Gianyar, Bali (ANTARA) - Dalam satu dekade terakhir, Propinsi Bali bisa disebut sebagai daerah yang cukup banyak mendapat pelajaran dari situasi yang memprihatinkan.

Dua peristiwa besar, aksi terorisme pada tahun 2002 dan 2005 sempat membuat pariwisata Pulau Dewata itu terpuruk ke titik terendah.


Usai teror Bom Bali I dan Bom Bali II, kunjungan wisatawan terutama asing, merosot tajam karena banyak negara mengeluarkan travel warning  untuk warganya yang mau wisata ke Bali. Tapi, penerbangan ke Bali masih terus operasi. Tak ada yang stop.

Memasuki tahun 2020 hingga saat ini, tekanan yang terhadap industri pariwisata di Bali juga tidak kalah parah atas merebaknya pandemi COVID-19.


Saat pandemi ini, penerbangan internasional ke Bali ditutup. Otomatis tidak ada satu pun penerbangan internasional ke Bali. Semuanya harus lewat Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta).

Akibatnya, selama pandemi ekonomi Bali paling terpuruk dibandingkan propinsi lain. Karena pandemi menghantam keras sektor pariwisata. Pariwisata di Bali menjadi tulang punggung ekonomi.


Baca juga: Sandiaga Uno: Bali tolok ukur bangkitkan ekonomi di tengah pandemi
Baca juga: "Bali Bangkit" bukan untuk "Klaster Wisatawan"


Perekonomian Bali bergantung kepada pariwisata, yaitu 56 persen pada saat ini, kata Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Odo RM Manuhutu. Karena tulang punggug ekonominya terpuruk maka sektor lainnya seperti transportasi dan pertanian terkena imbasnya.

Berdasarkan data BPS, pada triwulan I-2021, pertumbuhan ekonomi Bali masih mengalami kontraksi yakni sebesar minus 9,85 persen (yoy).

Meskipun kontraksinya sudah sedikit melandai dibandingkan saat triwulan IV 2020 yang sebesar minus 12,21 persen. Dan sepanjang 2020, ekonomi Bali mengalami kontraksi minus sebesar 9,3 persen.


Dalam suatu diskusi, Kepala BI perwakilan Bali Trisno Nugroho juga mengungkapkan, sebelum pandemi Bali pernah menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran terkecil di seluruh Indonesia, namun tahun 2020 berbalik, Bali berada di peringkat ke-25 dalam tingkat pengangguran.

Karena itu, Trisno mengusulkan agar Bali melakukan restrukturisasi ekonomi dengan cara memperkuat sektor lainnya. Dicontohkan ekonomi Yogyakarta, di mana kontribusi pariwisata cukup besar. Saat pandemi, jumlah kunjungan wisatawan merosot drastis seperti Bali. Kunjungan wisata candi ke Borobudur dan Prambanan sepi. Tapi kontraksi ekonominya hanya -2,69 persen karena ditopang industry pendidikan dan rumah tangga.

Contoh lainnya, propinsi Kepulauan Riau, di mana kontribusi pariwisata cukup besar. Saat pandemi kehilangan jutaan wisatawan di destinasi wisata Bintan dan Batam, namun perekonomian mengalami kontraksi hanya minus 3,8 persen karena dibantu oleh sektor industri di Batam.

Menurut kepala Bank Indonesia di Bali, ada dua sektor yang bagus untuk dikembangkan di pulau Dewata ini yakni sektor pertanian dan pendidikan.

Baca juga: Wagub Bali paparkan inovasi pariwisata hadapi bencana ke BLUD DPD

Pertanian

Belajar dari beberapa kali pariwisata terpuruk, Bali harus sudah mulai mengurangi ketergantungannya pada sektor pariwisata.

Sektor non pariwisata misalkan pertanian dan pendidikan harus dikembangkan demi ketahanan struktur ekonominya.


Mengapa sektor pertanian? Akibat pandemi ini, banyak pekerja di Bali beralih profesi dan pekerja sektor pariwisata atau pekerja migran kini masuk ke sektor pertanian.

Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah tenaga kerja di sektor pariwisata di Bali per 2019 adalah sebanyak 328.000 pekerja. Pada 2020, jumlahnya menurun 28 persen menjadi 236.000 pekerja. Ada penurunan 92.000 pekerja sektor pariwisata.

Struktur tenaga kerja di Bali mengalami perubahan yang terlihat dari penurunan pekerja sektor akomodasi makan minum dan peningkatan jumlah pekerja di sektor pertanian.

Kondisi sebaliknya terjadi di sektor pertanian, pada tahun 2020 terjadi peningkatan 17,9 persem dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 546.000 pekerja.


Karena sudah ada peralihan tenaga kerja dari sektor pariwisata ke pertanian maka, pemerintah daerah Bali perlu menjaga iklim usaha di sektor pertanian selalu kondusif, bahkan lebih prospektif dan menjanjikan dibandingkan periode sebelumnya. Tujuannya agar pekerja di sektor pertanian tetap bertahan.

Bali punya komoditas unggulan di sektor hortikultura yakni produsen buah-buahan yakni salak, jeruk, anggur, manggis, sawo, alpukat dan mangga yang dapat bertahan lebih segar dan lebih lama.

Untuk produk hortikultura ini perlu dibangun industri pengolahan agar mempunyai nilai tambah dan bagi petani juga menjamin produksinya diserap.


Contohnya, produksi anggur Bali sudah menciptakan beberapa industri wine.

Bahkan wine merek Sababay berasal dari Bali, rasanya sudah berhasil diakui dunia dan pasarnya sudah mengglobal.


Bagaimana menciptakan iklim usaha pertanian yang baik? Pertama, adalah penyediaan bibit atau benih komoditas pertanian yang murah dan berkelanjutan.

Hal ini penting karena ketersediaan dan harga benih komoditas pertanian seringkali fluktuasi. Hilang di pasar. Dan seringkali harganya naik turun.


Kedua, menciptakan pasar produk pertanian yang menguntungkan petani. Agar petani terus mempertahankan profesi dan produksinya.

Program pasar tani setiap hari Jumat yang dilakukan Dinas Pertanian dan Holtikultura Provinsi Bali itu harus terus diadakan. Begitu juga dengan program pasar tani yang diadakan oleh Pemkab Gianyar di area perkantoran arus diikuti oleh pemerintah kabupaten lainnya.

Selama ini, produk petani hanya dipasarkan di pasar rakyat dan pasar modern. Pemasaran produk pertanian di lingkungan perkantoran dengan target pembelinya ASN (aparatur sipil negara) akan makin menguntungkan petani.

Para petani juga harus dibantu untuk memperluas pasarnya memanfaatkan pasar online (market place). Pasar produk pertanian harus dibuka seluas-luasnya dan memberikan keuntungan agar pekerjanya bertahan dan terus bekerja di sektor ini.
Baca juga: Anggota DPD: Pertanian organik di Bali hadapi berbagai tantangan
Baca juga: Wagub Bali: Sektor pertanian bisa jadi penunjang industri pariwisata



Pendidikan

Selain pertanian, Bali juga perlu mengembangkan sektor pendidikan. Dan Bali memiliki infrastruktur industri pendidikan yang cukup kuat yakni pendidikan pariwisata. Pariwisata Bali sudah kelas dunia karena pulau Bali dan beberapa hotelnya terpilih sebagai terbaik tingkat dunia.

Dunia pendidikan pariwisata di Bali sudah banyak mengirimkan pekerja pariwisata, warga Bali, bekerja di kapal-kapal pesiar mewah di berbagai negara.

Kapal pesiar yang menjadi destinasi wisata kelas dunia. Begitu juga warga Bali yang bekerja di sektor kecantikan. Belakangan ini, Bali banyak mengirim warganya bekerja industri spa di Thailand, Turki dan beberapa negara Eropa.


Pemerintah propinsi Bali dan pemerintah kabupaten perlu memperkuat dunia pendidikan kepariwisataan yang sudah menjamur di berbagai daerah.

Memperkuat dari segi pendanaan, sarana dan prasarana sekolah pariwisata, memberikan lahan untuk perluasan kampus pariwisata, sehingga sekolah pariwisata tidak hanya D1 tapi sudah melayani D-3 dan Strata 1 (S1). Sehingga ampu menarik pelajar dari berbagai propinsi dan regional Asean belajar pariwisata di Bali.


Dengan demikian, Bali akan dikenal sebagai pulaunya pelajar, pelajar kepariwisataan. Ekonomi Bali akan diperkuat dengan sektor pendidikan karena mahasiswa dari berbagai daerah akan tinggal di Bali beberapa tahun.

Semoga dengan adanya Bom Bali I, Bom Bali II, dan pandemi COVID-19 ini, mendorong kuat Bali melakukan restrukturisasi ekonominya, tidak hanya bergantung pada pariwisata, kini saaatnya memperkuat sektor pertanian dan pendidikan.

Copyright © ANTARA 2021