Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian terus memacu sektor industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika (ILMATE) agar dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi perekonomian nasional, terutama dalam subtitusi produk impor..

“Kinerja ekspor dari sektor ILMATE masih menjadi primadona di tengah situasi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Diharapkan, kontribusinya mampu mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional,” kata Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Taufiek Bawazier di Jakarta, Kamis.

Pada triwulan I tahun 2021, nilai ekspor sektor ILMATE menembus angka 12,4 miliar dolar , naik sebesar 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya 9,7 miliar dolar. Selain itu, nilai investasi sektor ILMATE juga terus menunjukkan tren positif, dengan nilai penanaman modal triwulan I-2021 sebesar Rp40,361 triliun.

Baca juga: Tiga pendekatan Kemenperin pacu substitusi impor 35 persen sektor IKFT

“Industri logam masih menjadi kontributor terbesar, baik dalam nilai ekspor dan nilai investasi, dengan nilai ekspor 5,6 miliar dolar dan nilai investasi sebesar Rp27,68 triliun,” kata Taufiek melalui keterangan tertulis.

Guna membangkitkan kembali gairah usaha para pelaku industri di tanah air, kats dia, Kemenperin telah mengeluarkan jurus substitusi impor 35 persen pada tahun 2022.

Langkah ini dijalankan secara simultan dengan peningkatan utilisasi produksi, mendorong pendalaman struktur industri, dan peningkatan investasi.

“Sektor ILMATE sendiri memiliki target untuk menurunkan impor sebesar Rp37,28 triliun hingga tahun 2022, dari total 106 nomor HS (komoditi), mulai dari logam, kendaraan bermotor, sepeda, peralatan elektronik maupun alat kesehatan,” kata Taufiek.

Pada tahun 2020 impor di sektor ILMATE turun mencapai Rp21,01 triliun.

Baca juga: Kemenperin: Ekonomi berkelanjutan berpotensi dorong subtitusi impor

Adapun beberapa langkah strategis yang sedang diupayakan oleh Kemenperin untuk memacu substitusi impor tersebut , antara lain terkait Minimum Import Price (MIP), kuota impor maupun perizinan impor. Kemudian, penerapan Pre-Shipment Inspection pada produk impor, serta pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditi tertentu, dan diarahkan ke Pelabuhan di luar Jawa.

Berikutnya, melakukan pembenahan LSPro, mengembalikan kebijakan post border ke kebijakan border dan melakukan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat, menaikkan tarif MFN bagi komoditi yang tinggi nilai impornya dan telah ada industrinya di dalam negeri, serta menaikkan implementasi Trade Remedies.

“Selain itu, perlu dilakukan juga penerapan kebijakan P3DN secara tegas; pemberlakuan SNI Wajib dan Technical Barrier to Trade (TBT), serta pengenaan bea keluar untuk beberapa komoditi primer dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri,” katanya.

Taufiek optimistis berbagai langkah strategis tersebut dapat menekan dan menurunkan nilai impor industri manufaktur, termasuk sektor ILMATE.
Bahkan, mampu mendorong penguatan daya saing dan kemandirian sektor industri nasional.

“Kami yakin, dengan terus melakukan berbagai upaya strategis dan kerja sama yang dibangun dengan berbagai pihak, target penurunan impor 35 persen hingga tahun 2022 dapat tercapai,” ujarsnya.

Beberapa waktu lalu, dilaksanakan forum sinergitas untuk merumuskan percepatan program substitusi impor 35 persen, yang melibatkan seluruh stakeholder terkait seperti dari pihak asosiasi, industri, pemerintah, dan BUMN.

“Forum ini juga diharapkan dapat menjalin sinergi dalam upaya program penyerapan produk dalam negeri pada proyek pemerintah dan BUMN, yang merupakan salah satu strategi utama substitusi impor,” ujar Taufiek.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021