Cianjur (ANTARA) - Peraturan Bupati (Perbup) Cianjur, Jawa Barat, terkait Larangan Kawin Kontrak diharapkan tidak menjadi "macan kertas" karena kegiatan tersebut sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu, dimana kunjungan wisatawan asal Timur Tengah mulai meningkat.

Bahkan kegiatan kawin kontrak yang selama ini, banyak yang disembunyikan, namun memasuki 2010 terkesan dilegalkan karena dilakukan secara terang-terangan di sejumlah vila yang banyak di sewa turis mancanegara.

Tidak jarang perempuan yang menjalani kawin kontrak dengan pria asal timur tengah, menyewa rumah di perumahan yang berbaur dengan pribumi, sehingga kesan terang-terangan semakin terlihat karena setelah beberapa bulan mereka berpisah.

Mereka yang menjalani kawin kontrak dengan dalih untuk meningkatkan status ekonomi di tengah masyarakat, bukan lagi bahan ejekan atau pembicaraan dari lingkungan sekitar karena kesan mereka telah menikah, meski hanya hitungan bulan.

Sebelum tahun 2010, masyarakat Cianjur khususnya di wilayah utara seperti Kecamatan Pacet, Cipanas dan Sukaresmi, masih tabu dengan istilah kawin kontrak itu. Mereka yang melakukan selalu mencari vila yang sepi jauh dari perkampungan warga dan tertutup.

Bahkan tidak jarang vila besar yang aksesnya tertutup dari warga sekitar menjadi tempat kawin kontrak yang sebelumnya sudah direncanakan penghubung, wali nikah atau orang tua perempuan dan pria yang menjadi suami sementara dari Timur Tengah atau lebih dikenal orang Arab.

Sejak tahun 2001 hingga saat ini, kawin kontrak yang dinilai sebagai prostitusi terselebung itu, banyak dijalani perempuan dari berbagai wilayah di Jawa Barat, tidak hanya dari warga lokal Cianjur, ketika masa kontrak mereka habis, banyak yang kembali menawarkan diri.

Uang menjadi target penghubung dan perempuan yang menjalani kawin kontrak karena mahar yang mereka dapatkan bervariatif mulai dari Rp25 juta sampai Rp100 juta untuk masa kawin kontrak hingga 1 tahun lamanya.

Penghubung memiliki peran utama, dimana mereka menawarkan orang Arab yang berlibur ke kawasan Puncak-Cipanas, dapat memiliki istri sementara secara agama, sehingga tidak melanggar larangan dalam agama atau berzina.

Peran tersebut, sudah berjalan sejak angka kunjungan wisatawan asal Timur Tengah mengalami peningkatan sejak 2006, dimana sebagian besar menyewa vila di kawasan Puncak-Cipanas, untuk waktu yang cukup lama.

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya, penghubung yang lebih sering disebut calo, menawarkan dua alternatif bagi wisatawan asing mulai dari membeli pekerja seks komersil atau melakukan kawin kontrak bagi mereka yang tidak ingin melakukan zina.

"Rata-rata mereka yang menjalani kawin kontrak, orang arab yang di negaranya sudah memiliki istri atau tidak mau berzina, sehingga kami tawarkan untuk melakukan kawin kontrak atau istilah kawin secara agama," kata seorang calo sebut saja Ucok warga Kecamatan Pacet.

Sepanjang 2010 hingga pandemi datang, ungkapnya, penghasilan dia dan perempuan yang menjalani kawin kontrak cukup besar, setiap bulan tidak kurang dari Rp10 juta yang dapat mereka kantongi sebagai bayaran.

Namun setelah puluhan tahun, kegiatan tersebut akhirnya dihentikan pemerintah daerah yang membuat Perbup Larangan Kawin Kontrak, meski belum ditunjang dengan sanksi tegas yang dapat membuat jera calo dan pelakunya.

Bupati Cianjur, Herman Suherman, meluncurkan perbup larangan kawin kontrak yang masih menunggu revisi dan persetujuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebelum ditetapkan dan diberlakukan secara resmi.

Namun sanksi yang dijatuhkan dapat mengacu pada undang-undang yang sudah ada seperti Undang Undang Perlidungan Anak ketika perempuannya dibawah umur dan Undang Undang penjualan orang atau Human Traficcking.

Peluncuran perbup tersebut, mendapat sorotan dari berbagai kalangan yang berharap tidak menjadi "macan kertas" karena praktek kawin kontrak akan terus terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya kalau tidak disertai sanksi tegas bagi para pelaku mulai dari calo hingga pasangan kawion kontrak.

Bahkan sanksi tegas juga harus diberikan pada pemilik tempat atau vila yang masih mengizinkan praktek kawin kontrak, karena melihat dari perbup yang sudah diluncurkan, sehingga Cianjur tidak lagi di cap sebagai tempat wisata seks.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Cianjur mendorong Pemkab Cianjur, Hadi Sutrisno, mengatakan selama ini banyak destinasi wisata di Cianjur yang dapat dijual hingga ke mancanegara mulai dari nuansa alam pengunungan, wisata air dan pantai hingga air terjun.

Sehingga untuk mengubah anggapan sebagai daerah tujuan wisata seks atau kawin kontrak, Pemkab Cianjur diminta untuk fokus mempromosikan keberadaan obyek wisata tersebut, sehingga lebih banyak dikenal wisatawan asing.

"Cianjur perlu mendeklarasikan diri sebagai wilayah kunjungan wisata yang terfokus seperti daerah lain, sehingga dapat menghilangkan image (citra) jelek sebagai daerah kunjungan wisata yang terkenal negatifnya saja seperti kawin kontrak," katanya.

Masih meninim strategi pemasaran pariwisata yang tepat, membuat sisi negatif, seperti kawin kontrak lebih dominan muncul dan dikenal di lingkungan wisatawan, terutama wisatawan asing asal timur tengah.

Pihaknya mendesak pemerintah benar-benar serius dalam mengeluarkan larangan tersebut, berikut dengan sanksi tegas, sehingga Cianjur akan lebih dikenal dengan berbagai macan destinasi wisata bukan lagi surga bagi mereka yang mencari kepuasan seks.

Baca juga: Perbup larangan kawin kontrak tunggu evaluasi Pemprov Jabar

Peraturan Bupati Terkait Larangan Kawin Kontrak
Perbup Larangan Kawin Kontrak di Cianjur, terangkum dalam tujuh pasal mulai dari kesetaraan gender dan melindungi perempuan dan anak yang banyak menjadi korban, hingga sanksi sosial dan disesuaikan dengan Perundang-undangan yang berlaku.

Terkait sanksi yang dikaitkan dengan perundang undangan yang berlaku, ketika ditemukan perdagangan manusia atau perempuan di dalamnya dan ketika perempuannya masih di bawah umur.

Namun setelah disahkan dan berlakunya larangan kawin kontrak di Cianjur, sanksi dari perbup masih dikedepankan sanksi sosial. Selanjutnya akan masuk dalam perda dengan sanksi tegas yang akan diatur sesuai dengan perundang undangan.

Sehingga hal tersebut, akan dibahas dalam aturan yang lebih tinggi atau peraturan daerah yang aka disahkan bersama legislatif karena pembahasan terkait perda membutuhkan waktu lama. Ke depan sanksi tegas terkait kawin kontrak tidak hanya sanksi sosial.

"Dalam perbup tercatum ketentuan umum, tepatnya di Pasal I Ayat 6 dijelaskan jika kawin kontrak adalah pernikahan dalam tempo masa tertentu yang telah ditetapkan dan setelah itu ikatan perkawinan tersebut sudah tidak berlaku," kata Bupati Cianjur, Herman Suherman.

Dan pada Ayat 7 disebutkan apabila larangan kawin kontrak, adalah upaya-upaya yang berupa kebijakan, program, kegiatan, aksi sosial, serta upaya-upaya lainnya yang dilakukan pemerintahan daerah, masyarakat dan lembaga terkait untuk mencegah terjadinya kawin kontrak di Cianjur.

Sedangkan dalam pasal 2 diterangkan jika larangan kawin kontrak bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender serta perlindungan untuk perempuan dan anak. Terkait sanksi yang akan diterapkan tercantum dalam pasal 7.

Jika kemudian hari ditemukan kasus kawin kontrak, sanksi yang dijatuhkan akan disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada, kalau terjadi perdagangan manusia di dalamnya atau perempuan dalam kawin kontrak anak dibawah umur.

Tidak hanya sanksi sosial, tambah dia, ketika ditemukan unsur yang terkait dengan Undang Undang perlindungan anak dan traficcking dalam pelanggaran kawin kontrak, pihanya tetap dapat menjatuhkan sanksi tegas hingga ke meja hijau.

"Kita akan bahas bersama dalam perda terkait sanksi tegas yang akan dijatuhkan nantinya bagi pelaku kawin kontrak. Untuk saat ini, meski hanya sanksi sosial, namun pelaku dapat dijerat dengan undang-undang yang berlaku," katanya.

Namun dalam perbup, tidak disebutkan sanksi tegas terhadap jaringan praktek kawin kontrak seperti penghubung atau calo, wali dan pemilik tempat atau vila dimana praktek kawin kontrak dilakukan.

Sehingga peluncuran perbup tersebut, dinilai masih belum kuat dan ditakutkan kawin kontrak masih tetap dapat dilakakukan seperti tahun-tahun sebelumnya di dalam vila yang jauh dari pengawasan warga atau aparat terkait.

Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cianjur, Elsa Kirmawati, mengatakan larangan kawin kontrak harus segera dibuat Peraturan Daerah (Perda), sehingga sanksi tegas hingga sanksi pidana dapat diterapkan guna evek jera bagi pelakunya.

Sehingga larangan kawin kontrak tidak sekadar seremonial atau hanya mengejar target program kerja Bupati dan Wakil Bupati Cianjur, bahkan dia menilai perbup tidak merepresentasikan pembentukan peraturan yang baik dan benar.

"Salah satunya dalam pasal 7 Yang dinilai multitafsir dan penyusunan BAB yang tidak sesuai, sehingga perlu revisi, dimana akademisi harus dilibatkan dalam pembuatannya. Perbub yang diluncurkan masih berorientasi pemulihan terhadap korban," katanya.

Seharusnya, pencegahan dapat menyasar pelaku dengan upaya persuasif sampai pada pemberantasan secara represif. Lebih jauh lagi tutur dia, perbuatan menyimpang sudah masif, maka pemerintah daerah harus melakukan social rehabilitation sebagai upaya pemulihan skala besar.

Selanjutnya pemeritah daerah diminta untuk segera menuntaskan larangan yang memiliki kekuatan hukum ke dalam peraturan daerah, dimana sanksi tegas hingga penanganan terkait korban kawin kontrak dapat dilakukan termasuk mengatur biaya yang dapat digunakan.

Baca juga: Pemkab Cianjur menjamin masa depan anak hasil kawin kontrak

Suka Duka Perempuan Kawin Kontrak
Berawal dari tawaran yang cukup menggiurkan karena dapat membawa uang hingga puluhan juta rupiah, perempuan di Cianjur, menjalani praktik kawin kontrak dengan dalih untuk membantu ekonomi orang tua atau keluarga.

Namun sebagian besar setelah menjalaninya mengaku mendapat tekanan psikologis dari berbagai pihak, termasuk keluarganya sendiri karena tahunya mereka menikah siri dengan wisatawan asal Timur Tengah yang berlibur selama beberapa pekan di kawasan Puncak-Cipanas.

Sebut saja Mawar (23) warga Kecamatan Cipanas, tergiur menjadi pelaku kawin kontrak, setelah dibujuk beberapa orang temannya yang sudah menjalani beberapa kali kawin kontrak dengan orang Arab di perumahan elite di Kecamatan Sukaresmi.

Kehidupan temannya yang berubah glamor itu, membuat Mawar mencoba menjalani hal yang sama, meski hanya beberapa pekan menemani pria Arab yang mengaku sudah beristri di negaranya dengan imbalan 20 juta untuk mahar dan uang saku harian sebesar Rp250 ribu.

Saat dinikahkan secara kontrak, dia menilai kalau hal tersebut bukan melacurkan diri, meski wali yang menikahkanya orang lain yang tidak dikenalnya sama sekali serta amil yang menikahkan hanya warga sekitar yang dapat menjelaskan tatacara pernikahan kontrak dalam bahasa Arab.

"Kalau dibilang enak sudah tentu tidak, karena kawin kontrak dilakukan atas dasar uang bukan karena dasar suka sama suka. Saya sudah tidak mau menjalani kawin kontrak karena mendapat perlakuan kasar dari orang Arab," kata Mawar.

Ia menjelaskan uang yang dinilai cukup tinggi dari mahar yang diberikan, tidak 100 persen diterimanya, namun dibagi dua dengan penghubung atau calo yang mencarikan orang Arab, dia hanya menerima 50 persen dari mahar yang sudah disepakati.

Meski setiap hari mendapat uang saku dari suami pura-pura itu, ungkapnya, tidak pernah menjadi barang atau tabungan karena habis digunakan untuk membeli keperluan yang tidak penting termasuk obat untuk mencegah agar tidak hamil dan tertular penyakit berbahaya.

Berbeda dengan Mawar, sebut saja Nila (28) janda beranak dua yang mendapat seorang anak laki-laki dari hasil kawin kontrak dengan pria Timur Tengah asal Maroko itu, mendapatkan segala-galanya setelah suami sementaranya itu berkali-kali datang ke Puncak-Cipanas.

Memiliki paras cantik dengan postur tubuh ideal, Nila akhirnya menjalani pernikahan dengan suami kontraknya itu, hingga dua tahun lamanya, dimana setiap hari dia mendapat uang saku hingga jutaan rupiah, sehingga dapat membeli rumah dan mobil.

"Saya punya anak dari kawin kontrak dengan suami asal Maroko, setiap bulan meski sudah tidak menjalani kawin kontrak, saya diberi uang untuk membesarkan anak sampai kuliah. Mungkin tidak semua yang mendapat duka dari kawin kontak," katanya.

Ia mengaku memiliki usaha salon di kawasan Cipanas dan Cianjur, hasil dari menjalani kawin kontrak dengan beberapa orang Arab sebelum dengan pria asal Maroko, selama menjalani kawin kontrak, dia mendapatkan nilai lebih karena pintar memasak dan pintar dalam urusan berhubungan.

Meski mendapatkan lebih, Nila sudah tidak berniat untuk menjalani praktek kawin kontrak karena selama ini, tutur dia, meski mendapatkan harta yang lebih tidak menghilangkan pandangan buruk orang lain terhadap dirinya, terlebih warga di kampungnya.

"Saya ingin hidup normal, sukur-sukur dapat suami yang dapat menerima saya apa adanya. Kalau disuruh memilih menjalani kawin kontrak lagi, saya akan menolak karena anak-anak sudah mulai besar dan saya ingin hidup normal," katanya.

Baca juga: Cianjur keluarkan larangan kawin kontrak

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021