Jakarta (Antara) - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut nasib bangsa mendatang di tangan para pemuda. Oleh karenanya peran penting anak muda menjadikan Pancasila sebagai pijakan menggapai cita-cita bangsa.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi "Globalisasi dan Peran Anak Muda dalam Pembumian Pancasila" yang digelar secara virtual  pada Rabu (2/6). 

Hadir dari BPIP; Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Prakoso, Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP M. Akbar Hadiprabowo, dan Direktur Pengkajian Materi Muhammad Sabri.

Hadir pula para purna Paskibraka serta Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino, PP KAMMI Susanto Triyogo, HMI Raihan Ariatama, dan PMII Muhammad Abdullah Syukri.

Dalam sambutannya, Prakoso bilang Pancasila sudah menyatu sepanjang republik ini berdiri. Namun globalisasi dan perkembangan teknologi yang memudahkan interaksi antar negara jadi tantangan berat.

"Seperti meningkatnya rivalitas antar nilai dan ideologi, serta berkembangnya ideologi trans-nasional dan trans-radikal," cetus Prakoso. 

Kata dia, pendalaman dan perluasan nilai Pancasila tak bisa menggunakan cara biasa.  Melainkan optimalisasi teknologi dan melibatkan anak muda.

 Karena itu, ia berharap dalam diskusi ini paling tidak ada tiga topik yang dibahas. Yakni mengubah mindset Pancasila tidak hanya sebagai ideologi statis yang mempersatukan, juga ideologi dinamis yang dapat menuntun bangsa mencapai tujuannya. Kedua, bagaimana sesama anak bangsa bisa saling menghormati, dan yang terakhir membangun relasi dan jaringan untuk memerkuat persatuan. "Dengan tiga hal itu, saya yakin slogan Pancasila kuat Indonesia hebat bisa terwujud," tandas Prakoso.
 
M Sabri menambahkah, ada dua hal yang selalu dibicarakan Bung Hatta setiap kali bicara tentang Indonesia. Pertama, negeri yang terbentang luas. Kedua, negara yang masyarakatnya yang paling plural di muka bumi. 

"Bung Hatta ingin menyampaikan dua prasyarat moral bagi siapa pun yang  bercita-cita mengelola Indonesia. Pesan ini sangat relevan untuk para pemuda yang kelak akan jadi pemimpin," tukas Sabri. 
"Orang-orang yang punya wawasan cetek harus sadar diri untuk tidak mengelola Indonesia."

Karena itu, lanjut Sabri, setiap gagasan sosial, ekonomi, politik bahkan  keagamaan harus sadar kemajemukan. "Ide yang mengabaikan keberbagian  dan kemajemukan akan gagal hadir di tengah-tengah bangsa," tandasnya.

Sementara Arjuna Putra melihat perlunya menjadikan Pancasila sebagai instrumen evaluasi regulasi atau kebijakan negara.

"Indonesia juga memerlukan fondasi. Yakni Pancasila yang digali oleh Bung Karno dari nilai-nilai kearifan Bumi Nusantara,” imbuh Susanto.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021