Seyogyanya semua anggaran-anggaran yang dikategorikan untuk pendidikan 20 persen itu, ada semacam clearing house-nya di Kementerian Pendidikan sehingga apakah itu dapat dikatakan terkategori atau terklasifikasi sebagai anggaran pendidikan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Keuangan membahas prioritas pendidikan Indonesia di 2022 termasuk optimalisasi pemanfaatan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN.

“Bappenas ingin memastikan pemenuhan mandatory spending anggaran pendidikan sebesar 20 persen serta memastikan pemanfaatan anggaran pendidikan secara tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah mendasar pembangunan di bidang pendidikan, yaitu peningkatan pemerataan dan kualitas layanan pendidikan,” Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam rapat di Gedung Bappenas, Kamis.

Menteri Suharso mengatakan Menteri Dikbudristek Nadiem Makarim tengah menyiapkan Peraturan Presiden tentang dana pendidikan agar menjadi basis pengalokasian dana APBN.

“Seyogyanya semua anggaran-anggaran yang dikategorikan untuk pendidikan 20 persen itu, ada semacam clearing house-nya di Kementerian Pendidikan sehingga apakah itu dapat dikatakan terkategori atau terklasifikasi sebagai anggaran pendidikan,” ujar Menteri Suharso.

Struktur penduduk Indonesia masih didominasi kelompok masyarakat berpendidikan rendah. Dari total penduduk 270 juta, terdapat 199,4 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan pada setiap jenjang, yaitu 61,41 persen baru menamatkan SMP atau lebih rendah dan bahkan tidak tamat SD, sebesar 29,1 persen menamatkan jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/MA/sederajat), dan hanya 9,49 persen saja yang menamatkan jenjang pendidikan tinggi.

Sementara itu, kualitas pendidikan yang tercermin pada Program for International Student Assessment atau PISA yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa-siswa Indonesia masih jauh di bawah standar, yaitu matematika (379), membaca (371), dan sains (396).

Layanan pendidikan juga belum sepenuhnya merata di seluruh wilayah Indonesia yang ditandai kesenjangan partisipasi pendidikan baik antarwilayah maupun antarstatus sosial-ekonomi keluarga.

Kesenjangan antarwilayah paling tajam terjadi di Papua dan di daerah-daerah padat penduduk seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Contohnya, angka partisipasi kasar (APK) SMA/sederajat di Jawa Barat sebesar 78,26 persen (di bawah rata-rata nasional sebesar 84,53 persen), di Kabupaten Ciamis sudah mencapai 116,79 persen, sementara di Kabupaten Sumedang hanya 54,58 persen.

Dalam konteks status sosial-ekonomi keluarga, APK pada jenjang menengah anak-anak usia sekolah (16-18 tahun) dari keluarga tidak mampu atau 20 persen termiskin meningkat sangat tajam, dari 34,82 persen pada 2010, menjadi 71,35 persen pada 2020.

Sedangkan, APK pada jenjang yang sama anak-anak usia sekolah dari keluarga mampu atau 20 persen terkaya meningkat dari 82,81 persen menjadi 92,96 persen pada periode yang sama. Selama satu dekade, terjadi penurunan kesenjangan partisipasi di antara keluarga termiskin dan keluarga terkaya, dari semula 47,99 poin menjadi 21,61 poin.

Baca juga: Mendikbudristek Nadiem paparkan empat prioritas peningkatan pendidikan
Baca juga: Menkeu: Pendidikan tetap jadi prioritas pemerintah di tengah pandemi
Baca juga: Mendikbud: Prioritas Merdeka Belajar 2021 pada pembiayaan pendidikan

 

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021