Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo setelah mendengar keluhan para sopir mengenai praktik premanisme dan pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Pak Kapolri, saya ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para 'driver' kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT (New Priok Container Terminal) 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu," kata Presiden Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Kamis.
"Siap," jawab Kapolri.
"Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak 'driver' yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," ujar Presiden,
"Siap Bapak," jawab Kapolri.
Presiden Jokowi memang menerima keluhan dari para sopir kontainer yang sehari-hari bekerja hilir mudik di Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, di Pelabuhan Tanjung Priok.
Presiden menanya kebenaran keluhan dari media sosial, terutama driver banyak yang mengeluh karena urusan bongkar muat.
Baca juga: Presiden Jokowi tinjau vaksinasi di Pelabuhan Tanjung Priok
"Tolong nanti diceritakan problemnya sehingga kita kita bisa mencarikan jalan keluar dan tidak usah takut dengan Pak Menteri atau pimpinan-pimpinan di pelabuhan di sini, disampaikan apa adanya kalau bisa ada jalan keluarnya saya carikan jalan keluar secepat-cepatnya," kata Presiden.
Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer lalu menceritakan soal kriminalitas yang terjadi di pelabuhan.
"Pada saat macet, kawan-kawan ini diambillah barangnya, kalau di Tanjung Priok ini disebutnya asmoron Pak, ketika macet ambil barang dari kendaraan secara diam-diam, ada juga kalau terorganisir preman-premannya di daerah rawan naik ke atas mobil," kata Agung.
"Kan ini kontainer, jadi barang yang diambil dari mana?" tanya Presiden.
Agung mengaku barang kendaraan yang dimaksud adalah ban, aki, terkadang kadang juga barang milik pribadi, seperti handphone serta uang. Sopir kontainer mengaku jika kondisi macet ada orang yang tiba-tiba menaiki mobil dan membawa celurit serta menodong sopir.
"Kalau berani naik ke mobil, ditodong, diminta barang-barang kita, 'handphone', dompet, uang jalan habis yang sering teman-teman dari luar kota," ungkap Agung.
Dia mengaku dari dulu masyarakat sekitar tidak ada yang berani menolong, walaupun dalam keadaan ramai.
"Dulu itu enggak ada yang berani menolong, Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan, karena dia takut, kalau posisinya nanti dia membantu, preman-preman itu akan menyerang balik ke dirinya. Maka dia lebih memilih tutup kaca dan itu memprihatinkan sekali begitu, Pak," cerita Agung.
Baca juga: Bea Cukai Priok janji perkuat sistem cegah pungli
Mendengar keluhan tersebut, Jokowi kembali menanyakan apakah hingga saat ini masih terjadi aksi penodongan tersebut.
"Masih Pak, tapi tidak seperti dulu, sudah terminimalisir, sekarang sudah saling kenal, ayo kita tolong bareng-bareng," ungkap Agung.
"Lalu pungutan Depo Fortune, NPCT 1, sama Depo Dwipa bener gak?" tanya Presiden.
"Benar Pak. (Mereka) itu meminta imbalan lah, kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma namanya Depo Seacon sama Depo Puninar, agak bersih sedikit. Lainnya hampir rata-rata ada pungli, Pak," jawab seorang sopir yang mengaku namanya Abdul Hakim Sitompul.
"Siapa yang pungli?" tanya Presiden.
"Dari karyawan," jawab Hakim.
"Contoh, Kita kan bawa kontainer nih, kosongan lah atau pun mau ambil (dalam keadaan) kosongan. Nah, kita laporan, kan. Diambillah. Itu harus ada uang tip, ia bilang 'Boleh, ya?' atau lima ribu paling kadang-kadang Rp15 ribu, ada yang Rp20 ribu. Itu, kalau enggak dikasih, ya masih dikerjakan cuma diperlambat. Alasannya, 'Yang sana dulu, yang ada duitnya' katakan saya begitu, tapi kalau mereka itu enggak mau ngomong, Pak. Jadi begitu kira-kira, Pak pungli di dalam depo itu, Pak," jelas Hakim.
Baca juga: Banyak pungli terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok
Sementara soal premanisme, menurut hakim akar masalahnnya adalah kemacetan.
"Kalau lancar, (premanisme) ini mungkin tidak ada, Pak. Jadi ini kendala kita ini kemacetan aslinya, Pak. Seperti contoh kemarin kemacetan sudah viral pada saat itu namanya kemacetan 'naudzubillah min dzalik' sampai sehari itu ada yang kena todong saat mengantri di jalan raya mulai pos 8 sampai ke sana dari Utara, Cakung macet lagi, di situ kejadian premanisme," kata Hakim.
Hakim pun meminta agar Presiden Jokowi mencarikan solusi dari masalah pungli dan premanisme tersebut.
"Karena kami, Pak sakit hati sebenarnya, Pak kalau dibilang sakit hati. Saya kira begitu. Tidak ada kenyamanan untuk sopir kami, sopir-sopir yang mengemudi di Tanjung Priok, belum lagi luar kota, hampir sama semua premanisme dan pungli banyak, mungkin bapak sudah tahu," ungkap Hakim.
Terhadap keluhan-keluhan tersebut, Presiden pun mengaku akan terus mengikuti perkembangan penyelesaian masalah pasca menelepon Kapolri.
"Saya sudah perintah langsung ke Kapolri untuk dicek ke lapangan nanti juga akan langsung melapor ke saya. Ini juga sudah didengar oleh Pak Kapolda Metro tapi saya gak perintah langsung, tapi perintah ke Kapolri supaya semuanya jelas dan bisa diselesaikan di lapangan. Nanti akan saya ikuti proses ini," kata Presiden.
Baca juga: DPR apresiasi KPK terkait temuan pungli di BC Tanjung Priok
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021