Seseorang yang melakukan sesuatu yang disertai imaginasi kebaikan akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang menempatkan sistem atau lingkungan sekitar sebagai bagian dari pendukung misi hidupnya, "seburuk" apapun lingkungan itu.
Baru-baru ini ada seorang Menteri yang dikenal berintegritas mundur dari  Kabinet Indonesia Bersatu. Banyak yang mengaguminya sebagai pemimpin  langka di negeri ini. Sebagian lain menyayangkan keputusan itu, meski sebagian lain memafhuminya, namun ada pula yang mencibirnya.

Tak apa. Keputusan seseorang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Tugas utama pemimpin adalah mengambil keputusan yang disertai keyakinannya, selain ia juga mampu berkomunikasi dan membangun tim efektif. Sejarah yang akan menguji keputusan sang Menteri itu kelak.

Setelah mundur, sang Menteri mencurahkan isi hatinya pada sebuah forum seminar yang diliput media luas.  Menurut media, alasan utama pengunduran dirinya lantaran ia merasa tidak diterima lagi oleh sistem dan lingkungan politik negeri ini.

Pendek kata, boleh jadi menurutnya sistem dan lingkungan politik negeri ini "buruk" atau ia merasa bila situasi di negeri ini bukan lagi "pertarungannya", melainkan tanggungjawab pemimpin yang lebih tinggi lagi, wallahu'alam.

Seandainya ada kesempatan menyampaikan saran, alangkah bijaknya bila beliau dapat menahan diri agar "suhu" politik mendingin, sebab hal yang baik bila disampaikan pada waktu yang tidak tepat, dapat menjadi bahan perdebatan yang belum tentu produktif.

Sungguhpun demikian, alangkah bijaknya pula bila kita dapat mengormati keputusan dan pandangannya itu. Rekam jejaknya yang berani mengambil keputusan dengan asumsi yang dipahaminya adalah kisah tentang contoh pengambilan keputusan pemimpin sejati pada situasi lingkungan finansial global yang tak dapat diduga.

Keputusannya untuk menyelamatkan sebuah bank kecil yang ditujukan untuk  menghindari dampak buruk yang lebih besar, sehingga belakangan ekonomi negeri ini kini membaik memang menjadi bahan perdebatan apakah berdampak sistemik atau tidak.

Perdebatan itu entah sampai kapan akan berakhir. Para politisi dan ekonom pun berbeda pendapat, meskipun Perbanas dan para bankir membenarkan keputusan sang Menteri.
 
Saya tak bermaksud mengulas lebih jauh keputusan sang Menteri itu. Kisah ini mengingatkan saya pada kisah-kisah para pemimpin tangguh, yang mampu membuat perbedaan, tanpa bermaksud membuat perbandingan dengan sang Menteri. Rakyat lah yang akan menilai. Sebab mereka punya hati dan pikirannya sendiri.

Seorang teman berujar, ada kebebasan memilih untuk bersikap dan bertindak, ada pilihan atau keputusan sulit yang harus diambil, dan tentu saja ada risiko yang harus ditanggung setelahnya. Setiap orang bebas meletakkan dirinya dalam sejarah.

Para pakar kepemimpinan mengajak kita untuk tetap memiliki imaginasi yang baik meski boleh jadi kita hidup pada lingkungan buruk.

Imaginasi baik yang disertai ikhtiar dan disiplin untuk melakukan yang terbaik, disertai pada kayakinan pada pertolongan Sang Maha Kuasa adalah kunci sukses yang sering kita dengar tentang kisah para pemimpin besar.

Seseorang yang melakukan sesuatu yang disertai imaginasi kebaikan akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang  menempatkan sistem atau lingkungan sekitar sebagai bagian dari pendukung misi hidupnya, "seburuk" apapun lingkungan itu.

Lingkungan yang "buruk" itu sejatinya adalah medan latihan penempaan lahirnya pemimpin yang lebih tangguh.

Kisah-kisah keberhasilan pemimpin tangguh sering melintasi sekat ruang dan waktu, bahkan agama dan keyakinan sekalipun. Sebagai contoh, kepemimpinan Muhammad Yunus menjadi inspirasi dimana-mana. Budi pekerti Bunda Teresa juga telah menjadi pelajaran tentang kekuatan niat baik dan dahsyatnya pelayanan. Demikian pula, Mahatma Gandhi dikagumi dimana-mana.

Konsep Ketuhanan yang berbeda dalam berbagai agama yang diyakini para penganutnya hendaknya tidak membatasi kita untuk berbagi pelajaran tentang rahasia keberhasilan kepemimpinan yang tangguh, bukan?

Sebagai seorang Muslim, tentu saya meyakini bila Sang Maha Kuasa senantiasa memberikan hamba-Nya untuk berkesempatan memilih dan mengubah keadaan yang dihadapinya. Dia Maha Tahu akan kemampuan makhluk paling sempurna ciptaan-Nya untuk dapat melakukan pilihan-pilihan terpuji di hadapan-Nya.

Ibarat sebuah pagelaran musik berkelas dunia, kreasi dan stamina manusia terpuji itu semakin kuat dalam dalam mengatur irama atau lagu yang diinginkannya.  

Ia adalah manusia merdeka, lantaran sikap dan tindakannya tidak disandera oleh kondisi lingkungan sekitarnya.

Bagaikan seorang maestro, ia mampu mengkonfigurasikan kombinasi semua alat musik dan pemain-pemain yang tersedia menjadi persembahan yang tetap indah di hadapan siapapun yang mendengarkannya.

Tentunya, ia pun punya pilihan lain untuk menyerah atau berhenti memimpin pagelaran itu, lantaran sebagian alat musik dan kualifikasi pemain-pemainnya tidak seperti yang ia harapkan.

Namun, ia tidak melakukan hal itu, sebab ia yakin, situasi yang dihadapinya telah disediakan oleh sang pemilik hajat pagelaran musik, yang tahu kemampuan sang maestro itu.

Sahabatku yang baik, ilustrasi pagelaran musik itu adalah tentang kehidupan kita. Kehidupan yang kita hadapi adalah rangkaian situasi yang hadir di hadapan kita, meski boleh jadi kita sering tidak mengharapkannya.

Meski kita tidak punya kebebasan sepenuhnya memilih situasi yang dihadapi, bukankah kita punya kebebasan untuk merespon atau bersikap atas situasi yang kita hadapi itu, bukan?.

Sang Maha Kuasa lebih tahu kemampuan manusia ciptaan-Nya, bila memilih tindakan sebagai manusia terpuji.

Saat kita berdoa dengan sepenuh hati agar dijauhkan dari semua masalah, seringkali justru masalah datang, yang membuat kita makin tangguh lantaran kita mampu mengatasinya, bukan?

Kekuatan Keyakinan
Kekuatan keyakinan adalah harta tak ternilai yang kita miliki.

Mengapa bila kita yakin bisa melakukan sesuatu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, biasanya kemudahan dan berbagai "kebetulan" terjadi? Demikian sebaliknya, bukan?.

Secara sains, ahli fisika, Prof. Yohannes Surya, membuktikan hal itu. Berbagai keberhasilan para siswa-siswi Indonesia meraih juara Olimpiade Sains dan Matematika beberapa tahun ini dapat dijelaskan dari perspektif ilmu fisika.

Ketika impian membawa nama baik negeri, kesungguh-sungguhan, disiplin, pikiran positif dan totalitas bertemu, maka secara fisika, semua lingkungan serentak memberikan "kemudahan" dan menjadi energi besar yang mendukung keberhasilan proyek kemanusiaan itu. Ia menyebutnya sebagai gerakan Semesta Mendukung atau "Mestakung".

Dalam sebuah perbincangan dengan Prof. Yohannes Surya pada awal tahun 2008, saya memperoleh gambaran menarik bahwa persiapan, pengiriman dan pelaksanaan beberapa tim Olimpiade yang dipimpinnnya tidak difasilitasi oleh ketersediaan sumberdaya dan logistik yang melimpah.

Malah menurutnya, kesiapan sumberdaya dan logistik sering terpenuhi secara minimal pada saat-saat terakhir menjelang keberangkatan.

Prof. Yohannes Surya dan rekan-rekan selain menggalang dukungan Pemerintah, juga para sponsor dan dukungan perorangan yang peduli tentang kualitas dan prestasi anak bangsanya.

Menurutnya, memang tidak mudah melakukan ikhtiar itu, namun ia punya keyakinan kuat bila gerakan kebaikan ini akan sampai pada tujuannya. Selain terus memompa semangat diri dan timnya, ia juga terus mempompa semangat para siswa-siswinya.

Mereka semua memiliki  kepribadian kuat sembari terus membangun jejaring dukungan.

Kisah keberhasilan Tim Olimpiade ini membuktikan bahwa manusia sejatinya memiliki kekuatan yang luar biasa bila ia memiliki kepribadian yang kuat yang dibangun atas imaginasinya tentang kebaikan pada masa depan, disiplin, ketekunan, prasangka positif dan senantiasa terbuka untuk terus mengasah kemampuan setiap hari.

Dengan kekuatan kepribadian itu, maka lingkungan buruk apapun, sekali lagi, adalah medan latihan dan penempaan diri.

Kisah luar biasa ini sesungguhnya adalah pengulangan atas berbagai sejarah masa lalu.

Ketangguhan Pemimpin Masa Lalu
Pada masa lalu banyak  tokoh perubahan mampu mengubah keadaan buruk untuk menjadi karya yang menyejarah.

Sejarah keberhasilan negeri ini menjadi pelaku utama perlawanan negara-negara terjajah terhadap kolonialisme (1945-1955) juga membuktikan hal itu. Kita sering melupakannya.

Setelah Konperensi Asia-Afrika yang digagas Indonesia pada tahun 1955 di Bandung, makin banyak negara-negara terjajah memerdekakan diri. Konperensi itu telah menjadi inspirasi besar bagai bangsa-bangsa lain.

Seokarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Agus Salim dan para pendiri Republik lainnya adalah para manusia biasa yang memiliki kekuatan keyakinan dan tindakan-tindakan yang luar biasa.

Kekuatan kepribadian juga telah membuktikan dahsyatnya perlawanan Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dhien, Teuku Umar, Pattimura, Kyai Maja, Sultan Hasanudin, Maulana Yusuf dan para Pahlawan Nasional kita lainnya terhadap penjajah Belanda pada masa lalu, melalui kemampuannya menggalang dukungan Rakyat yang dipimpinnya.

Maukah kita belajar dari para pemimpin besar itu? Jangan lupakan sejarah, atau "jas merah" kata Seokarno pada tahun 1967.

Kisah paling fenomenal bagi saya adalah ketangguhan kepribadian seorang pribadi mempesona, Nabi Muhammad SAW. Kekuatan kepribadiannya mampu membekalinya untuk mengatasi berbagai situasi buruk yang dihadapinya pada empat belas abad silam.

Kekuatan kepribadian itu bahkan dipupuk sejak sebelum Beliau diangkat jadi Rasul pada usia 40 tahun.

Sejak muda, rekam jekaknya adalah manusia terpercaya, Al Amien. Siapapun yang berbisnis dengannya merasa mendapat pelayanan terbaik.

Keunikan sekaligus kelebihannya dalam berbisnis ialah ia senantisa menguraikan lengkap kelebihan dan kekurangan produk yang dibawanya, disertai kesantunannya dalam berbisnis.

Semua perilaku itu telah teruji telah menjadikannya sebagai manusia yang dikagumi (the most admired business person) oleh siapa saja pada masa itu.

Demikian mempesonanya, para investor yang berasal dari kaum Nasrani dan Yahudi justru memintanya untuk mengelola bisnis mereka.

Muhammad SAW sejak muda terus memupuk karakternya sebagai pribadi yang jujur (shidiq), amanah (mampu menjaga kepercayaan), fathonah (memiliki kompetensi unggul) dan tabligh (kuat bersilaturahmi).

Dengan bekal kepribadian yang kuat itu, Nabi Muhammad SAW mampu menghadapi berbagai lingkungan buruk yang dihadapainya.

Kisah perlakukan buruk warga Taif dan Suku Quraisy adalah latihan yang menempa pribadi Muhammad SAW yang justru semakin kuat dan pejal.

Sahabatku yang baik, sekali lagi, tulisan ini tidak untuk membandingkan kisah-kisah besar masa silam dengan saat ini. Namun, tak ada salahnya bukan kita belajar terus dari sejarah dan kisah masa silam ini agar dapat menjadi sumber kearifan bagi kita untuk menjadi para pemimpin tangguh, lantaran sejarah terus berulang?

Saya selalu ingat kata-kata bijak "nahkoda hebat selalu terlatih dari kemampuannya mengatasi berbagai badai yang ganas".  

Komitmen untuk menegakkan kejujuran, keadilan, ketekunan, keberanian, membangun kompetensi, melakukan pelayanan terbaik, menjaga kepercayaan teman atau mitra, serta menjaga silaturahmi adalah nilai-nilai yang sejatinya dapat memperkuat kekuatan kepribadian kita sebagai manusia merdeka, bukan?

Sebab dengan bekal semua kekuatan itu, semua badai yang datang justru menjadi kesempatan untuk menempa kualitas kepemimpinan diri kita agar terus naik kelas, bukan? Wallahu'lam. (***)

*) Praktisi Manajemen, Pemerhati Kepemimpinan

Oleh Ahmad Mukhlis Yusuf
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010