ketersediaan dukungan pendanaan dan transfer teknologi merupakan kunci sukses bagi pembangunan hijau, bagi netralitas karbon.
Jakarta (ANTARA) - Suka atau tidak suka, dunia sedang menghadapi ancaman serius berupa perubahan iklim yang diperparah oleh pandemi COVID-19 yang belum juga jelas ujung pangkalnya.

Oleh karena itu, cara-cara tak biasa diperlukan dalam upaya mengembangkan ekonomi hijau melalui pembangunan hijau pada tataran dunia global yang lebih luas.

Indonesia melalui Presiden Joko Widodo telah secara tegas mendorong inisiatif P4G - Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 untuk melakukan langkah luar biasa dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Menurut Jokowi, inisiatif P4G - Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 tidak bisa dilakukan dengan "business as usual". Dunia harus melakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Kemitraan antarpemangku kepentingan adalah kunci untuk memastikan aktivitas perekonomian, produksi, dan konsumsi dilakukan secara berkelanjutan.

Ancaman perubahan iklim dan pandemi COVID-19 mengingatkan seluruh negara untuk lebih serius dalam mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan.

Untuk itu, inisiatif P4G Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 tidak bisa dilakukan dengan biasa-biasa saja, melainkan harus dengan cara yang luar biasa.

Presiden Jokowi memandang bahwa langkah-langkah fundamental untuk memastikan tercapainya pembangunan hijau di tataran global harus dilakukan.

Pertama, mewujudkan “enabling environment” yang mendorong sinergi antara investasi dan penciptaan lapangan kerja dengan pembangunan hijau.

Indonesia telah menerapkan perencanaan pembangunan rendah karbon yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka menengah nasional. Indonesia juga telah meluncurkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai wujud komitmen Indonesia agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan.

Kedua, mendorong inovasi dalam memobilisasi sumber daya pendukung bagi implementasi pertumbuhan hijau.

Menurut Presiden Jokowi, ketersediaan dukungan pendanaan dan transfer teknologi merupakan kunci sukses bagi pembangunan hijau, bagi netralitas karbon. Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia terbuka bagi investasi dan transfer teknologi.

Indonesia tengah mengembangkan kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia juga memiliki visi untuk membangun pasar karbon dan akan menjadi pemilik stok karbon terbesar di dunia.

Ketiga, Presiden Jokowi memandang setiap negara perlu memperkuat kerja sama konkret yang bisa segera efektif dilaksanakan dan bisa berkelanjutan. Menurutnya, proteksionisme yang berkedok isu lingkungan harus dihindari. Parameter prolingkungan harus jelas, serta dijalankan secara jujur dan transparan.

Kerja sama dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah bersama menjadi syarat fundamental bagi kesuksesan ekonomi hijau, apalagi di saat dunia dalam masa pemulihan pandemi sekarang ini. Indonesia berkomitmen tinggi untuk bersama-sama dunia mewujudkan kehidupan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan.
Baca juga: Realisasikan ekonomi hijau, DEN: Perlu sosialisasi dan edukasi RUU EBT

Emisi karbon
Para pelaku usaha di tingkat global pun dituntut untuk menghidupkan usaha beretika yang ramah pada pembangunan berkelanjutan. Tak heran kemudian beberapa pelaku usaha global mulai mengupayakan komitmennya untuk turut serta membangun ekonomi hijau dengan cara mereka masing-masing.

Grup Singapore Airlines (SIA) misalnya telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai nol emisi karbon pada 2050 dengan memperkuat strategi jangka panjangnya dalam bekerja menuju dekarbonisasi dan kelestarian lingkungan di seluruh operasinya.

Maskapai Grup, Singapore Airlines, Scoot dan SIA Cargo, akan melakukan berbagai upaya untuk mencapai tujuan ini. Antara lain dengan berinvestasi pada pesawat generasi baru, mencapai efisiensi operasional yang lebih tinggi, mengadopsi teknologi rendah karbon seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan mencari penyeimbangan karbon berkualitas tinggi.

Grup SIA telah menjalankan banyak proyek untuk mendukung tujuan keberlanjutannya bahkan di tengah pandemi COVID-19. Misalnya, Grup itu menyelesaikan pemasangan panel surya di semua gedung perkantorannya di Singapura. Ini menghasilkan energi terbarukan yang memenuhi hingga 18 persen dari kebutuhan listriknya, atau cukup untuk memberi daya pada sekitar 2.300 apartemen empat kamar di Singapura selama setahun.

Pada 2020, SIA meluncurkan konsep makanan Kelas Ekonomi regional baru yang menawarkan pilihan makanan yang lebih banyak untuk pelanggan. Konsep ini menawarkan peralatan makan yang terdiri dari kemasan kertas berkelanjutan dan sendok garpu dari bambu, mengurangi jumlah plastik sekali pakai di kabin.

Kemasan ini 50 persen lebih ringan, yang dapat membantu menurunkan konsumsi bahan bakar. Segala sesuatu mulai dari peralatan makan hingga sisa makanan akan dikirim ke eco-digestor untuk diubah menjadi butiran energi yang diolah dari sampah yang dapat menggantikan bahan bakar fosil dan batu bara.

Mr Goh Choon Phong, Chief Executive Officer, Singapore Airlines, mengatakan pihaknya fokus pada tujuan keberlanjutan bahkan pada saat melewati pandemi COVID-19.

Saat ini, cara yang paling efektif dan langsung bagi maskapai penerbangan untuk menurunkan emisi karbon secara material adalah dengan mengoperasikan armada pesawat yang masih muda. Armada Grup SIA memiliki usia rata-rata di bawah enam tahun, menjadikannya salah satu yang termuda di dunia. Selama setahun terakhir, mereka telah menghentikan 45 pesawat yang sudah tua. Dan akan secara bertahap pesawat generasi baru yang lebih hemat bahan bakar hingga 30 persen, dan secara substansial akan menurunkan emisi di tahun-tahun mendatang.

Perusahaan juga tanpa henti fokus pada peningkatan efisiensi bahan bakar melalui penyempurnaan prosedur operasional. Misalnya, Grup SIA telah berinvestasi dalam paket pengembangan teknik untuk badan pesawat dan mesin yang membantu mengurangi hambatan dan meningkatkan efisiensi mesin.

Maskapai pada Grup SIA terus berupaya meningkatkan produktivitas bahan bakar melalui inisiatif seperti mengurangi penggunaan bahan bakar melalui manajemen berat pesawat, dan optimalisasi rute penerbangan.

Inovasi dalam teknologi dan analisis data juga akan membuka jalan untuk peningkatan yang lebih signifikan, dan Grup akan terus melibatkan lembaga penelitian untuk mengeksplorasi ide-ide tersebut.
Baca juga: Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dapat tingkatkan kualitas hidup

Kemasan plastik
Tak hanya itu, perusahaan-perusahaan yang dalam usahanya menggunakan kemasan juga dituntut untuk mulai memikirkan dampak lingkungan dari usaha yang dijalankannya.

Civil Society Watch (CSW), lembaga yang didirikan untuk mengungkap penyalahgunaan masyarakat sipil yang mengancam demokrasi dan hak asasi warga itu menekankan pentingnya edukasi terhadap masyarakat terkait kemasan plastik misalnya pada galon isi ulang.

Pelaku usaha didorong untuk mengembangkan kemasan yang mendukung pembangunan ekonomi hijau yang juga aman bagi kesehatan konsumennya jika itu terkait dengan sesuatu yang dikonsumsi atau diminum.

Namun Direktur CSW, Ade Armando, juga menegaskan agar kepatuhan industri yang telah terbentuk untuk turut serta membangun ekonomi hijau jangan lantas dihempaskan dengan isu hoaks yang menyesatkan masyarakat.

Ia mencontohkan misalnya saja ada sekelompok orang yang mengatasnamakan diri berada dalam wadah yang peduli kesehatan dan lingkungan melakukan kampanye bahaya BPA galon guna ulang di media-media. Padahal menurut CSW, tuduhan itu tidak berdasar dan mengandung kebohongan sehingga mendatangkan keresahan di kalangan masyarakat.

Menurut Ade, rekomendasi berwenang seperti pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan pangan Indonesia, yang didukung riset peneliti dunia sudah cukup untuk meyakinkan bahwa hal tersebut tak perlu diributkan.

Beberapa pekerjaan rumah yang perlu ditangani bersama justru bagaimana menuntaskan hoaks atau kabar bohong terkait ekonomi hijau itu sendiri.

Sebelumnya, Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Satrio Arismunandar, mengajak insan media untuk turut serta mengampanyekan ekonomi hijau dengan lebih beretika.

Menurut dia menyebarkan hoaks dan disinformasi tentang sesuatu yang meresahkan seperti misalnya bahaya air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang sangat tidak beralasan.

“Agenda-agenda semacam itu adalah praktik yang tercela,” katanya sambil mengajak seluruh pihak untuk membangun ekonomi hijau namun menepiskan upaya persaingan bisnis yang kotor.

Sebaliknya bahwa ekonomi hijau pada tataran yang lebih luas memerlukan literasi dan edukasi yang mendalam melalui pemberian informasi yang akurat, sesuai fakta, proporsional, dan memberi pencerahan bagi masyarakat.

Baca juga: Presiden Jokowi: RI harus dapat manfaat dari ekonomi hijau dan biru

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021