Jakarta (ANTARA News) - Laporan Kepolisian Diraja Malaysia mengenai insiden penangkapan tiga petugas Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia di perairan dekat pulau Bintan berbeda versi dengan yang dikeluarkan oleh Polda Kepulauan Riau.

Berdasarkan data yang dihimpun ANTARA dari berkas acara pemeriksaan yang dibuat Polisi Diraja Malaysia, polisi air negara itu menyatakan kasus bermula pada Jumat (13 Agustus) pukul 21.35 waktu setempat saat seorang nelayan Malaysia melaporkan ada lima buah kapal berbendera Malaysia yang ditahan oleh petugas Indonesia di perairan dekat Tanjung Punggai, Kota Tinggi, Johor.

Berdasarkan laporan tersebut, polisi air Malaysia langsung menyusuri koordinat lokasi dan akhirnya berhadapan dengan kapal petugas Indonesia di dekat perairan Middle Rock (teritori Malaysia) sekitar pukul 22.40.

Menurut laporan polisi air Malaysia, saat berhadapan di perairan Middle Rock, kapal Indonesia terlihat sedang menggiring lima kapal nelayan berbendera Malaysia menuju perairan Indonesia.

Kapal polisi air Malaysia melepaskan dua kali tembakan suar ke udara untuk meminta kapal Indonesia berhenti, namun hal tersebut tidak diindahkan.

Walau begitu, polisi air Malaysia berhasil menyelamatkan lima kapal nelayan yang sebelumnya akan dibawa ke perairan Indonesia. Polisi juga berhasil mengamankan tiga petugas Indonesia yang berasal dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Setelah insiden tersebut, polisi air Malaysia mendapat laporan bahwa kepala patroli kapal perikanan Indonesia yang disebut bernama Hamanto telah menghubungi salah satu anak buahnya yang ditangkap polisi air Malaysia melalui sambungan telepon. Hamanto menyatakan dirinya menginginkan barter antara tujuh nelayan yang ditahan polisi Indonesia dengan tiga petugas KKP yang ditahan Malaysia. Namun polisi air Malaysia menolak permintaan ini.

Pada Sabtu (14 Agustus), polisi air Malaysia mendapat laporan dari seorang yang bernama En Booh Ah Chio, adik salah satu nelayan Malaysia yang ditangkap petugas Indonesia, yang menyatakan dirinya mendapat pesan singkat yang dipercaya berasal dari salah satu petugas patroli perikanan Indonesia. Pesan itu menyebutkan dirinya harus menyetor RM 3500 melalui Western Union ke seorang pria bernama Harun di Batam jika ingin seluruh nelayan Malaysia itu dibebaskan.

Kejadian ini sudah dilaporkan kepada kepolisian Kota Tinggi yang mengkategorikan kasus ini sebagai usaha penculikan.

Sementara itu, menurut versi Polda Kepulauan Riau, tanggal 13 Agustus memang ada beberapa pengawas perikanan Tanjung Balai Karimun dan Batam yang melakukan patroli bersama di sekitar perairan Tanjung Berikat. Hal ini dilakukan atas dasar laporan dari masyarakat mengenai adanya kapal nelayan berbendera Malaysia yang melakukan penangkapan ikan di sekitar Perairan Tanjung Berakit .

Sekitar pukul 19.00, kapal petugas memergoki lima kapal ikan berbendera Malaysia berikut tujuh nelayan yang sedang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen perijinan resmi dari pemerintah Indonesia.

Petugas yang melihat hal ini, langsung berinisiatif menggiring lima kapal nelayan dan tujuh orang di dalamnya menuju Batam untuk diproses secara hukum.

Namun, sekitar pukul 21.00 WIB, kapal patroli Indonesia dihentikan kapal polisi air Malaysia. Polisi Malaysia kemudian memerintahkan petugas KKP yang berada dalam kapal patroli Indonesia untuk naik ke atas kapal polisi air Malaysia untuk menjelaskan alasan penangkapan tujuh nelayannya.

Polda Kepulauan Riau mengonfirmasi terjadi insiden kejar-mengejar antara kapal kedua negara dan pihak Malaysia sempat melepaskan dua tembakan suar ke udara.

Walau polisi air Malaysia tidak berhasil menghadang kapal Indonesia, petugas dari negara tetangga tersebut berhasil merebut kembali lima kapal nelayan yang sudah disita petugas Indonesia bahkan menahan tiga petugas KKP. Sedangkan tujuh nelayan yang sudah berada di kapal Indonesia dibawa ke kantor direktorat polisi air Kepulauan Riau untuk keperluan interogasi.

Masih berdasarkan BAP yang dibuat polisi Kepulauan Riau, pihaknya memutuskan melepas ketujuh nelayan itu dengan alasan tidak cukup bukti karena polisi tidak bisa menghadirkan barang bukti lain seperti kapal yang digunakan untuk mencuri ikan di perairan Indonesia beserta jaring ikannya.

Polisi juga menyatakan saat kejadian penangkapan nelayan Malaysia, GPS kapal patroli Indonesia sedang mengalami kerusakan sehingga tidak bisa menentukan koordinat lokasi penangkapan secara pasti. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010