Belgia itu serta  beberapa laporan lainnya soal pembekuan darah.

Menurut EMA, laporan kematian di Belgia itu merupakan yang pertama soal penggunaan vaksin COVID-19 J&J, meski sebelumnya sudah ada tiga kematian yang berkaitan dengan vaksin dosis tunggal buatan perusahaan itu di Amerika Serikat.

Pada Rabu pagi, Belgia menghentikan penggunaan vaksin COVID-19 J&J untuk usia di bawah 41 tahun setelah kematian seorang perempuan, yang sebelumnya dibawa ke rumah sakit dengan mengalami trombosis parah dan penurunan kadar trombosit.

Perempuan itu dikabarkan merupakan warga negara Slovenia, meski Reuters tidak dapat memastikan kebenaran keterangan tersebut. 

Hingga 20 Mei, sudah lebih dari 1,34 juta dosis vaksin J&J yang disuntikkan di Uni Eropa, kata EMA.

EMA dan otoritas pusat akan terus memantau keamanan dan kemanjuran vaksin serta memberikan informasi terbaru lebih lanjut ketika diperlukan, kata mereka.

Sumber: Reuters

Baca juga: Belgia tunda pemberian vaksin COVID Johnson & Johnson

Baca juga: CDC sebut penggunaan vaksin COVID Johnson & Johnson harus dilanjutkan

Baca juga: AS minta penggunaan vaksin COVID Johnson & Johnson dihentikan


 

8 juta dosis bahan baku vaksin Sinovac tiba di Indonesia

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021