Dia tak berhenti melakukan karya kemanusiaan produktif dan positif. Raganya terpenjara, namun pikiran, cita-cita, dan produktivitasnya merdeka. Setiap minggu dia menulis di media massa. Tiga kali seminggu mengisi kuliah tujuh menit di mushola Mabes P
Jakarta (ANTARA News) - Satu malam, telepon di Asrama IPB Felicia, berdering. Di ujung telepon, suara bariton terdengar, mengabarkan bahwa tokoh nasional yang dijadwalkan menjadi pembicara utama pada Latihan Kepemimpinan Nasional yang kami selenggarakan waktu itu, berhalangan hadir.

Pelatihan kepemimpinan itu adalah program pamungkas di masa kepengurusan kami, memimpin satu organisasi ekstrauniversiter di Bogor.

Saya telah bertekad, acara itu harus berhasil. Sebagai penanggungjawab acara, saya diminta panitia mencari solusi untuk ketidakhadiran sang tokoh.

Sejenak saya berpikir. Dan karena tema besar pelatihan adalah wawasan internasional untuk mahasiswa, saya usul mengundang pakar kelautan yang pandangan dan pengalamannya berkaliber internasional. Namanya Rokhmin Dahuri. Dia baru saja menyelesaikan studinya di Universitas Dalhausie, Kanada.

Panitia menyetujui permintaan saya.

Saya bergegas menelepon Rokhmin, mendekati larut malam.

Didahului permintaan maaf karena mendadak meneleponnya, saya sampaikan keinginan kami untuk mengundangnya ke acara itu.

Rokhmin langsung menyanggupi.

Esoknya, dengan Suzuki Carry biru, dia tiba tepat waktu di Universitas Nusa Bangsa, tempat acara diselenggarakan. Suka cita saya menyambutnya.

Dia menyampaikan materi yang penuh wawasan baru dan energi, menyemangati mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia agar siap menghadapi kompetisi global, dengan kompetensi.

Membangun jejaring adalah kata yang acap diucapkannya kala itu. 

Dia ingin mahasiswa memiliki keyakinan, impian, kegigihan, upaya tak henti membangun dan mengasah kompetensi.

Dari beberapa teman, saya kemudian tahu, Rokhmin amat jarang menolak undangan menjadi pembicara di acara yang diselenggarkan mahasiswa, bahkan jika diselenggarkan di akhir pekan.

Dia kerap membantu mendanai acara-acara kemahasiswaan dan kemasyarakatan, dari sebagian gaji dan honorariumnya sebagai dosen dan peneliti.

Dia setia berorganisasi, bahkan menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Oceanologi Indonesia, Ketua Komite Pengembangan Ekonomi Maritim-Kadin dan berbagai organisasi profesi internasional lainnya.

Ia sendiri tercatat sebagai pakar "Coastal and Ocean Management" tersenior negeri ini.

Setelah saya lulus dan kemudian bekerja, kami masih sering berkomunikasi. Ia selalu terus menjaga silaturahmi, sekalipun hanya lewat telepon.

Pada 1995, dari media, saya mengetahui dia terpilih menjadi Dosen Teladan I Tingkat Nasional, disusul Dr. Hasanuddin Z. Abiddin (ITB), Dr. Amin Subandrio (UI), Dr. Daniel Rasyid (ITS), dan Dr. Ganjar Kurnia (UNPAD).

Menurut beberapa teman yang pernah dibimbingnya, Rokhmin adalah pembimbing dan penguji yang keras sekaligus disiplin, namun mendidik.

Sedangkan sebagai penguji, seorang teman berbagi cerita dengan saya, Rokhmin mempunyai standar pengujian tinggi, tak main-main dengan jaminan kualitas produk program pendidikan tinggi.

Rupanya, keyakinan, mengelola impian, gigih mewujudkannya, terus mengasah kompetensi dan rajin bersilaturahmi, dia pupuk sejak muda di Kota Udang, Cirebon.

Putera seorang nelayan ini selalu menjadi lulusan terbaik, dari SD, SMP, SMA, IPB, sampai program doktornya di Universitas Dalhausie.

Saya yakin, suatu waktu, dia bakal mampu mewujudkan impiannya, berbuat yang terbaik bagi nelayan dan petani ikan.

"Do the best, God would take the rest," kata pepatah bijak.

Allah SWT mengabulkan mewujudkan impian Rokhmin.

Pada 2002, dia masuk Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputeri untuk mengepalai Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Sejak itu, kami berdua jarang bertemu.  Saya mengikutinya dari media, betapa dia proaktif melancarkan terobosan-terobosan guna menyejahterakan nelayan dan petani ikan.

Saya kemudian tahu bahwa Sekretariat Negara, Kadin, BPKP, BPK dan masyarakat nelayan sangat mengapresiasi kinerjanya sebagai menteri.

Namun pada 2005, angin politik tidak menyertainya.  Tidak ada namanya dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sahabat, Allah SWT Maha berkehendak.

Kali ini, Dia menyayangi Rokhmin dengan cara lain.

Pada 2006, Dosen Teladan ini menghadapi ujian. Ujian menurutku, tapi Rokhmin mungkin menganggapnya "kesempatan lain."

Tentu, tidak mudah baginya menghadapi rangkaian peristiwa yang amat membutuhkan daya tahan spiritual, mental dan raga luar biasa. Pun demikian dengan isteri dan anak-anaknya.

Ia dituduh mengkorupsi dana nonbudgeter di departemen yang pernah dipimpinnya.

Dana nonbudgeter itu dikumpulkan dari pungutan para kepala dinas DKP dan pengusaha yang sudah ada sebelum Rokhmin menjadi menteri.

Belakangan, pungutan itu dihentikan saat Rokhmin disidik KPK.

Tidak seperti menteri sebelum dan sesudahnya, Rokhmin menunjuk seorang pejabat eselon 3 untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana nonbudgeter, baik untuk donasi, dana taktis, bantuan penelitian, maupun berbagai keperluan lain yang tidak dipenuhi dana taktis dan aturan anggaran negara.

Tak dinyana, dokumen itu malah menjadi bukti hukum yang memberatkannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Saya, sahabatnya, sempat menjenguknya di tahanan Mabes Polri dan menghadiri beberapa persidangannya yang selalu ramai oleh  masyarakat nelayan dan sejumlah sahabat.

Saya tak akan menilai proses hukum yang dijalani Rokhmin, karena hukum memiliki "logikanya" sendiri.

Diselingi "dissenting opinion" salah satu hakim, Pengadilan Tipikor memvonisnya tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara.

Seusai sidang saya mendekatinya, memeluk memberinya dukungan moral. Dia adalah guru, sekaligus sahabat terbaik saya.

Saya dapat merasakan langsung, jiwanya tegar menerima putusan itu, jiwanya bertambah kuat. Entah apa pesan yang Allah SWT sampaikan kepadanya.

Kisah Rokhmin adalah cerita perjuangan seorang yang tidak kenal lelah meminta keadilan, namun tak pernah kehilangan energi positifnya menjalani pilihan-pilihan produktif dalam hidupnya.

Dia tak berhenti melakukan karya kemanusiaan produktif dan positif. Raganya terpenjara, namun pikiran, cita-cita, dan produktivitasnya merdeka.

Setiap minggu dia menulis di media massa. Tiga kali seminggu mengisi kuliah tujuh menit (kultum) di mushola Mabes Polri dan masjid LP Cipinang. Ia selalu merintis persahabatan baru di penjara. Setidaknya 14 doktor dan dua master dibimbingnya selama "nyantri" di LP Cipinang.

Tulisan-tulisannya itu lalu dikumpulkan untuk dibukukan, termasuk dua buku kumpulan berjudul "Membangun Kejayaan Indonesia Melalui Pembangunan Berbasis Iptek" dan "Pembangunan Perikanan dan Kelautan Untuk Kesejahteraan."

Dia kitabkan itu dalam buku bertajuk "Demi Masa" dan "Pengalaman Spiritual Rokhmin Dahuri Menghadapi Kasus Dana Non-Budgeter."

Sahabat, hukum sejati tentu milik Sang Maha Kuasa.

Proses membangun kemuliaan manusia akan melewati rangkaian "peristiwa" dalam kehidupan. Bagi Rokhmin, berada di penjara adalah salah satu "peristiwa" itu.

Sejarahlah yang akan mencatat seorang manusia itu insan yang baik atau sebaliknya.

Penilaian sejati akhirnya milik Sang Khalik.  Saat itu, mulut kita dikunci, tangan, kaki, hati dan semua raga kita berbicara di Hari Pembalasan, Masya Allah.

Sahabat, saat memeluknya pada hari kebebasannya pada 25 November 2009, saya menatap wajah berseri-seri Rokhmin. Wajah sama hangatnya dengan dulu.  Saya saksikan wajah itu sekali lagi pada acara syukuran kebebasannya di Darmaga, Bogor.

Semoga pimpinan IPB menerimanya kembali dan memberinya kesempatan untuk mengukir karya-karya kemanusiaannya di masa selanjutnya.

Jika pun tidak, saya yakin Rokhmin tetap mencintai lingkungan kelautan internasional.

Sahabat, Rokhmin Dahuri telah menunjukkan keteladanan lain di luar dunia akademis melalui rekam jejak pengabdiannya yang tiada henti.

Ketegaran Rokhmin dalam mengatasi ujian kehidupan menjadi satu sumber pelajaran hidup bagi saya, dan boleh jadi juga Anda.

Rokhmin memaknai ujian itu sebagai peluang untuk terus berbagi dengan lingkungan baru, di luar dunia akademik dan masyarakat nelayan.

Akhlaknya sungguh mulia, meski boleh jadi sebagian orang mencibirnya karena vonis non-budgeter itu.

Sahabat, kita mungkin pernah menghadapi realitas kehidupan seperti Rokhmin, atau mungkin lebih "menyakitkan" dari Rokhmin.

Menghadapi itu, saya teringat nasihat seorang sahabat; "Jangan, jangan, jangan pernah menyerah. Seperti matahari, seperti bulan, seperti angin, seperti bumi. Matahari tetap bersinar, bulan tetap berputar, angin tetap bergerak, bumi tetap mengelilingi matahari".

Teruslah bergerak, teruslah lakukan yang terbaik, teruslah menebar manfaat bagi orang lain, teruslah berbuat kebaikan.

Sebagai energi, kebaikan tak akan pernah hilang, dia hanya berubah menjadi "energi" lain.

Energi itu sejatinya hanya urusan kita dengan Sang Pencipta, pemilik jagat raya dan seisinya.

Semua pasti dicatatNya.

Sahabat, Dia tak akan melewatkan catatan kebaikan dan keburukan diri kita, sebesar debu sekalipun. Wallahu'alam.

*) Praktisi Manajemen, Pemerhati Kepemimpinan

Oleh Ahmad Mukhlis Yusuf
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010