"Jan lupo sala e ye (jangan lupa sala-nya ya)," kata seorang warga Pariaman, Sumbar, ketika memesan penganan berbuka puasa kepada seorang temannya, Kamis (12/8). Tidak lama kemudian, yang dipesannya itu datang, masih hangat dan harum.

"Sala lauak", si gurih dari Pariaman itu senantiasa hadir dalam setiap jam makan warga setempat, apalagi saat Ramadhan. Diibaratkan, tidak ada sala, tidak rasa berbuka puasa.

Gorengan rasa ikan berwarna kekuning-kuningan itu merupakan penganan khas Kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman. Penganan ini dapat dijumpai di setiap kedai di daerah itu, yang biasanya disajikan bersama gorengan lainnya atau ketupat lontong.

Pada bulan Ramadhan, sala tetap menjadi idola. Di antara "sambal" (lauk-pauk) dan berbagai makanan yang dijajakan di Pasar "Pabukoan" Pariaman, sala senantiasa berada di sana dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

"Apa pun makanan dan minumannya, penganannya tetap sala," kata Yati (30), seorang warga Pariaman yang ikut membeli sala jenis sala bulat seukuran bola pingpong Rp5.000 untuk 20 buah. Di kedai-kedai di objek wisata pantai, sala bulat dijual Rp2.500 untuk 10 buahnya.

Jenis sala juga bermacam-macam, selain sala bulat, ada pula sala udang, cumi, dan kepiting. Sala udang berarti gorengan sala yang berisi udang, banyak dijajakan dengan ditusuk lidi seperti sate di Pantai Gandoriah Pariaman, demikian pula sala cumi dan kepiting.

Untuk sala udang dan kepiting, pedagang mematok harga Rp3.500 per buah. Rasanya, wah, benar-benar menggugah selera. Apalagi dinikmati di tepi pantai, suasana kesegaran langsung terasa kala melihat para nelayan membongkar hasil melaut mereka.

Tidak heran, sala yang memiliki cita rasa khas itu bukan hanya dikenal di Pariaman saja, tetapi juga di Sumbar dan luar Sumbar. Bahkan di Kota Padang, sala juga menjadi incaran warga sebagai penganan favorit.

Ketika masuk bulan puasa, warga menjadi pedagang `latahan`. Hampir setiap selang dua rumah di pusat kota, warga menjual sala bulat.

Sebagai pekerjaan sambilan, mereka dapat pula mencicipi sala buatan sendiri untuk hidangan berbuka puasa.

"Mambuek sala ko alah turun-temurun dari rang gaek wak dulu (membuat sala ini sudah turun-temurun dari orangtua saya dulu)," kata Uniang Rika (38), penjual sala dadakan di kawasan Kampung Perak, Pariaman.

Dia terus menceritakan bagaimana orangtuanya dulu mengajarkannya membuat sala, sambil mengaduk-aduk sala bulatnya yang sudah hampir matang.

Sekelompok anak-anak TPA mampir di kedai dadakan milik Uniang Rika --berupa kursi dan meja yang diletakkan di atas trotoar depan rumahnya.

Anak-anak TPA yang saat berbuka puasa telah membeli dagangannya itu, usai tarawih mereka kembali membeli sala bulat ala Uniang Rika.

Sala dibungkus dengan kertas koran bekas membentuk kerucut, kemudian mereka memasukkannya ke dalam kantong baju koko mereka, satu hingga dua buah sala disisihkan untuk dimakan langsung.

Ketika sala bulat itu masuk gigitan mereka, hmm, mereka menyebut, `badaceh`, atau gurih.

Membuat Sala
Karena sudah menjadi makanan sehari-hari "Rang Piaman" (sebutan orang Pariaman), cara membuat sala ini hampir seluruh masyarakat mengetahuinya.

Bahkan, supaya tidak repot-repot menggabung bumbu-bumbu sala, tepung sala pun sudah bisa didapatkan di mana-mana, dikemas seperti layaknya tepung terigu atau tepung beras.

Namun Uniang Rika mau berbagi bagaimana membuat sala secara `manual`. Pertama-tama, sediakan 400 gram tepung beras, ditambah 500 mililiter air mendidih, campur dengan setengah bungkus adonan rasa sapi.

Satu ekor ikan asin peda digoreng kemudian disuwir-suwir, ditambah dua lembar daun kunyit segar, iris halus. Bumbu yang dihaluskan yakni delapan cabai merah, lima siung bawang merah, tiga siung bawang putih, dan dua centimeter kunyit, dua centimeter jahe, kemudian setengah sendok teh garam.

Caranya, Uniang Rika menjelaskan, letakkan tepung beras dalam wadah, masukkan bumbu halus dan irisan daun kunyit, lalu masukkan 500 mililiter air mendidih sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan sendok kayu.

Bila sudah agak dingin, dapat diambil menggunakan tangan beralas plastik bening sambil kenyal. Ambil adonan sebesar bola pingpong, masukkan ikan asin ke dalamnya, lalu tutup kembali.

"Bantuaknyo ndak paralu bulek bana, sumbarang je lah (bentuknya tidak perlu terlalu bulat, sembarang saja)," kata Uniang Rika.

Adonan itu yang sudah dibentuk itu, kemudian digoreng dalam minyak panas sampai kuning kecoklatan dan matang. Sala pun siap disajikan untuk keluarga.

Sala bulat baiknya dinikmati selagi panas, sebab rasa gurihnya tersebut akan hilang bila sudah dingin.

Kota Kuliner
Sala lauak "Rang Piaman" yang merupakan ikon makanan khas daerah Kota Pariaman sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, bahkan sampai mancanegara.

Kota Pariaman pun dikenal sebagai objek wisata pantai plus wisata kuliner. Namun, tidak hanya sala lauak yang dimiliki Kota Pariaman dalam eksistensinya sebagai kota kuliner.

Wali Kota Pariaman, Mukhlis R mengaku, masih banyak lagi makanan khas Pariaman yang selama ini hanya menjadi cerita di tengah-tengah masyarakat dan bahkan ada yang tidak mengetahuinya.

Ia menyebutkan, selain sala, ada `Katupek Gulai Paku`, `Kacimuih`, `Lamang Sipuluik`, `Ondeh-ondeh`, dan `Lompong Sagu` yang lagunya sudah terkenal.

"Saya yakin dan percaya bahwa makanan khas kota Pariaman yang kita miliki tidak akan kalah bersaing dengan produk makanan olahan lainnya yang banyak mengandung zat kimia dan bahan-bahan berbahaya lainnya bagi kesehatan masyarakat," kata Mukhlis.

Menurut dia, yang sangat penting dan harus dipikirkan adalah bagaimana menyajikan makanan khas sedemikian baik dan menarik, sehingga akan menarik orang untuk membelinya.

Hal itu harus didukung pula oleh inovasi dan peningkatan kualitas serta kreativitas masyarakat dalam memproduksinya, katanya.

Pemkot Pariaman melalui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan juga akan membantu memikirkan bantuan modal usaha, bahkan lebih jauh dari itu juga memikirkan bagaimana nantinya makanan khas daerah Kota Pariaman ini memiliki hak paten.

Itu dilakukan agar makanan tradisional khas Pariaman tidak bisa dicaplok lagi oleh daerah atau negara lain.

Usaha makanan tradisonal di kota Pariaman sangat memungkinkan untuk menjadi kegiatan bisnis, karena didukung dengan beberapa faktor seperti potensi bahan baku yang cukup tersedia yaitu ikan, kelapa, ternak dan tenaga kerja.
(ANT-208/B010)

Pewarta: Oleh Iggoy El Fitra
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010