Jakarta (ANTARA) - Lembaga Advokasi Halal (Indonesia Halal Watch) menyambut baik Ketetapan Majelis Ulama Indonesia sesuai Nomor Kep-49/DHN-MUI/V/2021 tentang Perubahan Waktu Berlakunya Ketetapan Halal yang sebelumnya dua tahun menjadi empat tahun.

“Ketetapan MUI tersebut sejalan dengan regulasi sertifikasi halal sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Pasal 78,” ujar Direktur Eksekutif IHW, Dr H Ikhsan Abdullah SH, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH yang merupakan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. Dengan diberlakukannya mandatory sertifikasi halal (kewajiban sertifikasi halal) sebagaimana Pasal 4 UU JPH, merupakan kewajiban bagi pelaku usaha untuk mencantumkan label halal pada produknya serta wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan perpanjangan sertifikat halal paling lambat tiga bulan sebelum masa berlaku sertifikat berakhir.

Baca juga: CIPS: kawasan industri halal potensial dongkrak produk nasional

“Dengan ditetapkannya masa berlaku sertifikat halal dari dua tahun menjadi empat tahun, BPJPH dapat menerbitkan perpanjangan sertifikat halal tanpa melalui proses pemeriksaan dan audit. Sedangkan bagi pelaku usaha yang melakukan perubahan atas komposisi bahan atas produk yang telah memperoleh sertifikat halal sebelumnya, maka kepada pelaku usaha tersebut dilakukan pemeriksaan dan audit sesuai dengan persyaratan yang berlaku,” terang dia.

Ketentuan itu merupakan kemudahan dan keleluasaan bagi dunia usaha untuk mempersiapkan permohonan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dibandingkan dengan masa berlaku sebelumnya yaitu dua tahun.

IHW dalam hal ini menyarankan kepada para pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikat halal agar tetap menjaga komitmen Sistem Jaminan Halal (SJH) atas produknya tersebut sejak diterbitkannya sertifikat halal dan seterusnya. Hal itu dikarenakan dokumen perubahan PPH dan komposisi dalam suatu produk, tidak dijadikan salah satu persyaratan dalam perpanjangan sertifikat halal, yang mana dokumen itu perlu dipersyaratkan sebagai bukti dari surat pernyataan Pelaku Usaha bahwa benar tidak ada perubahan PPH dan komposisi.

Untuk menjaga komitmen para pelaku usaha atas SJH, maka diperlukan pengawasan terhadap para penyelia halal yang ditempatkan di perusahaan tersebut, demi menghindari adanya pelaku usaha yang tidak jujur dalam menjaga kehalalan produk setelah mendapatkan sertifikat halal.

“IHW juga mengapresiasi upaya yang dilakukan LPPOM MUI dalam melakukan adaptasi dengan melakukan system audit baru yang diberi nama MOSA (Modified on-site Audit) pada masa pandemi yang sebelumnya dilakukan secara fisik, artinya auditor halal bisa melakukan audit dengan cara virtual. Hal ini disamping membantu proses kepastian dilakukannya audit sehubungan dengan permohonan sertifikat halal, juga sebagai upaya pembatasan dan pemutusan mata rantai COVID-19, serta sangat efisien dalam sisi pembiayaan. IHW mengharapkan agar LPPOM MUI dan Kementerian Agama-BPJPH terus dapat melakukan perubahan sistem menyesuaikan budaya baru di masa pandemi,” terang dia.*

Baca juga: Membawa produk halal nasional ke pasar global
Baca juga: Pentingnya UMKM mengenal dan hadirkan kuliner halal
Baca juga: Wapres: Sertifikat halal penting hasilkan nilai tambah produk


 

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021