Transmisi suku bunga kebijakan yang lebih baik ke suku bunga kredit dalam bentuk penurunan suku bunga kredit yang sepadan diharapkan akan mampu meningkatkan permintaan kredit sehingga membantu pemulihan ekonomi.
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat transparansi suku bunga kredit perbankan untuk mempercepat transmisi kebijakan moneter kepada suku bunga kredit perbankan dan meningkatkan kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan telah diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru namun secara terbatas dan belum sepadan. Penurunan SBDK sebesar 174 basis poin (bps) selama periode Maret 2020 hingga Maret 2021 hanya diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru sebesar 59 bps.

"Transmisi suku bunga kebijakan yang lebih baik ke suku bunga kredit dalam bentuk penurunan suku bunga kredit yang sepadan diharapkan akan mampu meningkatkan permintaan kredit sehingga membantu pemulihan ekonomi," ujar Destry saat peluncuran buku “Kebijakan Makroprudensial di Indonesia" secara virtual di Jakarta, Jumat.

Baca juga: BI paparkan strategi makroprudensial dongkrak pemulihan ekonomi

Sejak Februari 2021, BI telah mempublikasikan Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan Kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan. Langkah tersebut, menurut  Destry, ditujukan untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu untuk meningkatkan tata kelola, disiplin pasar, dan kompetisi di pasar kredit perbankan.

 Destry menyampaikan bahwa kebijakan makroprudensial makin menunjukkan peran pentingnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pemulihan ekonomi pada masa pandemi COVID-19, bersama dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan regulasi mikroprudensial.

"Kebijakan makroprudensial memiliki kelebihan pada kemampuannya untuk mengelola ketidakseimbangan keuangan secara keseluruhan maupun di sektor-sektor tertentu yang dipandang dapat mendorong akselerasi ekonomi, seperti sektor properti, otomotif, dan UMKM, maupun sektor prioritas lainnya yang berorientasi ekspor," kata Destry.

Baca juga: BI: Bank masih punya ruang untuk turunkan suku bunga kredit

Beberapa kebijakan makroprudensial untuk mempercepat pemulihan ekonomi telah diimplementasikan oleh BI, antara lain kebijakan Loan to Value serta penurunan uang muka bagi kredit perumahan serta kepemilikan kendaraan, penyesuaian kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan mengubah target RIM (84 persen-94 persen), serta menambah komponen wesel ekspor untuk terus mendorong kredit perbankan. BI juga akan segera meluncurkan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dalam rangka mendorong kredit perbankan kepada sektor pembiayaan inklusif dan UMKM.

Destry menambahkan penerbitan buku “Kebijakan Makroprudensial di Indonesia" bertujuan untuk menjadi referensi, khususnya bagi para akademisi, guna semakin meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan makroprudensial, juga sekaligus bagi para pelaku dan pembuat keputusan di industri keuangan nasional, pemerintah dan otoritas, serta seluruh masyarakat Indonesia yang tertarik untuk memahami kebijakan makroprudensial secara mendalam, mulai dari konsep, kerangka, dan implementasi.

Menurut Destry, pemahaman seluruh pihak terhadap kebijakan makroprudensial diharapkan dapat makin meningkatkan sinergi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Buku tersebut bisa didapatkan di toko-toko buku dalam waktu terdekat.

"Ke depan, BI akan terus berupaya merumuskan dan mensinergikan kebijakan makroprudensial secara inovatif dan terukur guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan tetap menjaga ketahanan stabilitas sistem keuangan," ujar Destry.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021