Bengkulu (ANTARA News) - Masyarakat Desa Sungai Ipuh,Selagan Raya  Mukomuko, punya cara khas dalam memupuk persaudaraan, khususnya saat Lebaran tiba.

Setiap kali menjelang Idul Fitri, masyarakat Sungai Ipuh menggelar tradisi pemotongan kerbau untuk dijadikan bahan dasar gulai sempedeh atau disebut juga asam pedas.

Menyambut Lebaran 1431 Hijriah, masyarakat kembali menjalankan tradisi tersebut untuk menunjukkan suka cita datangnya Hari Kemenangan.

"Tahun ini jumlah kerbau yang dipotong lebih sedikit karena dua bulan lalu ada serangan penyakit ngorok pada kerbau yang ada di desa ini," kata Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Sungai Ipuh Barlian, sehari menjelang Lebaran.

Sebanyak delapan ekor kerbau akan dipotong setelah salat zuhur dengan memilih kerbau terbaik dan terjamin kesehatannya.

"Pemotongan dilakukan di lapangan dan saat pemotongan juga sudah disaksikan penduduk desa karena setelah dipotong langsung dibagi di tempat saat itu juga," katanya menjelaskan.

Pada saat itu, kata dia, terlihat betapa akurnya warga Sungai Ipuh. Persaudaraan mereka akan lebih diikat dengan menu yang akan mereka masak setelah pemotongan kerbau itu selesai.

Sistem pembagian daging, kata dia, tidak berdasarkan harga per kilogram tetapi dibagi sesuai dengan jumlah daging setelah dikelompokkan menjadi tumpukan seharga Rp100 ribu per tumpuk.

Untuk mendapatkan daging ini beberapa keluarga bisa bergotong royong membeli setiap tumpukan daging dengan harga tersebut kemudian dibagi rata.

"Bagi yang mampu membeli satu tumpukan bisa langsung membeli. Tapi biasanya daging ini sudah dipesan satu minggu sebelum pemotongan," katanya.

Barlian mengatakan, pemotongan daging kerbau juga sudah dilakukan masyarakat setempat satu hari sebelum datangnya bulan Suci Ramadhan.

Tradisi pemotongan kerbau ini memang dilakukan saat menyambut bulan suci Ramadhan dan akan dilakukan kembali saat menyambut Idul Fitri.

Asam pedas
Setelah daging dibawa ke rumah masing-masing, warga pun segera melakukan kegiatan yang sama.

Seluruh daging kerbau yang dibagikan kepada masyarakat itu dimasak dengan bumbu yang sama yang disebut gulai sempedeh atau asam pedas.

Dari namanya sudah bisa ditebak rasa masakan khas setempat itu yaitu gulai daging rasa asam yang pedas.

Kuliner ini unik, yaitu tanpa santan kelapa. Ini berbeda dengan masakan lain yang biasa dibuat masyarakat Desa Sungai Ipuh yang berada di zona penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) itu.

"Masakan ini tanpa santan kelapa, cukup berbeda karena kami selalu menggunakan santan dalam menu sehari-hari," kata seorang warga setempat, Nurjanah.

Memang tanpa santan. Tapi, masakan itu tampil dengan bumbu yang kaya: cabe, jahe, lengkuas, bawang putih, bawang merah, daun jeruk, serai ketumbar, dan dua sendok makan minyak manis.

Semua bumbu digiling halus, kecuali bawang yang diiris halus dan digoreng terlebih dahulu hingga harum.

"Kemudian bumbu halus dimasukkan. Setelah wangi baru daging kerbau dimasukkan dicampur dengan air dan garam secukupnya, dimasak hingga daging empuk," katanya menjelaskan.

Gulai sempedeh yang melambangkan persaudaraan dan persatuan akan menjadi menu wajib masyarakat setempat setelah menyambut malam takbiran sebagai tanda datangnya Hari Kemenangan.
(K-RNI/A038)

Oleh Rini Sipayung
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010