Hasil dari industri refraktori ini umumnya digunakan sebagai pelapis untuk tungku, kiln, insinerator, dan reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan pengecoran logam
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat rantai pasok industri refraktori sehingga dapat berdaya saing, baik di kancah domestik maupun global, mengingat industri tersebut padat modal di samping mengimplementasi kebijakan substitusi impor.

“Kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta energi yang berkesinambungan dan terjangkau sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Selasa.

Industri refraktori dinilai sebagai salah satu sektor strategis karena produksinya untuk menopang kebutuhan berbagai manufaktur lainnya.

“Hasil dari industri refraktori ini umumnya digunakan sebagai pelapis untuk tungku, kiln, insinerator, dan reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan pengecoran logam,” katanya melalui keterangan tertulis.

Khayam optimistis, industri refraktori ini tumbuh berkembang dan memiliki performa gemilang, akan mendukung kinerja sektor industri pengolahan nonmigas, khususnya kelompok industri bahan galian nonlogam.

“Pada triwulan I tahun 2021, kontribusi industri bahan galian nonlogam terhadap industri pengolahan sebesar 2,57 persen dan perkembangan nilai investasi industri bahan galian nonlogam mencapai Rp5,46 triliun,” ujarnya.

Karena itu pihaknya bertekad untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui penerapan berbagai program dan kebijakan yang tepat sasaran.

“Langkah yang perlu diakselerasi, antara lain mewujudkan rantai pasok industri refraktori yang solid dan mengoptimalkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Hal ini nantinya dapat membantu tercapainya target substitusi impor 35 persen pada tahun 2022,” katanya.

Saat ini, kebutuhan nasional terhadap produk refraktori mencapai 200.000-250.000 ton per tahun. Sementara itu, industri dalam negeri memasok kebutuhan tersebut sebesar 88.000 ton per tahun.

“Industri refraktori merupakan industri padat modal yang membutuhkan bahan baku dari sumber daya alam,” kata Khayam.

Guna memacu produktivitas industri refraktori, Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan menyampaikan perlu juga upaya untuk menarik investasi, menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, dan pemanfaatan teknologi digital atau industri 4.0.

“Kemenperin akan melaksanakan program vokasi D1 Refraktori untuk bantu memenuhi dan meningkatkan kualitas SDM-nya. Selain itu, dengan terbentuknya suatu sistem rantai pasok yang solid, diharapkan proses untuk menuju Indonesia 4.0 akan lebih mudah tercapai,” tutur Adie.

Saat ini, terdapat 30 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Industri Refraktori dan Isolasi Indonesia (Asrindo).

Ketua Umum Asrindo Basuki Sudarsono mengatakan produk jadi refraktori dibuat dari bahan baku dasar alumina dengan komposisi 95 persen impor dan hanya 5 persen yang menggunakan produk lokal. Sedangkan, produk refraktori bermerek global saat ini diimpor lebih dari 50 persen atau nilainya kurang lebih Rp2,2 triliun.

Baca juga: Kemenperin: Kawasan industri di Kendal jadi percontohan nasional
Baca juga: Kemenperin rancang SNI wajib produk refraktori
Baca juga: Kemenperin pacu subtitusi impor produk refraktori

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021