Pancasila adalah titik temu ideologi kebangsaan dan ideologi keagamaan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) meminta generasi muda untuk memahami Pancasila sebagai titik temu ideologi kebangsaan dan ideologi keagamaan.
 

"Sebagai ideologi yang mempersatukan bangsa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, Pancasila adalah titik temu ideologi kebangsaan dan ideologi keagamaan yang berbasis pada nilai-nilai Islam," kata Sekretaris Ditjen Bimas Islam, Muhammad Fuad Nasar dalam keterangan tertulis mengenai "Hari Lahir Pancasila" di Jakarta, Selasa.
 

Ia menambahkan Pancasila perlu dibaca dan dipahami oleh generasi muda agar tidak terombang-ambing dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 

Segenap elemen bangsa, lanjut dia, perlu menahan diri untuk tidak memperuncing hal-hal yang bisa menimbulkan kesalahpahaman dan pertentangan di kalangan umat beragama dan sesama warga bangsa.
 

"Dalam hubungan ini, benturan dan intoleransi antara keyakinan agama dan ideologi negara perlu dicegah dan dihindari," ujarnya.
 

Muhammad Fuad Nasar juga mengatakan Pancasila dipandang sebagai dasar negara yang paling tepat untuk eksistensi NKRI.
 

"Tantangan bangsa Indonesia di masa kini dan mendatang adalah mengaktualisasikan secara konsekuen Pancasila sebagai pedoman dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah," katanya.
 

Pancasila, lanjut dia, bukan sekadar semboyan untuk dibaca dan dihafalkan. Pancasila adalah ideologi yang hidup (the living ideology) dan harus ditegakkan untuk memayungi kebhinekaan bangsa.
 

"Ideologi apa pun kalau tidak dijalankan dalam kehidupan nyata bernegara takkan memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara," katanya.
 

Di bawah panji-panji falsafah dasar negara Pancasila, ia juga meminta semua anak bangsa dengan jiwa besar menghormati keragaman dan mendialogkan perbedaan guna menemukan titik persamaan dalam bhinneka tunggal ika.
 

"Pembangunan manusia dan kebudayaan, hukum, politik, demokrasi, hak asasi manusia, ekonomi, teknologi, kemaritiman, kerjasama internasional dan sebagainya, haruslah senantiasa mencerminkan nilai-nilai fundamental Pancasila sebagai jatidiri bangsa," katanya.

Baca juga: Presiden: Gunakan cara luar biasa untuk dalami nilai Pancasila

Baca juga: Presiden: Tantangan dihadapi Pancasila tak semakin ringan

 

Ia menambahkan pengembangan Pancasila tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan semangat beragama. Sekularisme dan liberalisme dalam bentuk apa pun bertentangan dengan Pancasila.

Dipaparkannya, rumusan otentik Pancasila sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pertama kali dikemukakan oleh Ir. Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945.
 

Bung Karno semasa hidupnya selalu mengatakan bahwa dirinya bukan penemu atau pengarang Pancasila, melainkan hanya sebagai penggali Pancasila dari warisan budaya bangsa.
 

Pancasila yang diusulkan Bung Karno tersebut dirumuskan dan disempurnakan susunannya oleh Panitia Sembilan yang dibentuk BPUPKI dan disepakati sebagai konsensus nasional pada tanggal 22 Juni 1945 atau dikenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
 

Panitia Sembilan diketuai Bung Karno terdiri dari sembilan orang tokoh bangsa mewakili berbagai unsur organisasi pergerakan, suku dan agama.
 

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, digelar sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sidang PPKI pada hari itu antara lain mensahkan UUD 1945. Di dalam Pembukaan UUD 1945 dimuat rumusan final Pancasila.
 

Umat Islam yang diwakili oleh para ulama, pemimpin dan tokohnya, menerima Pancasila bukan karena alasan taktis-politis, tetapi karena alasan teologis- filosofis.
 

"Saya menerima Pancasila, terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa, karena saya adalah orang Islam " kata tokoh pejuang kemerdekaan dan diplomat Mr. Mohamad
Roem (1908 - 1983).

Baca juga: Puan ajak komponen bangsa jadikan Pancasila sebagai inspirasi

Baca juga: MPR: Hari Lahir Pancasila momentum bangun kembali rasa kebersamaan

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021