Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan perlindungan dan pertukaran data pribadi nasabah yang belum dijamin oleh undang-undang, menjadi salah satu satu tantangan kolaborasi perbankan dengan pihak nonperbankan, termasuk pelaku teknologi finansial atau fintech.

"Merespon kolaborasi fintech dan perbankan, kita melihat tantangan-tantangan yang ada supaya nanti kolaborasinya dapat berjalan dengan lebih baik. Kita berharap ketika perbankan bekerjsama dengan fintech, maka perlu diperhatikan juga prinsip perlindungan data, walau kita belum ada UU Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP," kata Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK Tony dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.

Namun kata dia OJK minta perbankan perhatikan hal tersebut dan juga bagaimana kebijakan data transfer sehingga tidak melanggar rahasia bank yang memang diatur oleh UU Perbankan.

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) hingga kini belum juga disahkan sejak masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas tahun 2020 dan berlanjut pada tahun ini. RUU tersebut masih dalam tahap pembahasan oleh legislator.

Baca juga: Kemenkeu dukung kolaborasi antara perbankan dan fintech

Tantangan kedua, lanjut Tony, yaitu risiko kebocoran data nasabah. Otoritas pun meminta perbankan untuk menerapkan kebijakan tata kelola data yang baik.

"Tentunya kedua, kami minta terkait bagaimana kebijakan tata kelola data tersebut. Ketika data itu dikelola oleh bank dan bagaimana itu dikelola oleh fintech," ujar Tony.

Adapun tantangan berikutnya yaitu terkait risiko serangan siber dan risiko pihak ketiga. Untuk risiko serangan siber, OJK meminta perbankan menerapkan cyber security management, cyber security assesment, cyber security exercise, dan cyber security reporting yang mengacu kepada standar internasional. Sedangkan untuk risiko pihak ketiga, OJK meminta perbankan memiliki kebijakan alih daya atau outsourcing dan standar kerja sama bank dengan pihak ketiga.

Tony menyampaikan, secara umum OJK sangat mendukung adanya akslerasi transformasi digital perbankan serta kolaborasi dan kerja sama yang erat antara berbagai lembaga jasa keuangan dalam mendukung ekosistem ekonomi digital. Hal itu tertuang dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025 dan Blueprint Transformasi Digital Perbankan.

Baca juga: BI paparkan cara percepat kolaborasi bank dengan fintech

Dari sisi perbankan sendiri, OJK memiliki tiga prinsip utama untuk mengembangkan trasnformasi digital perbankan. Pertama, otoritas sangat mendorong adanya inovasi pada perbankan, terutama inovasi-inovasi produk dan juga kecepatan layanan perbankan.

Namun, ketika inovasi produk itu terjadi, perbankan tetap diminta memerhatikan aspek prudensial agar perbankan tetap beroperasi secara aman dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat akan layanan perbankan digital.

"Dan tentunya untuk kali ini OJK pada saat ini sedang menyusun Blueprint Transformasi Digital Perbankan dan tentunya akan semoga bisa selesai pada tahun ini. Akan kita keluarkan pada tahun ini," kata Tony.

Tony menambahkan, OJK mendorong kolaborasi antara pihak bank dengan pihak ketiga, baik lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan, antara lain dalam bentuk platform sharing dan infrastructure sharing, serta distribusi dan penawaran produk.

"Melihat perkembangan ke depan, perbankan memang semakin mengarah menjadi super apps. Saat ini berbagai bank sudah mulai membuka dalam aplikasinya link dengan e-commerce. Seperti BCA Mobile, sudah ada link dengan blibli, tiket.com, dan demikian juga bank-bank lain mereka sudah membentuk semacam super apps. Tentunya semua itu dikembangkan melalaui open API. Jadi ada open API yang dikembangkan dalam apps bank tersebut," ujar Tony.

Sementara secara kerjasama, juga sudah ada beberapa kerja sama yang dilakukan baik dari sisi lending maupun kerjasama lainnya. Dari sisi lending, terdapat skema channeling maupun skema referal yang sudah mulai dilakukan baik oleh bank umum dengan fintech maupun BPR dengan fintech.

"Bahkan terakhir OJK terkait skema channeling dan referal ini sudah membuat suatu pedoman kerja sama antara BPR dan fintech. Karena kita mendorong bagaimana BPR itu bisa bekerjasama dengan fintech sehingga dapat meningkatkan tingkat inklusi, bukan saja di level kota-kota besar tapi sampai ke level pelosok yang merupakan nasabah-nasabah BPR," ujar Tony.

Selain itu, juga ada skema sistem pembayaran di mana bank dan fintech memang bekerjasama. Pada umumnya, fintech bekerjasama dengan bank untuk penyediaan escrow atau cash management terutama bagi fintech peer to peer lending dan penyediaan akses terhadap data yang ada di bank melalui open Application Programming Interfaces (API).

"Tentunya itu adalah data-data tertentu yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku, artinya tidak melanggar rahasia bank," kata Tony.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021