Jakarta (ANTARA) - Ketua Divisi Pulmonologi Intervensional dan Gawat Napas Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof dr Menaldi Rasmin menilai pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas perlu dipertimbangkan kembali.

"Saat ini kita belum tahu seberapa besar kejadian mutasi varian baru. Ini menjadi satu hal yang patut dipertimbangkan saat menginginkan adanya PTM secara terbatas," ujar Menaldi dalam temu media secara daring di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan jika perkantoran dibuka kembali, maka hal itu bisa dimaklumi karena terdiri dari orang dewasa yang bisa diatur. Sementara jika sekolah, sebagian besar adalah anak dan remaja yang waktu di sekolah sebagian besar dihabiskan dengan bermain.

Menaldi menambahkan catatan mengenai COVID-19 pada anak belum terdengar banyak. Angka kesakitan, bahkan kematian, terjadi pada anak yang memiliki penyakit penyerta.

"Tapi bisa jadi anaknya tidak sakit begitu terinfeksi COVID-19, tapi membawa penyakit itu atau menjadi carrier dan menularkannya pada orang tua dan guru," kata guru besar FKUI itu.

Jika PTM terbatas benar-benar harus dilakukan, lanjut dia, maka harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Menaldi menyebut untuk jenjang perguruan tinggi juga tidak bisa dilakukan sepenuhnya daring. Mahasiswa FKUI misalnya, lanjut dia, sudah mulai melakukan perkuliahan secara luring.

Peneliti pada FKUI Prof Rismala Dewi mengatakan hasil penelitian yang dilakukan oleh FKUI menunjukkan 40 persen pasien anak yang terkonfirmasi positif COVID-19 meninggal dan mortalitas terjadi pada anak umur di atas 10 tahun dengan komorbid, terutama penyakit ginjal.

Hasil kajian tersebut berdasarkan 490 anak yang suspek COVID-19, dan setelah dilakukan pemeriksaan sebanyak 50 anak dinyatakan positif COVID-19.

"Dari 50 anak tersebut, sebanyak 20 di antaranya meninggal. Sebanyak 20 anak tersebut hasil PCR-nya positif dan memiliki komorbid. Jadi, baik terkena berat karena COVID-19 ditambah lagi komorbidnya,” kata Rismala.​​​​​​​

Rismala menambahkan pada penelitian tersebut, belum bisa menyimpulkan bahwa kematian anak-anak tersebut murni karena COVID-19. Dari 20 anak yang meninggal itu sebanyak empat anak memiliki satu komorbid dan 16 anak memiliki komorbid lebih dari dua.

“Kebanyakan memiliki penyakit seperti gagal ginjal dan keganasan. Sesuai dengan pasien kita yang datang ke RSCM,” kata Rismala.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021