Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan kembali Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) bagi pekerja sektor non esensial hingga 5 Juli 2021 guna menekan laju kasus COVID-19.

"SIKM ini penting sebagai bagian dari fungsi kontrol terhadap pekerja yang melakukan 'Work From Home' (WFH) agar tidak menjadi 'Work From Holiday' (WFH)," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Teguh menyebutkan, SIKM tersebut untuk membatasi aktivitas pekerja sektor non esensial, seperti pusat perbelanjaan dan tempat hiburan di Jakarta, yang berpotensi menyebarkan COVID-19 di luar kota atau tempat pekerjaan.

Instansi atau perusahaan tempat karyawan bekerja yang melakukan pengawasan, namun Pemprov DKI Jakarta membuat kebijakan makro untuk membantu kontrol pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

Pemprov DKI Jakarta dapat memberlakukan SIKM seperti sebelumnya yang memberikan pengecualian kepada pekerja sektor esensial, seperti pengantar barang kebutuhan pokok, tenaga medis dan lainnya.

Baca juga: Ombudsman Jakarta dorong kepatuhan penyelenggara layanan publik
Petugas memeriksa Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) penumpang di Terminal Kalideres, Jakarta, Jumat (7/5/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.
Teguh juga mendesak Pemprov DKI, Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya mengawasi secara ketat serta menindak tegas terhadap aktivitas pekerja kantoran dengan pemberlakuan "Work From Office" (WFO) sebesar 25 persen.

Direktorat Pembinaan Masyarakat (Ditbinmas) Polda Metro Jaya sebagai Pembina Bhabinkamtibmas dapat terlibat membantu Satpol PP menegakkan aturan PPKM terhadap aktivitas perkantoran, pusat perbelanjaan dan pertokoan.

"Hal ini mengingat jumlah Satpol PP DKI Jakarta yang tidak memadai untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan perkantoran di seluruh wilayah Jakarta," kata Teguh.

Teguh juga menyoroti pelaksanaan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 796 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM
berbasis mikro perlu ada kompensasi bagi warga terdampak dalam bentuk bantuan sosial.

“Efektivitas pembatasan mobilitas warga tidak hanya bergantung pada pendekatan koersif berupa pengawasan dan penegakan Perda 2/2020 saja, namun juga kompensasi atas pembatasan tersebut,” ujar Teguh.

Teguh menyatakan pembatasan mobilitas yang mencapai 75 persen akan berdampak terhadap hampir seluruh sektor usaha termasuk tempat hiburan dan wisata.

Baca juga: Ombudsman: Pemprov DKI harus tegas awasi prokes di perkantoran
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho (ANTARA/HO-Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya)
Guna mengantisipasi itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyarankan Pemprov DKI menyiapkan mitigasi bagi kelompok rentan secara ekonomi akibat terdampak COVID-19.

"Waktunya Pemprov DKI bicara dengan DPRD untuk memastikan ketersediaan anggaran tambahan bantuan sosial afirmatif sebagai kompensasi pelaksanaan PPKM mikro dengan penebalan termasuk dengan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional karena PPKM Penebalan Mikro ini merupakan kebijakan pusat," kata Teguh.

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya juga berharap Kementerian Sosial menjadi "leading sector" pendataan dan pendistribusian kompensasi bagi masyarakat yang terdampak PPKM.

Teguh mengutarakan dukungan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) terkait penambahan sarana dan prasarana kesehatan di wilayah Jakarta dan penyangga termasuk penyediaan rumah sakit darurat di Jakarta dan sekitarnya.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021