Kartu ini hanya bisa digunakan oleh OAP untuk belanja pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan bahan bangunan perumahan
Yogyakarta (ANTARA) - Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP-UGM) mengusulkan reinstrumentasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua mempertimbangkan masalah Papua yang dinilai pelik dan khusus.

Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis, menyebut ada tiga hal penting terkait usulan reinstrumentasi UU Otsus Papua.

"Pertama, perluasan jangkauan otonomi khusus Papua hingga ke tingkat kabupaten/kota. Penyempurnaan ini penting untuk menjawab masalah otonomi khusus yang selama ini masih bersifat umum," kata dia.

Menurut Bambang, perluasan jangkauan Otsus Papua penting untuk memastikan agar program itu dapat dirasakan oleh masyarakat hingga ke tingkat kampung.

Kedua, lanjut Bambang, pengaturan penggunaan dana otsus agar bisa dinikmati masyarakat Papua. Caranya, disalurkan secara langsung kepada orang asli Papua (OAP) dalam bentuk Kartu Dana Otsus.

Baca juga: Kejagung sampaikan situasi penegakan hukum selama Otsus Papua
Baca juga: Mahfud sebut 82 persen warga Papua setuju otsus


"Kartu ini hanya bisa digunakan oleh OAP untuk belanja pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan bahan bangunan perumahan," kata dia.

Terkait pengaturan aspek keuangan, Bambang menekankan hendaknya UU Otsus juga mengatur pemanfaatan Dana Desa dan belanja Kementerian/Lembaga agar dilakukan secara sinergis dan terkoordinasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Ketiga, regulasi pengaturan pemekaran di Papua, baik provinsi maupun kabupaten/kota, kata dia, harus dibuat lebih spesifik.

Menurut dia, pemekaran harus ditempatkan sebagai strategi percepatan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, redistribusi kesejahteraan sosial, memuliakan adat, dan mengangkat harkat dan martabat OAP.

"Pembentukan DOB (daerah otonomi baru) juga harus diikuti dengan penegasan Perdasus untuk menjamin adanya rekognisi, proteksi, afirmasi, dan akselerasi terhadap OAP," kata Bambang.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Bambang Purwoko dalam Rapat Dengar Pendapat Umum DPR RI terkait perubahan kedua atas UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada Kamis (3/6).

Bambang juga menekankan pentingnya pengawalan yang serius pada berbagai level, baik yang bersifat sistemik, manajerial, maupun teknis-operasional agar revisi UU Otsus Papua dapat membawa manfaat untuk kemajuan Papua.

Ia menilai Otonomi Khusus Papua yang sudah berjalan 20 tahun masih menyisakan setumpuk keterbatasan. Di bidang politik, menurut dia, belum berjalan kebijakan tentang lambang daerah dan simbol kultural, pembentukan partai politik, pembentukan pengadilan HAM, pembentukan KKR, dan pengakuan peradilan adat.

"Di bidang pemerintahan, Otsus tidak sepenuhnya memberikan kewenangan khusus. Banyak kebijakan lain yang melemahkan atau justru bertentangan dengan UU Otsus Papua. Otsus juga hanya memberikan kewenangan ke provinsi, tidak ke kabupaten/kota," tutur Bambang.

Kemudian di bidang keamanan, Bambang menyebutkan jika Papua masih diselimuti konflik yang tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Jumlah kasus kekerasan di Papua, menurut dia, bahkan terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Sementara di bidang ekonomi, lanjutnya, kesempatan OAP untuk mendapatkan pekerjaan dan akesesibilitas sumber ekonomi hilang lantaran posisi tersebut diambil pendatang. Kondisi tersebut juga masih diperparah setumpuk persoalan keuangan daerah yaitu ketergantungan dana otsus serta rendahnya tata kelola keuangan daerah.

Pada kesempatan itu, Bambang juga menekankan pentingnya instrumen khusus untuk mengatasi persoalan Papua yang pelik dan khusus. penyempurnaan UU Otsus Papua sangat mendesak sebagai solusi persoalan Papua.

"Hal ini juga penting dimaknai sebagai ikhtiar mempertemukan agenda nasional dan daerah yang dengan semangat perubahan dan perbaikan pada level individu dan agen-agen pelaksananya," katanya.

Bambang turut menekankan pentingnya penyempurnaan UU Otsus Papua yang dapat menyentuh dan menuntaskan persoalan mendasar yang selama ini dianggap sebagai sumber masalah. Misalnya, terkait ketidakjelasan batas kewenangan antartingkatan pemerintahan serta penuntasan kebijakan rekognisi, proteksi, afirmasi, dan akselerasi.

Baca juga: Anggota DPR: Dana otsus Papua belum maksimal tingkatkan kesejahteraan
Baca juga: Pemerintah tak pernah berhenti bangun Papua


Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021