Sejauh ini belum ada perjanjian nelayan andon antara provinsi Maluku dan Papua, sehingga keberadaan kapal tersebut bisa dikategorikan melakukan pelanggaran zona tangkap
Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) menyatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu untuk memfasilitasi perjanjian soal nelayan andon yang menangkap ikan di luar daerah asal mereka, antara provinsi Papua dan Maluku.

"Sejauh ini belum ada perjanjian nelayan andon antara provinsi Maluku dan Papua, sehingga keberadaan kapal tersebut bisa dikategorikan melakukan pelanggaran zona tangkap dan pelanggaran SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan)," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Jumat.

Nelayan andon adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di luar daerah asalnya baik secara tetap maupun tidak dalam kurung waktu tertentu.

Menurut Abdi Suhufan, saat ini masih marak ditemukan nelayan andon yang beroperasi tanpa perjanjian dan izin resmi di Laut Arafura atau Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 di antara Papua dan Maluku.

Selain itu, masih menurut dia, kapasitas pengawasan laut oleh pemerintah provinsi yang dapat dinilai lemah turut berkontribusi pada berkembangnya praktik ini.

"Akibat kegiatan nelayan andon ilegal ini, pendataan hasil tangkapan, pungutan pajak dan retribusi menjadi tidak optimal. Keberadaan nelayan andon ini juga berpotensi menimbulkan konflik sosial antara nelayan lokal dan nelayan andon," paparnya.

Abdi menyatakan pihaknya menerima informasi dan laporan beroperasinya kapal ukuran di bawah 30 GT yang melakukan penangkapan ikan lintas provinsi tanpa SIPI Andon di laut Arafura, yang diperkirakan sekitar 300 an kapal ikan dengan ukuran di bawah 30 GT yang beroperasi lintas provinsi dari Maluku ke Papua.

Selain diduga tidak memiliki SIPI Andon, lanjutnya, kapal tersebut mayoritas berlabuh dan bongkar muatan di pelabuhan tidak resmi atau pelabuhan tangkahan.

"Praktik ini bisa berlangsung karena kapasitas pengawasan perikanan oleh provinsi Papua masih sangat lemah sehingga tidak bisa melakukan pengawasan terhadap keberadaan kapal ikan lintas provinsi tersebut," kata Abdi.

Ia juga berpendapat, kegiatan bongkar ikan kapal andon di pelabuhan tangkahan atau pelabuhan ilegal di sekitar Merauke mengakibatkan hasil tangkapan tidak terdata dan terlapor dengan baik.

Sementara itu, peneliti DFW Indonesia Muh Arifuddin mendorong KKP agar ikut menangani masalah ini dengan memfasilitasi perjanjian andon antar provinsi Papua dan Maluku.

"Ketentuan Permen KP No.36/2014 tentang Andon, belum dilaksanakan secara optimal oleh Gubernur, Bupati dan Walikota, sehingga peran fasilitasi KKP masih sangat dibutuhkan," kata Arif.

Arif mengkhawatirkan maraknya nelayan andon akan berpotensi berakibat kepada meningkatnya praktik dan penangkapan ikan yang ilegal.

Ia mengutarakan harapannya agar isu ini bisa segera ditangani dengan baik karena berimplikasi pada pengawasan, pencatatan dan pelaporan hasil tangkapan, pajak dan retribusi serta sentimen atau dampak sosial.

Baca juga: Gugus Tugas COVID-19 Malra amankan dua kapal andon asal Buton
Baca juga: KSP: Program Maluku Lumbung Ikan Nasional dukung nelayan kecil

Baca juga: Paceklik berkepanjangan ribuan nelayan Sukabumi memilih andon

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021