Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Seksi Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau, Hutomo, mengatakan harimau liar yang berkonflik dengan manusia di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu akan direlokasi.

"Sesuai dengan standar prosedurnya, apabila keberadaan harimau makin berbahaya bagi manusia, maka akan ditangkap dan dipindahkan," kata Hutomo ketika dihubungi dari Pekanbaru, Kamis.

Konflik antara manusia dengan harimau Sumatra di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu, Kabupaten bengkalis, Provinsi Riau, makin memanas akibat harimau liar terus berkeliaran di dekat permukiman warga hingga jatuh korban manusia dan hewan ternak.

Konflik tersebut tepatnya terjadi di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, yang berada di dalam kawasan penyangga cagar biosfer.

Harimau yang satu ekor itu telah memangsa seorang buruh kelapa sawit bernama Sugianto pada awal pekan ini. Bahkan, harimau liar itu makin mengganas setelah seekor sapi milik warga juga mati diterkam pada Kamis pagi.

Kondisi desa sampai kini terus mencekam karena keberadaan harimau itu membuat warga takut keluar rumah. Menurut Hutomo, pihaknya terus berupaya melakukan pengusiran, namun satwa belang itu tetap berkeliaran di sekitar permukiman.

"Kami masih mengkaji rencana penangkapan harimau karena harus mencari tempat untuk relokasinya. Namun, tindakan yang dilakukan memang mengarah ke sana," ujarnya.

Menanggapi rencana relokasi itu, Humas WWF Riau Syamsidar mengatakan yang terpenting untuk mencegah konflik harimau-manusia adalah dengan cara melindungi habitat satwa belang tersebut.

Daerah konflik itu dahulu adalah hutan dan mulai rusak akibat pembalakan liar. Desa Tanjung Leban sendiri baru terbentuk sekitar tahun 2000, dan pembukaan lahan untuk kelapa sawit mulai terjadi.

"Apalagi daerah konflik itu masuk dalam ekosistem cagar biosfer. Kenapa harus harimau yang direlokasi dari habitatnya," ujarnya.

Humas WWF Riau, Syamsidar, mengatakan lokasi konflik harimau-manusia itu berada di salah satu area konsesi perusahaan PT Sakato Pratama Makmur, mitra pemasok bahan baku industri pulp dan kertas Asia Pulp and Paper (APP).

Perusahaan itu mendapatkan izin tebang dari Menteri Kehutanan pada tahun 2010 seluas 5.932 hektare.

Daerah operasi perusahaan mitra Asia Pulp and Paper itu juga berada di kawasan zona penyangga kawasan konservasi Cagar Biosfer Bukit Batu yang memiliki area seluas 21.500 hektare lebih.

Menurut Syamsidar, konflik harimau-manusia di daerah itu juga disebabkan oleh kebijakan "setengah hati" dalam pengelolaan habitat harimau Sumatra (Phantera tigris sumatrae).

Berdasarkan data WWF, seorang warga juga tewas diterkam harimau pada Agustus di konsesi hutan tanaman industri PT Ruas Utama Jaya, yang juga pemasok bahan baku APP di lanskap konservasi harimau Hutan Senepis.

Cagar Biosfer Bukit Batu awalnya merupakan kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) yang berada di barat daya Kabupaten Bengkalis, dan tahun 2003 disatukan dengan SM Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektare yang berada di utara Kabupaten Siak.

Empat perusahaan mitra APP yang berada di bawah naungan Sinar Mas Forestry sepakat tidak mengeksploitasi kawasan hutan produksi yang memisahkan kedua wilayah konservasi itu, yang kemudian menjadi koridor ekologi sesuai dengan usulan peneliti LIPI.

Setelah melalui tahapan, organisasi PBB bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan , UNESCO menetapkan Giam Siak Kecil-Bukti Batu sebagai cagar biosfer di Pulau Juju, Korea Selatan, 26 Mei 2009.
(F012/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010