Pada 2021 ada tiga KKKS dalam masa terminasi yakni Wilayah Kerja Bentu Segat, Rokan, dan Selat Panjang.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menyebutkan sebanyak 213 operator hulu minyak dan gas melakukan kerja sama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan pemerintah yang meliputi 88 operator dalam tahap eksplorasi, 99 operator tahap eksploitasi, dan 26 sisanya dalam masa terminasi.

"Pada 2021 ada tiga KKKS dalam masa terminasi yakni Wilayah Kerja Bentu Segat, Rokan, dan Selat Panjang,” kata Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Lain-Lain DJKN Kementerian Keuangan Lukman Effendi dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Lukman menyatakan KKKS yang telah terminasi wajib menyerahkan seluruh Barang Milik Negara (BMN) yang digunakan kepada pemerintah.

Baca juga: Pemerintah kejar produksi satu juta barel, penuhi kebutuhan nasional

Ia menjelaskan BMN tersebut merupakan seluruh barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara kontraktor dengan pemerintah termasuk dari kontrak karya atau Contract of Work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan hulu migas.

Lukman menuturkan penyerahan BMN tersebut dilakukan maksimal dua tahun sebelum kontrak berakhir yang alurnya dimulai dari usulan KKKS kepada SKK Migas atau Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Selanjutnya, usulan SKK Migas/BPMA kepada pengguna barang sedangkan usulan pengguna barang kepada pengelola barang.

“Sebelum jangka waktu kontrak berakhir atau terminasi maka kontraktor lama harus memenuhi kewajiban pengelolaan BMN hulu migas,” tegasnya.

Baca juga: Produksi migas Pertamina Hulu Indonesia triwulan I-2021 lampaui target

Hal itu meliputi penyelesaian sertifikasi, IP, tindak lanjut BMN rusak berat atau tidak ditemukan, serta tindak lanjut pemanfaatan BMN oleh pihak lain.

Ia melanjutkan SKK Migas/BPMA dan Kementerian ESDM kemudian melakukan pemeriksaan administrasi serta fisik BMN yang diserahkan dalam rangka terminasi.

Selanjutnya kontraktor penerus atau kontraktor alih kelola yang ditunjuk Kementerian ESDM dapat mengikutsertakan kontraktor alih kelola dalam pelaksanaan penelitian administrasi atau pemeriksaan fisik.

Lukman mengatakan kontraktor alih kelola harus memahami seluruh BMN yang diserahterimakan termasuk biaya terkait yang harus dikeluarkan.

“Kewajiban pengelolaan BMN hulu migas yang diserahkan kemudian dilanjutkan oleh kontraktor alih kelola," ujarnya.

Untuk nilai BMN hulu migas pada 2019 tercatat sebesar Rp497,56 triliun terdiri dari tanah Rp10,07 triliun, harta benda modal Rp462,12 triliun, harta benda inventaris Rp0,11 triliun, dan material persediaan Rp25,32 triliun.

Sementara itu pada 2020 nilai BMN hulu migas mencapai Rp531,85 triliun meliputi tanah Rp10,17 triliun, harta benda modal Rp494,6 triliun, harta benda inventaris Rp0,13 triliun, dan material persediaan Rp26,95 triliun.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021