Bandung (ANTARA) - Pada tahun 1999, Wangisagara, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih menjadi sebuah daerah berstatus desa tertinggal.

Selang empat tahun kemudian atau pada 2003, warga desa di sana berinisiatif menyampaikan ke pemerintah desa untuk membentuk sebuah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bernama Niagara agar kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik lagi dan utamanya tidak menjadi desa tertinggal.

Nama Niagara diambil dari akronim dari Niaga Desa Wangisagara.

Gayung bersambut, kala itu, Desa Wangisagara mendapatkan bantuan Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertingggal (P3DT) dari pemerintah pusat sebesar Rp150 juta.

Tokoh Desa Wangisagara mempergunakan dana tersebut untuk membangun pasar di atas tanah carik.

Pemilihan untuk membangun pasar dilakukan karena saat itu warga desa tersebut kesulitan saat hendak membeli kebutuhan sehari-hari.

Pada saat itu, jarak ke pasar terdekat mencapai empat kilometer dari desa tersebut.

Di awal terbentuk, pasar tersebut dikelola oleh empat pengurus dengan jumlah kios yang disewakan kepada warga mencapai puluhan. Namun, setelah dikelola oleh BUMDes Niagara untuk disewakan kepada warga saat ini telah mencapai 200 kios.

Keberhasilan dalam pengelola pasar, tak lantas membuat pengurus di BUMDes Niagara berpuas diri.

Muncul ide untuk melakukan pengembangan usaha dan dipilihkan produk simpan pinjam sebagai usaha kedua dari BUMDes Niagara.

Lini bisnis terbaru BUMDes ini ternyata juga berkembang dengan baik.

Hal tersebut dibuktikan dengan nasabahnya yang tidak hanya pedagang pasar namun juga warga dari luar kecamatan tempat BUMDes tersebut berada.

Pinjaman yang diberikan dalam produk simpan pinjam BUMDes tersebut awalnya hanya sebesar Rp2 hingga 3 juta per nasabah.

Saat ini, nasabah bisa meminjam dana dari produk simpan pinjam BUMDes Niagara hingga mencapai Rp50 juta dengan tenor antara 10 sampai 30 bulan. Jumlah nasabah di BUMDes Niagara saat ini telah mencapai 3 ribuan.

Sedangkan untuk total aset yang dimiliki oleh BUMDes Niagara per 2019 ialah mencapai Rp12,5 miliar dan berhasil meraih omzet hingga Rp30 miliar per tahun.

Direktur Utama BUMDes Niagara Neneng Santiani mengatakan dari total omzet per tahun pihaknya berhasil membukukan laba sebesar Rp1,8 miliar per tahun.

Pada tahun 2020 BUMDes ini berhasil menyetor untuk PADes Rp780 juta.

Salah satu kunci kesuksesan BUMDes Niagara tak terlepas dari kerja keras pengurus dan tidak banyaknya intervensi atau campur tangan dari pemerintah desa.

Kerja keras pengurus lebih dari 18 tahun ini membuat membuah hasil yang "manis". BUMDes Niagara pada tahun 2019 berhasil dinobatkan sebagai BUMDes terbaik kedua di Jawa Barat.
Baca juga: Mendes PDTT sebut PP baru mudahkan BUMDes jalin kerja sama bisnis
Baca juga: Kemendes: Pembangunan SDM kelola BUMDes mendesak


Tetap hadapi hambatan

Walaupun telah merasakan kesuksesan, BUMDes Niagara hingga saat ini tetap menghadapi sejumlah hambatan atay persoalan.

Salah satu hambatan yang dihadapi oleh mereka ialah kesulitan saar mengembangkan unit usaha jual beli produk kerajinan.

Contohnya, ialah sulitnya membuka pasar untuk menjual hasil produksi warga sekitar seperti sandal, sepatu, dompet, dan tas.

"Jadi pemasarannya masih sangat terbatas. Padahal dengan menjual produk-produk itu, kami ingin lebih memberdayakan masyarakat," katanya.

Selain itu,  pihaknya belum optimal dalam mengelola aset-aset yang ada karena pihaknya belum memiliki sumber daya manusia yang khusus dalam penataannya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono bersyukur saat ini semakin banyak BUMDes di wilayahnya yang telah berhasil sehingga berkontribusi terhadap pemasukan kas desa.

Walaupun demikian, pihaknya memastikan perlunya pendampingan terhadap perusahaan pelat merah tersebut agar kinerjanya semakin baik sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sebagai contoh, Bambang memastikan pihaknya akan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan BUMDes Niagara.

Pemerintah punya kewajiban untuk memberikan pendampingan tentang tata kelola keuangan, aset. Salah satunya melalui Program Aksara atau Akademi Desa Juara.

Pihaknya akan membantu perajin yang diberdayakan BUMDes Niagara agar menghasilkan produk dengan desain yang baik dan sesuai keinginan pasar.

Termasuk membantu untuk membuka akses pasar, seperti memberi pelatihan digital marketing dan mempertemukan dengan off-taker.

Baca juga: Gus Menteri: Pembangunan desa harus dimulai pemutakhiran data SDGs
Apresiasi

Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengapresiasi keberhasilan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Niagara yang dikelola oleh Desa Wangi Sagara, Kabupaten Bandung sehingga BUMDes ini bisa dijadikan sebagai percontohan BUMDes tingkat nasional.

Sejak dibentuk pada tahun 2002, saat ini BUMDes Niagara sudah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes) sebesar Rp700 juta dan beromzet Rp30 miliar.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat Sidkon Djampi mengatakan sebelumnya banyak orang mempersepsikan bahwa BUMDes mustahil berkembang sebagai unit bisnis yang berkontribusi terhadap PAdes.

Namun pihaknya membuktikan bahwa ada BUMDes potensial yang mampu mengelola berbagai unit usaha mulai dari simpan pinjam, pengelolaan pasar desa dan sebagainya dan bahkan, sudah menghasilkan Rp30 miliar per tahun.

"Saya mendorong BUMDes yang lainnya untuk seperti Bumdes Niagara di Desa Wangi Sagara," kata Sidkon.

Pihaknya meminta agar pemerintah pusat khususnya bidang perpajakan atau OJK membuat semacam kebijakan khusus atau diskresi untuk BUMDes agar pajaknya tidak disamakan dengan wajib pajak usaha lainnya.

Sebab, menurutnya, selain berorientasi pada bisnis, BUMDes juga memiliki orientasi sosial yang dinilai tinggi untuk membantu kesejahteraan masyarakat.

"Artinya bukan untuk orang perorangan melainkan untuk kepentingan masyarakat langsung," katanya.

Diharapkan keberadaan BUMDes Niagara ini menjadi percontohan bagi BUMDes di seluruh Indonesia dan bahkan untuk mengembangkan BUMDes itu, pihaknya menyarankan agar BUMDes daerah lain untuk belajar ke BUMDes Niagara.

Kuncinya, BUMDes yang ada di Indonesia  harus saling berbagi informasi. Bagaimana menjaga dan mengembangkan semangat enterpreneurship dalam kepengurusannya dan yang terpenting adalah kejujuran dalam menjalankan pengelolaan BUMDes tersebut.

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021