Padang (ANTARA) - Aroma harum semerbak tercium dari enam cangkir kopi yang baru saja diseduh di atas meja panjang hitam di tempat Ardi Sunarya sehari-hari melakukan cupping.

Siang itu, ia akan melakukan cupping atau uji cicip kopi Solok Radjo yang baru saja diroasting atau sangrai.

Selain bertugas sebagai quality control perkebunan kopi Solok Radjo di Nagari Air Dingin, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, sosok yang disapa Adi merupakan satu dari tiga pemegang lisensi Q Grader atau pencicip kopi di Sumatera Barat yang dikeluarkan Coffe Quality Institute pada 2014.

Bagi masyarakat awam, profesi sebagai Q Gradermemang terdengar asing ditelinga. Namun, dalam dunia coffee speciality, Q Grader adalah profesi yang sulit dicapai karena harus melewati proses dan latihan yang panjang. Q Grader adalah seseorang yang bertanggung jawab menjalankan penelitian terhadap cita rasa kopi.

Saat ini di Indonesia setidaknya ada tiga lembaga yang mengeluarkan lisensi untuk para Q Grader yaitu 5758 Coffe Lab di Bandung, Caswell Jakarta dan ABCD School of Coffe.

Berbekal sendok makan di tangan kanan, beberapa lembar kertas berisi keterangan tentang indikator rasa kopi serta kolom penilaian ia mulai melakukan cupping.

Sesaat setelah mencium aroma kopi, perlahan Adi menyendok kopi yang ada dalam gelas ke mulut dan menyesapnya dengan cepat, kemudian menerka dan mendeskripsikan rasanya, menulis dengan pensil hasil penilaian atas rasa kopi yang dicicipi.

Setelah menyeruput kopi ke langit-langit mulut sesaat Ardi mencoba menikmati sensasi rasa yang muncul sebelum ditelan ke kerongkongan.

Dalam uji cicip tersebut ia melakukan hingga beberapa kali sehingga tak jarang ia menenggak setengah liter kopi saat melakukan uji cicip.

Penilaian yang dilakukan mulai dari fragrance atau bau biji kopi sebelum diseduh, aroma kopi setelah disesap , flavour atau perpaduan rasa dan bau setelah kopi disesap hingga tingkat keasaman.

Lalu body kopi atau tekstur kekentalan, keseragaman rasa, hingga after taste atau rasa yang tertinggal di mulut usai minum kopi.

Tak banyak orang yang berkesempatan dan terpilih sebagai penguji cita rasa kopi di Sumatera Barat. Karena selain harus memiliki lidah yang perasa juga harus mampu mendeskripsikan seperti apa rasa dari kopi yang dicicipi.

Sekilas mencicipi rasa kopi terlihat sederhana dan simpel namun dibalik itu dari segelas kopi arabika yang diseduh ada beragam rasa hadir mulai rasa buah-buahan seperti lemon, jeruk, mangga, apel, aprikot, cokelat, vanila, almond, rasa bunga-bungaan, rempah seperti cengkih hingga kulit manis.

Siang itu saat Adi menyesap kopi, rasa pertama yang muncul adalah lemon kemudian setelah dingin muncul karakter cokelat dan karamel dan diakhir muncul rasa manis karamel yang panjang.

Setidaknya butuh waktu seminggu mengikuti kursus menjadi pencicip rasa kopi mulai dari materi di kelas hingga ujian. Keterampilan yang dipelajari pun beragam berupa sensory skill, grind grading dan lainnya.

Jika seorang tak punya bakat alamat tak akan lulus dan tak layak menyandang gelar sebagai Q Grader.

Adi menceritakan saat mengikuti kursus, ia pernah diberikan cairan terdiri atas tiga rasa manis, asam dan asin kemudian ditugaskan untuk memberi penilaian.

Setelah itu ia mulai disuruh memberikan rating jika cairan tersebut manis maka level berapa termasuk kalau asam maka tingkat keasamannya berapa.

Mulai lebih sulit instruktur kemudian mencampurkan cairan asam dengan asin dan lidahnya diminta mengidentifikasi rasa baru tersebut hingga levelnya.

Karena itu butuh perjuangan dan perjalanan panjang untuk bisa menggondol sertifikat Q Grader karena harus memiliki ingatan soal rasa buah yang amat kuat.

Selain itu dalam beberapa tahun sekali juga dilakukan kalibrasi ulang standar uji cici agar para Q Grader tetap punya standar yang sama dan terjaga keahliannya.

Pada Q Grader juga berhak menetapkan kopi yang dicicip masuk kategori spesialiti atau istimewa. Untuk kategori tersebut minimal skor yang diperoleh dari seluruh penilaian adalah 70 ke atas.

"Semakin manis rasa kopi murni akan kian tinggi nilainya, termasuk intensitas keasaman akan dinilai," katanya.

Intensitas keasaman kopi juga terbagi empat macam yaitu seperti rasa cuka, apel, lemon dan asam seperti jeruk purut yang digigit dengan kulitnya.

Untuk kopi yang dihasilkan di perkebunan Solok Radjo Adi menyampaikan ada dua jenis yang diproduksi saat ini yaitu labah rimbo dan limau cirago.

Untuk labah rimbo karakternya spicy sebagaimana kopi Sumatera secara umum dan ada rasa lemon. Perbedaan rasa pada metode fully washed dan semi washed adalah pada intensitas body kopi, tingkat spicy.

Sedangkan untuk metode natural rasa yang menonjol adalah nenas bakar dan lansek manih.
Q Grader kopi Solok Radjo Ardi Sunarya melakukan cupping atau uji cicip rasa kopi. ANTARA/Ikhwan Wahyudi/aa.

Pengolahan pascapanen

Tidak hanya mengenali rasa proses pengolahan pascapanen juga akan mempengaruhi rasa kopi yang dicicip.

Pengolahan pascapanen untuk kopi spesialiti biasanya menggunakan empat cara yaitu fully washed atau giling basah, semi washed atau semi basah dan honey atau madu dan natural.

Adi menjelaskan metode fully washed diawali dengan merendam buah kopi dalam bak berisi air, pengupasan kulit buah menggunakan mesin, fermentasi atau merendam biji kopi yang sudah dikupas hingga 36 jam untuk membersihkan daging buah yang masih menempel. Pada metode ini proses penjemuran memakan waktu sepekan hingga 15 hari.

Lalu pencucian sekali lagi untuk menghilangkan sisa lendir fermentasi, pengeringan dengan menjemur untuk mengurangi kadar air dan terakhir pengupasan kulit tanduk untuk mendapatkan green bean atau beras kopi.

Sedangkan metode semi washed buah dikupas dan dihilangkan lendirnya, dikeringkan hingga kadar air 35 persen, dan dikupas kembali untuk membersihkan kulit ari lalu dikeringkan lagi hingga kadar airnya 12,5 persen. Untuk penjemuran pada metode ini cukup lama hingga dua bulan.

Lalu pada proses natural kopi dikeringkan dalam keadaan masih berbalut kulit, dan para metode honey buah kopi dikupas hingga menyisakan biji dan lendir.

Usai kopi dikupas maka Adi mulai melakukan proses sortir menyisihkan biji yang cacat dan selanjutnya dikemas untuk dikirim.

Untuk mendapatkan kopi spesialti faktor yang amat menentukan adalah proses pascapanen yang telaten mulai dari menjemur hingga proses penyortiran

Terkadang Adi menemukan intensitas keasaman kopi yang negatif seperti rasa cuka sehingga skor menjadi turun.

Selain itu faktor penyangraian juga akan berpengaruh karena jika terlalu lama maka rasa kopi menjadi lebih pahit.

Usai proses penyangraian kopi harus didinginkan secepat mungkin agar tidak terjadi pembakaran berlanjut menimbulkan efek karbon pada kopi sehingga cita rasa menjadi rusak.

Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar saat ini terdapat 27 ribu hektare lahan kopi di daerah itu terdiri atas robusta 17 ribu hektare dan arabika 10 ribu hektare.

"Memang dalam dua tahun terakhir kopi di Sumbar tumbuh pesat," kata Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Gusnadi Abda.

Gusnadi menyebutkan total produksi kopi di Sumbar untuk arabika mencapai 6.000 ton dan robusta 9.000 ton per tahun.

Menurutnya kendati sempat terhambat pada 2020 karena ada pandemi COVID-19, namun saat ini kopi sudah menggeliat lagi dan kedai-kedai kopi kembali ramai.

Kualitas kopi dari Sumbar tidak kalah dengan daerah lain karena berdasarkan informasi dari para penguji cita rasa kopi Sumbar rasanya bisa bersaing.

Pada 2021 melalui dana pemerintah pusat fokus mengembangkan 200 hektare lahan baru dan dari dana pokok pikiran anggota DPRD 473 hektare.

Menurut dia saat ini terdapat 27 ribu hektare lahan kopi di daerah itu terdiri atas robusta 17 ribu hektare dan arabika 10 ribu hektare.

Saat pandemi COVID-19 budi daya kopi di Sumbar sempat turun namun saat ini kopi sudah menggeliat lagi dan kedai-kedai kopi kembali ramai.

Dulu kopi yang dikembangkan petani lebih banyak robusta, namun dalam beberapa tahun terakhir mulai beralih ke arabika karena kualitas yang baik dan memenuhi standar ekspor

Daerah lain yang akan dikembangkan kopi arabika adalah Kabupaten Agam, Tanah datar, Pasaman dan Limapuluh Kota.

Kopi arabika sedapat mungkin ditanam di daerah dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut karena akan mempengaruhi kualitas rasa.
Baca juga: Kopi Flores dari, oleh, dan untuk kesejahteraan petani lokal
Baca juga: LPEI dan Pemkab Banyuwangi kolaborasi kembangkan produk unggulan


 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021