Jakarta (ANTARA) - Hasil penelitian terbaru perusahaan Biofarmasi Global, AstraZeneca, melaporkan vaksin yang mereka produksi menghasilkan respons kekebalan tubuh yang kuat dan tahan lama untuk meningkatkan keyakinan pada perlindungan jangka panjang dari risiko COVID-19.

"Sebuah sub-analisis dari percobaan COV001 dan COV002 yang dipimpin Oxford dengan Vaksin COVID-19 AstraZeneca memberikan respons imun yang kuat setelah interval dosis kedua yang diperpanjang hingga 45 pekan atau setelah dosis penguat ketiga," demikian pernyataan tertulis perusahaan AstraZeneca yang diterima di Jakarta, Rabu.

Percobaan COV001 adalah uji coba Fase I/II yang tersamar-tunggal, acak, dan terkontrol yang menilai keamanan, imunogenisitas, dan kemanjuran vaksin pada 1.077 orang dewasa sehat di lima pusat uji coba di Inggris.

Baca juga: Lebih dekat dengan AstraZeneca dan Sinopharm

Baca juga: Vaksin AstraZeneca, Pfizer efektif melawan COVID-19 varian Delta


Sementara percobaan COV002 adalah uji coba Fase II/III tersamar tunggal, multi-centre, acak, terkontrol yang menilai keamanan, kemanjuran, dan imunogenisitas vaksin pada 12.390 peserta di Inggris.

Berdasarkan hasil yang diterbitkan oleh University of Oxford di server pre-print The Lancet, perusahaan menyebut bahwa level antibodi tetap tinggi dibandingkan sebelumnya, selama satu tahun setelah dosis pertama disuntikkan.

Dalam keterangan itu, disebutkan interval yang diperpanjang antara dosis pertama dan kedua vaksin COVID-19 AstraZeneca hingga 45 pekan menghasilkan peningkatan respons antibodi hingga 18 kali lipat, diukur 28 hari setelah dosis kedua.

Dengan interval pemberian dosis 45 pekan antara dosis pertama dan kedua, titer antibodi empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan interval 12 pekan. Hal itu menunjukkan bahwa interval pemberian dosis yang lebih lama tidak mengurangi efektivitas vaksin, justru dapat memberikan kekebalan yang lebih kuat.

Selain itu, dosis ketiga vaksin COVID-19 AstraZeneca yang diberikan setidaknya enam bulan setelah dosis kedua, meningkatkan tingkat antibodi enam kali lipat dan mempertahankan respons sel T.

Baca juga: Pembekuan darah akibat AstraZeneca sebagian besar dialami perempuan

Dosis ketiga juga menghasilkan aktivitas penetralan yang lebih tinggi terhadap varian Alpha (B117, 'Kent'), Beta (B1351, 'Afrika Selatan') dan Delta (B1617.2, 'India').

Terhadap dosis kedua yang diperpanjang intervalnya dan dosis ketiga Vaksin COVID-19 AstraZeneca kurang reaktogenik dibandingkan dengan dosis pertama.

Chief Investigator & Director Oxford Vaccine Group di Universitas Oxford, Prof Andrew J Pollard mengatakan laporan tersebut merupakan berita baik bagi negara-negara dengan persediaan vaksin yang terbatas, yang mungkin khawatir terhadap keterlambatan pemberian dosis kedua vaksin di negara mereka.

"Terdapat respons yang sangat baik untuk dosis kedua, bahkan setelah penundaan 10 bulan dari dosis pertama,” katanya.

Executive Vice President BioPharmaceuticals R&D, Mene Pangalos mengatakan penting bagi pihaknya untuk menunjukkan bahwa vaksin yang mereka produksi menghasilkan respons kekebalan yang kuat dan tahan lama untuk meningkatkan keyakinan mengenai perlindungan jangka panjang.

Baca juga: Pakar: Pembekuan darah ditandai sakit kepala hingga gangguan bicara

Baca juga: Pakar: Pembekuan darah karena vaksin AstraZeneca sangat jarang terjadi


"Kami berharap dapat terus bermitra dengan Universitas Oxford dan merekomendasikan badan-badan di seluruh dunia untuk mengevaluasi lebih lanjut dampak dari data-data ini," katanya.

Analisis ini melibatkan sukarelawan berusia 18 hingga 55 tahun yang terdaftar dalam uji coba COV001 dan COV002 dan telah menerima satu dosis atau dua dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021