Jakarta (ANTARA News) - Kegiatan silaturahim terbuka (open house) di hari pertama perayaan Idul Fitri 1431 H di kediaman Aburizal Bakrie, di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat malam, terlihat layaknya perhelatan politik lantaran sekaligus berkumpulnya politisi partai Golongan Karya (Golkar).

Para elite partai berlambang pohon beringin tersebut, yang kemudian banyak diwarnai oleh dialog-dialog sarat bernuansa politik, termasuk lahirnya gagasan-gagasan segar menanggapi sejumlah problematik bangsa terkini.

"Biasalah kalau sudah begini. Anggap saja sedang merapatkan barisan sekaligus kumpul ide," kata Anton Lesiangi, salah satu kader senior Partai Golkar kepada ANTARA News.

Sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golar gerak-gerak Aburizal Bakrie bersama elite partai itu sering jadi sorotan publik, utamanya terkait kemungkinan berlangsungnya perombakan  (reshuffle) kabinet pada Oktober 2010.

"Saya kira itu tak dibahas di sini. Kami lebih konsern menyikapi soal-soal yang menyangkut percepatan pembangunan demokrasi sejalan dengan amanat reformasi dalam tatanan hukum yang bernar-benar adil, berwibawa, tidak tebang pilih serta bermartabat, juga memberi rasa keadilan wajar kepada publik," kata Fayakhun Andriadi, kader muda Golkar di DPR.

Anggota Komisi I DPR RI (bidang Politik Luar Negeri, Pertahanan Keamanan, Informasi dan Komunikasi, serta Intelijen Negara) ini kemudian menunjuk pola pengajuan calon-calon tunggal untuk posisi-posisi strategis.

"Jika begini kan pihak Eksekutif seolah ingin mendorong proses demokrasi berjalan mundur. Tanpa bermaksud mencampuri kewenangan eksekutif, maka sebaiknya pengajuan calon tunggal untuk jabatan-jabatan strategis, seperti Panglima TNI, Gubernur Bank Indonesia, Kapolri, dan Jaksa Agung jangan lagi terjadi," tegasnya.

Kalau ini terus dipaksakan, ia menilai, berarti ada upaya menjadikan legislatif kembali ke posisinya di masa lalu, yakni hanya jadi "tukang stempel" kebijakan eksekutif.

"Kan dalam alam demokrasi, setiap upaya memilih yang terbaik, harus dipilih bukan dari satu orang saja. Ini bukan pemilihan namanya, tetapi penunjukkan langsung," katanya dalam bincang-bincang cukup serius dengan beberapa rekannya, baik itu kalangan Legislatif, Profesional maupun penggiat LSM serta pers.

Dari lingkup elite partai, selain Wakil Ketua Umum DPP PG, Theo L Sambuaga, kediaman Aburizal Bakrie semakin dimarakkan oleh kehadiran Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) bersama jajarannya di DPR RI.

Belasan kader Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) juga tak ketinggalan ikut mewarnai kegiatan tersebut.

Begitu pula beberapa fungsionaris Kelompok Induk Organisasi (Kino) seperti dari Sentral Organisasi Karya Swadiri Indonesia (SOKSI), Kesatuan Organisasi Gotong Royong (Kosgoro) dan Musyawarah Kerjasama Gorong Royong (MKGR) yang merupakan Ormas-ormas Kekaryaan Pendiri PG.

Dua kader PG yang ditemui ANTARA News, yakni Berny Tamara dan Dharma Oratmangun, mengatakan bahwa soal reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, itu sepenuhnya kewenangan Presiden RI.

"Partai Golkar memang ingin terus mewarnai pemerintahan ini dengan gagasan-gagasan segar serta kaya akan karya nyata yang menjadi ciri khas politik kami, yakni berkarya bagi rakyat," kata Berny Tamara.

Ia menambahkan, memang publik sekarang sering `gregetan` menyaksikan tampilan dan kinerja sejumlah anggota kabinet yang kurang maksimal mengartikulasikan amanat penderitaan rakyat (Ampera).

Dharma Oratmangun lalu menunjuk cara penanganan insiden perbatasan RI-Malaysia yang sangat kental cara pandang berbeda dengan keinginan rakyat.

Bukan hanya soal cara penanganan insiden RI-Malaysia yang keluar dalam perbincangan, tetapi juga masalah-masalah terkait tidak kompaknya koordinasi antar unit di lingkup kabinet, sehingga sering menjadikan publik bingung.

"Padahal kan kita ini melaksanakan Ampera, bukan amanat penguasa," tandasnya lagi.

Ketika ditanya, apakah hal-hal seperti ini yang menjadikan reshuffle sebuah urgensi, langsung dijawab spontan keduanya: "Itu hak Presiden RI".
(T.M036/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010