Masyarakat, terutama di ketiga Provinsi ini harus berkontribusi dalam menekan lonjakan kasus COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyerukan masyarakat berkontribusi menekan lonjakan kasus yang terjadi pada situasi puncak gelombang kedua pandemi COVID-19.

"Kasus COVID-19 mingguan di Indonesia telah mencapai puncaknya, bahkan lebih tinggi dari puncak kasus yang terjadi pada Januari 2021," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa malam.

Pada puncak yang pertama di Januari 2021, kata Wiku, jumlah kasus mingguan mencapai 89.902 kasus, sedangkan pada pekan ini angkanya jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 125.396 kasus.

Baca juga: LaNyalla: Vaksinasi anak diharapkan bisa menekan laju COVID-19

Pada pekan lalu, Indonesia mencatatkan angka kasus positif harian yang sangat tinggi, bahkan mencetak rekor baru yaitu kasus harian tertinggi selama pandemi, bertambah 21.345 kasus dalam satu hari, kata Wiku.

“Hal ini menandakan 'second wave' atau gelombang kedua kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia,” katanya.

Wiku mengungkapkan bahwa pada puncak kasus pertama, kenaikan dari titik kasus terendah sebesar 283 persen dan memuncak dalam waktu 13 pekan.

Sedangkan pada puncak kedua ini, katanya, kenaikan dari titik kasus terendah mencapai 381 persen atau hampir lima kali lipat dan mencapai puncak dalam waktu enam pekan.

Baca juga: RSUP Sardjito dirikan tenda darurat antisipasi lonjakan pasien COVID

Wiku mengatakan Indonesia sempat mengalami penurunan kasus sejak puncak pertama yaitu selama 15 pekan dengan total penurunan hingga 244 persen.

Kenaikan yang mulai terjadi satu pekan usai periode libur lebaran menunjukkan dampak yang ditimbulkan akibat libur panjang ternyata dapat terjadi sangat cepat.

"Awalnya kenaikan terlihat normal dan tidak terlalu signifikan. Namun, memasuki pekan keempat usai periode libur, kenaikan meningkat tajam dan berlangsung selama tiga pekan hingga mencapai puncak kedua di pekan terakhir,” katanya.

Baca juga: PDPI: Tangani serius pandemi agar tak seperti kejadian di India

Masih adanya masyarakat yang mudik di saat larangan berlaku, kata Wiku, serta arus balik selama satu hingga dua pekan usai Idul Fitri 1442 H, berdampak pada kenaikan kasus yang tinggi.

"Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan munculnya beberapa varian COVID-19 baru yang telah masuk ke Indonesia diperparah dengan mobilitas yang tinggi," ujarnya.

Kondisi-kondisi ini menyebabkan dampak periode libur terlihat hingga pekan keenam dan kemungkinan masih akan terlihat hingga pekan kedelapan.

Keberhasilan pengendalian dari lonjakan kasus ini, menurut Prof Wiku, kembali pada kesiapan masing-masing daerah dalam menyusun dan menjalankan strategi penanganan terbaik di wilayahnya.

Baca juga: PERKI: Kasus melonjak, keterisian RS di Jawa-Jakarta capai 90 persen

Dengan demikian, lonjakan kasus yang terjadi dapat segera ditekan dan dikendalikan sehingga mengurangi beban pada fasilitas, sistem dan tenaga kesehatan, katanya.

Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan tiga provinsi berkontribusi dalam lonjakan kasus kali ini.

"Jika dilihat lebih dalam pada tingkat provinsi, maka tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah, disusul Jawa Timur, sama-sama berkontribusi besar pada kenaikan kasus baik pada puncak pertama maupun puncak kedua," katanya.

Adapun Sulawesi Selatan yang turut berkontribusi pada puncak pertama, tidak kembali berkontribusi di puncak kedua dan posisinya digantikan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Penting untuk diperhatikan, bahwa tiga provinsi di Pulau Jawa ini konsisten menjadi penyumbang tertinggi pada kedua puncak kasus yang terjadi sepanjang pandemi," katanya.

Baca juga: Kasus terkonfirmasi COVID-19 bertambah 21.342 dan sembuh 8.024 orang

Wiku menambahkan segala upaya penanganan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan efektif bila masyarakat abai dan lengah menjaga dirinya dari potensi tertular dan menularkan orang lain.

“Masyarakat, terutama di ketiga Provinsi ini harus berkontribusi dalam menekan lonjakan kasus COVID-19. Upaya penanganan adalah upaya kolektif. Untuk itu, inisiatif masyarakat dalam menekan dan mengendalikan kasus menjadi sangat penting," kata Wiku.

Jika terpapar, mengalami gejala atau memiliki kerabat yang terinfeksi COVID-19, kata Wiku, masyarakat perlu bersikap jujur dengan segera melapor kepada ketua RT setempat agar segera ditindaklanjuti oleh puskesmas.

"Jangan khawatir jika petugas tracing datang untuk melacak kontak erat, dan jangan takut diswab karena hal ini perlu dilakukan agar kasus positif ditangani dengan cepat sehingga tidak bertambah parah," katanya.

"Masyarakat juga harus terus meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan. Jangan lengah dan abai, serta merasa aman karena sudah divaksin. Ini karena kekebalan komunitas baru dapat tercapai apabila vaksinasi telah mencakup 70 persen populasi," ujarnya menambahkan.

Selanjutnya, masyarakat juga dapat ikut menyebarluaskan edukasi terkait COVID-19 kepada orang sekitar. "Hal ini penting karena terdapat berbagai isu yang masih perlu diedukasi dengan baik kepada masyarakat seperti penggunaan masker yang benar, pentingnya menjaga jarak, dan masih banyak masyarakat yang takut untuk divaksin," ujarnya.

Wiku juga mengimbau masyarakat untuk mengakses informasi COVID-19 yang valid dan terpercaya dari kanal resmi Satgas COVID-19, kementerian atau embaga terkait serta kanal edukasi lainnya, dan pastikan informasi yang disampaikan terkonfirmasi kebenarannya dan bukan hoax.

"Dalam situasi yang sulit ini, gotong royong dan bahu membahu untuk memperbaiki keadaan sangat penting. Jangan saling menyalahkan, karena penanganan COVID-19 yang efektif akan tercapai apabila seluruh elemen masyarakat dan pemerintah kompak dan saling membantu merumuskan strategi penanganan yang terbaik," ujarnya.


#ingatpesanibu
#sudahdivaksintetap3m
#vaksinmelindungikitasemua

Baca juga: Persi: Tingkat keterisian RS rujukan di Jatim hampir capai 100 persen

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021