Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) meminta Front Pembela Islam untuk menghentikan teror terhadap pers, salah satunya dalam memburu mantan pimpinan redaksi Majalah Playboy Indonesia Erwin Arnada.

Dalam rilis yang diterima ANTARA, Jumat, Ketua AJI Indonesia Nezar Patria menilai ancaman yang dilakukan oleh FPI itu merupakan teror terhadap pers, sehingga AJI meminta agar organisasi masyarakat tidak melakukan aksi main hakim sendiri dan memburu jurnalis.

"Bagaimana pun ormas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut," katanya.

AJI Indonesia juga mengingatkan FPI yang berencana melaporkan 28 majalah yang dinilai porno itu untuk berkonsultasi lebih dahulu dengan Dewan Pers, apakah 28 majalah yang akan dilaporkan itu merupakan produk pers atau bukan.

"Kalau yang dilaporkan adalah produk pers, maka harus melaporkannya ke Dewan Pers untuk ditimbang dari segi Kode Etik Jurnalistik (KEJ)," tuturnya.

Ia mengatakan, berdasarkan surat rekomendasi dari Dewan Pers yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal dengan No 7/P-DP/IV/2006, menyebutkan, bahwa playboy Indonesia digolongkan sebagai produk pers yang dapat melanggar UU Pers dan KEJ tentang perlindungan anak dan remaja.

AJI Indonesia juga menyesalkan adanya putusan dua tahun penjara terhadap Erwin Arnada oleh Mahkamah Agung pada 2009 lalu karena putusan itu tidak mengikuti prosedur UU Tahun 40 tahun 1999 tentang Pers, melainkan hanya semata-mata menggunakan KUHP. Padahal, menurut Dewan Pers Majalah Playboy termasuk kategori pers.

"Karena playboy merupakan majalah pers, maka saat diadili hakim harus menggunakan UU Pers secara Primat-Preveils," katanya.

AJI Indonesia juga menyesalkan proses pengadilan kasus ini yang tidak mengundang ahli dari Dewan Pers saat persidangan.

(S037/R010/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010