Jakarta (ANTARA) - Independent Allocation Vaccine Group (IAVG) mengungkap adanya ketimpangan vaksin COVID-19 antarnegara di dunia akibat keterbatasan persediaan serta tingginya kebutuhan masyarakat.

"Ada negara-negara yang sudah dapat memvaksin sampai sekitar 50 persen penduduknya dan ada negara-negara yang bahkan belum menyentuh angka 5 persen dari yang ditargetkan," kata Anggota IAVG dari Asia, Prof Tjandra Yoga Aditama, melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Rencana distribusi vaksin global diumumkan Kamis

Baca juga: APEC akan bahas usul hapus tarif, percepat distribusi vaksin COVID


Tjandra mengatakan situasi itu terungkap dalam agenda pertemuan secara virtual 12 anggota IAVG dengan pimpinan tertinggi WHO, Direktur Jenderal Dr Tedros yang didampingi beberapa pimpinan organisasi itu pada Jumat (25/6) malam.

Untuk membantu ketersediaan vaksin di dunia, kata Tjandra, WHO, UNICEF, GAVI, dan CEPI menyelenggarakan program COVAX yang melibatkan IAVG.

Anggota IAVG bersifat independen, tidak mewakili negara atau institusi tertentu, dan dipilih berdasar pengalaman dan kepakarannya, kata Tjandra.

Walaupun tidak mewakili negara, katanya, pada dasarnya ada juga keseimbangan antarbenua. Tjandra mewakili Anggota IAVG dari Asia dan ada pula pakar dari tiga negara Asia lain, yaitu Jepang, Singapura dan India. "Tentu ada anggota dari kawasan Eropa, Amerika dan Afrika," katanya.

Tjandra mengatakan sejauh ini IAVG sudah memvalidasi pemberian vaksin AstraZeneca ke banyak negara, termasuk ke Indonesia yang juga sudah digunakan di sejumlah daerah.

"Dalam pekan mendatang, diperkirakan akan ada rapat lagi untuk membahas validasi pembagian vaksin Pfizer, dimana Indonesia juga jadi salah satu calon penerimanya sekiranya segala prosedur berjalan dengan baik," kata Tjandra.

Walaupun ini grup IAVG bersifat independen dan tidak mewakili negara, Tjandra menyampaikan secara diplomatis tentang kebutuhan vaksin Indonesia dan menyampaikan perkembangan kasus yang meningkat saat ini.

"Dalam jawabannya, Dirjen WHO ternyata juga sudah mengetahui perkembangan kasus di negara kita, dan secara spesifik menyebut tantangan yang dihadapi Indonesia, selain menyebut juga beberapa masalah di negara lain," katanya.

Dirjen WHO, kata Tjandra, sangat menyayangkan kurangnya komitmen politik pada negara-negara yang punya banyak vaksin untuk membaginya ke negara lain yang amat membutuhkan, antara lain lewat mekanisme COVAX ini.

Baca juga: RI-EU sepakat dorong akses vaksin yang adil dan merata melalui COVAX

Baca juga: Bio Farma tunggu instruksi distribusi vaksin AstraZeneca dari Kemenkes


"Dr Tedros menyampaikan bahwa peran IAVG tentu jadi berat karena tugasnya memvalidasi pembagian vaksin, tetapi sumber pemasukan vaksin amat terbatas," katanya.

Menurut Tjandra, Dirjen WHO juga menyebut bahwa ketimpangan kesempatan vaksin antara negara adalah masalah kemanusiaan dan membuat orang menjadi korban karena tidak mendapat vaksin yang diperlukan.

Di akhir pertemuan, katanya, Dirjen WHO mengimbau kepada anggota IAVG untuk turut menyuarakan situasi ketimpangan ketersediaan vaksin di dunia. "Ini adalah tanggung jawab kemanusiaan kita sebagai warga dunia," kata Tjandra.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021