kebijakan yang dapat berpengaruh terhadap keputusan untuk tidak lagi merokok
Purwokerto (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Slamet Rosyadi mengatakan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia merupakan momentum yang tepat untuk menggencarkan sosialisasi bahaya rokok di tengah pandemi COVID-19.

"Sosialisasi harus digencarkan, terutama di masa pandemi kebiasaan merokok akan berpotensi terhadap peningkatan risiko gangguan pernapasan akut bila perokok terpapar COVID-19," katanya di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

peningkatan risiko gangguan pernapasan akut tersebut, kata dia, dapat berdampak negatif pada upaya percepatan penanganan COVID-19.
"Misalkan saja, peningkatan risiko mungkin akan berbanding dengan peningkatan beban pembiayaan negara dalam menangani warga yang terpapar COVID-19," katanya.

Karena itu, kata dia, perlu dibuat berbagai kebijakan yang dapat mendorong para perokok untuk berhenti.

"Perlu kebijakan yang dapat berpengaruh terhadap keputusan untuk tidak lagi merokok, terutama di di kalangan generasi muda," katanya.

Sementara itu dia juga mengapresiasi adanya kebijakan kenaikan cukai rokok sebagai instrumen disinsentif terhadap konsumsi rokok.

Baca juga: KOMPAK kembali desak Menkes atasi bahaya rokok dan tembakau

Baca juga: Penyuluhan bahaya rokok harus sampai ke komunitas keluarga


"Dengan mekanisme disinsentif ini maka diharapkan akan memberikan efek terhadap keputusan untuk tidak merokok di kalangan generasi muda," katanya.

Dia menambahkan, ada satu lagi mekanisme disinsentif yang bisa dikembangkan untuk membuat generasi muda tidak merokok.

"Salah satu contohnya adalah dengan meningkatkan premi asuransi kepada perokok sehingga para perokok diharapkan dapat mengambil keputusan untuk berhenti merokok karena adanya beban asuransi kesehatan yang tinggi," katanya.

Sementara itu, dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Jawa Tengah dr. Indah Rahmawati, Sp.P mengatakan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya rokok.

"Momentum ini juga perlu dimanfaatkan untuk mulai berhenti merokok agar terhindar dari risiko yang lebih besar terkena COVID-19," katanya.
Dia menjelaskan bahwa kebiasaan merokok dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko terpapar COVID-19.

"Penelitian menyebutkan bahwa reseptor ACE2 sebagai tempat menempelnya COVID-19 ternyata ditemukan lebih banyak pada perokok dibandingkan dengan nonperokok, sehingga kebiasaan merokok secara otomatis akan memperbesar risiko dan kemungkinan terkena COVID-19," katanya.

Baca juga: Hari tanpa tembakau momentum gencarkan sosialisasi bahaya rokok

Baca juga: Menko PMK: Rokok salah satu instrumen pencipta ketidakadilan

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021