Buku itu nantinya diharapkan dapat menjadi pijakan bersama
Jakarta (ANTARA) - Sekolah Komando Kesatuan TNI Angkatan Udara (Sekkau) berencana menyusun hasil Seminar Nasional Perwira Siswa (Pasis) Sekkau Angkatan 109 tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dalam bentuk buku, sehingga itu dapat menjadi masukan untuk para pemangku kepentingan.

Buku itu nantinya diharapkan dapat menjadi pijakan bersama dalam memahami kondisi ruang udara nasional, sehingga para pembuat kebijakan di lintas kementerian/lembaga punya cara berpikir yang sama dalam membuat kebijakan terkait pada masa mendatang, kata Komandan Sekkau Kolonel Pnb Firman Wirayuda sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

“Seminar nasional (tentang pengelolaan ruang udara nasional, Red) merupakan bagian dari kurikulum pendidikan yang mengangkat permasalahan bangsa dan negara Indonesia khususnya bidang pertahanan untuk diteliti, dianalisis, dan didiskusikan secara ilmiah dalam forum akademis guna mendapatkan solusi terhadap permasalahan tersebut,” kata Firman menambahkan.

Dalam seminar nasional yang telah berlangsung minggu ini, sejumlah pembicara sepakat bahwa masih ada kekosongan hukum dalam tata kelola ruang udara nasional, terutama dalam bidang keamanan dan penegakan hukum.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Fadjar Prasetyo yang memberi pidato pembuka pada seminar itu, menyebut kekosongan hukum pada tata kelola ruang udara nasional masih ditemukan pada beberapa sektor, antara lain pada batas wilayah secara vertikal dan horizontal, tindak pidana pelanggaran kedaulatan, pelanggaran terhadap aksi menerobos daerah terlarang, sanksi hukum pelanggaran wilayah udara, masalah pemetaan dan foto udara, kewenangan masing-masing pemangku kepentingan, serta potensi terhadap ancaman dan pemanfaatan perkembangan teknologi kedirgantaraan.

Akibat kekosongan itu, jumlah pelanggaran di ruang udara yang masuk dalam wilayah Indonesia tidak kunjung turun, bahkan cenderung meningkat tiap tahunnya.

Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) mencatat pada 2018 jumlah pelanggaran di ruang udara sebanyak 163 kali. Sementara itu, catatan Menteri Pertahanan RI sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis saat seminar, menunjukkan jumlah pelanggaran FIR (wilayah informasi penerbangan) pada periode Januari-Agustus 2020 hampir mencapai 800 kasus.

Kemudian, sepanjang 2021, Kohanudnas menyebut ada sekitar 498 pelanggaran yang terjadi di wilayah bekas latihan militer (eks MTA 2). Daerah itu membentang di atas timur Singapura sampai Kepulauan Natuna yang masuk Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia.

Berbagai pelanggaran itu terus terjadi, karena para pelaku selama ini hanya dijerat oleh sanksi administrasi, bukan sanksi pidana.

Aturan sebatas sanksi administrasi diyakini tidak menciptakan efek jera, padahal berbagai pelanggaran itu berbahaya bagi kedaulatan, keamanan, dan keselamatan bangsa, demikian pernyataan Ketua Seminar Pasis Sekkau A-109 Kapten Tek Aprian saat menjelaskan pentingnya membahas bersama-sama masalah ruang udara nasional dalam sebuah forum terbuka.

Karena itu, dalam seminar, para pembicara mendorong Pemerintah, yaitu Kementerian Pertahanan RI, segera menyelesaikan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN).

Harapannya, dua dokumen itu segera rampung dan dapat masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022, kata Abdul Kharis, salah satu pembicara, saat sesi seminar.
Baca juga: RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional didorong masuk prolegnas 2022

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021