Bekasi (ANTARA Neww) - Tokoh tunanetra Indonesia, Dr. Saharuddin Daming, meminta agar pemerintah mengkaji ulang open house di istana dengan cara bagi-bagi uang yang menjadi "magnet" bagi tunanetra lain.

"Kita tengah mengubah paradigma penanganan tunanetra dari semula `charity base` menjadi `human right base` hingga cara-cara bagi-bagi uang pada `open house` akan memunculkan pengemis berkedok silaturahmi," kata Saharuddin yang juga anggota Komnas HAM RI itu, kepada ANTARA, Jumat.

Saharuddin menyatakan sangat menyesalkan dan turut berlangsungkawa atas meninggalkan seorang tunanetra Joni Malela (45), warga Bogor, saat berdesakan untuk bersilaturahmi dengan Presiden di pintu masuk sekretariat negara.

Mantan advokat yang juga seorang tunanetra itu menegaskan perlu ada suatu model yang lebih menjamin bantuan terhadap tunanetra misalnya antara martabat dengan murni silaturahmi dengan tetap mengutamakan kemananan.

"Saya berpendapat memberikan uang saat silaturahmi tidak perlu lagi dilakukan. Kalaupun mau membantu penyandang cacat sebaiknya dalam bentuk lain yang lebih terhormat," ujarnya.

Ia menegaskan motivasi presiden mulia dan patut di contoh banyak orang di tengah rendahnya kepedulian. "Namun tatacaranya tentu tidak mesti dengan uang tunai yang berdampak pada hilangnya nyawa," katanya.

Saharuddin menyatakan  tradisi open house sangat baik. "Tetapi ini kemudian terbelokkan dari semula silaturahmi menjadi  maksud lain," katanya.

Ia ingat motivasi awal Presiden memberi "buah tangan" yang lebih pada rasa ingin membantu saat ditanya tunanetra yang berkunjung ke istana itu mengaku berasal dari Bali, Yogyakarta dan Jawa Timur. Beliau akhirnya tergugah dan minta stafnya menyediakan uang untuk dibawa pulang.

"Kabar presiden memberikan buah tangan pada Idul Fitri 1430 H lalu sebesar Rp250 ribu telah menjadi magnet bagi tunanetra lain untuk datang ke istana. Mereka yang keistana jadinya sudah ada motivasi lain," ujar Saharuddin.

Sebelum lebaran Saharuddin menyatakan ke Jawa Timur dan sempat mendengar pembicaraan tunanetra yang saling mengajak berangkat ke Jakarta untuk silaturahmi dengan Presiden karena akan mendapat uang senilai Rp300 ribu.

"Informasi itu mengalir dari mulut ke mulut walaupun tidak ada kepastian apakah memang Presiden akan memberikan buah tangan. Tunanetra telah saling menginformasikan sesuatu yang nuansanya merendahkan martabat sendiri," tegasnya.
(ANT/A038/BRT)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010