Indonesia memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap lingkungan
Jakarta (ANTARA) - Pembangunan berkelanjutan serta isu di bidang climate change dan energi baru terbarukan (EBT), jadi tema besar pertemuan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Duta Besar Denmark untuk Indonesia HE Lars Bo Larsen.

“Komitmen Presiden sangat kuat pada isu ini, bahkan sudah tertuang melalui beberapa kebijakan,” terang Moeldoko sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Pada pertemuan yang berlangsung di Gedung Bina Graha Jakarta, Kamis, Moeldoko menyebut isu perubahan iklim dan EBT sudah menjadi komitmen Presiden Joko Widodo.

Moeldoko menyampaikan komitmen Presiden, salah satunya dengan diterbitkannya Perpres 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Melalui Perpres itu, Moeldoko meyakini, Indonesia akan secara masif mendorong produksi mobil listrik. Terlebih, lanjut Moeldoko, Perpres tersebut juga telah didukung melalui penyusunan peta jalan peralihan mobil konvensional ke listrik.

Tidak hanya itu, komitmen Indonesia terhadap isu climate change dan EBT juga beberapa kali disampaikan Presiden Jokowi.

Di antaranya saat pidato pada United Nations UN Climate Change Conference the Conference of the Parties COP21, Paris 2015 yang mencakup komitmen global yang diturunkan ke komitmen nasional dan sektor energi.

Komitmen Global sesuai dengan Target Paris Agreement yakni menjaga kenaikan temperatur global tidak melebihi 2 derajat Celcius, dan mengupayakan menjadi 1,5 derajat Celcius.

Ada juga Komitmen Nasional sesuai dengan Amanat UU No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement yakni menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 29 persen dari business as usual atau kemampuan sendiri menjadi 41 persen (dengan bantuan internasional) pada 2030 sesuai NDC (Nationally determined contributions).

"Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap lingkungan secara global,” jelas Moeldoko.

Dari sisi EBT, lanjut Moeldoko, Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 314-398 juta ton CO2 pada tahun 2030, melalui pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.

Baca juga: Alok Sharma bahas perubahan iklim dengan aktivis lingkungan Indonesia

Baca juga: KLHK: Pemda ujung tombak mengatasi perubahan iklim

Baca juga: Kanada akan hibahkan sekitar Rp568,78 miliar untuk pendanaan iklim


Indonesia juga menuju Net Zero Emission 2050 yang kemudian tertuang dalam Pidato Presiden RI pada Leaders Summit on Climate, 22 April 2021.

Selain itu juga Indonesia berkomitmen akan aksi konkret perubahan iklim Moratorium konversi hutan dan lahan gambut guna menurunkan kebakaran hutan hingga 82 persen, serta mendorong green development melalui Pengembangan Indonesia Green Industrial Park seluas 12.500 Ha di Kalimantan Utara, yang merupakan Green Industrial Park terbesar di dunia.

Kemudian juga terkait membuka investasi terhadap transisi energi, di mana terdapat peluang yang sangat besar untuk investasi pengembangan biofuel, industri baterai lithium, dan juga kendaraan listrik.

“Selain itu pengembangan energi terbarukan di berbagai daerah juga terus didorong termasuk pembangkit listrik tenaga sampah dengan diresmikannya PLTSa Surabaya oleh Presiden Joko Widodo baru-baru ini,” imbuh Moeldoko.

Dia mengatakan berkaitan dengan pengembangan kelapa sawit juga telah dikembangkan Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang memastikan lebih ramah lingkungan.

Adapun Duta Besar Denmark HE Lars Bo Larsen menghargai kepemimpinan Indonesia pada isu perubahan iklim dan EBT.

Dubes Denmark menyampaikan adanya potensi pinjaman dana pemerintah yang menawarkan interest rendah dalam bentuk loan state guaranty.

Penilaian Larsen tidak lepas dari Indonesia sebagai negara dengan kepemimpinan dunia karena memiliki tiga modal, antara lain, kekuatan demokrasinya, warga Muslim yang inklusif dan antikekerasan serta komitmen pada transisi hijau.

“Ke depan Indonesia akan memiliki posisi yang strategis sebagai pemimpin G20 di tahun 2022. Indonesia perlu menunjukkan kepemimpinan di sektor pembangunan berkelanjutan dan transisi energi. Waktu sekarang ini adalah paling tepat untuk melakukan investasi di bidang energi terbarukan mengingat harga semakin murah dan di tahun 2030 menjadi era baru energi bersih,” ungkap Larsen.

Pertemuan Moeldoko dan Dubes Denmark untuk Indonesia merupakan tindak lanjut dari pertemuan Tim Energi dari KSP dengan perwakilan kedutaan besar Denmark Thomas Capral Henriksen.

Pada pertemuan saat itu, KSP membicarakan dua hal yakni Renewable energy regulation (attracting investments) dan Energy sectors contribution to climate targets.

Baca juga: Presiden COP26: Sepuluh tahun ke depan menentukan nasib bumi

Baca juga: British Council luncurkan "Climate Connection" atasi perubahan iklim


 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021