Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebut keberadaan, kelangsungan, perlindungan terhadap konservasi sangat menentukan keberlangsungan hidup sebuah negara.

Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara virtual di Jakarta, Rabu, ia mengatakan saat ini undang-undang konservasi yang ada sudah tidak cukup efektif untuk melindungi sumber daya alam Indonesia.

Hal itu diakibatkan karena sudah banyak perubahan yang terjadi baik perubahan lingkungan strategi nasional, seperti perubahan sistem politik dan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi dan demokrasi.

Selain itu, menurut dia, karena adanya perubahan peraturan perundangan sektoral maupun perubahan tatanan global yang berupa bergesernya beberapa kebijakan internasional dalam kegiatan konservasi. Sebagaimana tertuang dari hasil konvensi tentang kekayaan hayati atau hasil kesepakatan bilateral, regional, maupun internasional.

Serta, lanjutnya, dengan memperhatikan tantangan ke depan seperti menguatnya tekanan masyarakat dan ekonomi untuk pembangunan sumber daya alam termasuk untuk percepatan pembangunan di segala sektor, maka diperlukan legislasi nasional mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berkemampuan tinggi melindungi semua itu serta efektif memberikan manfaat bagi masyarakat.

Baca juga: KLHK ajak generasi milenial kenali keanekaragaman hayati Nusantara

Sementara itu, Praktisi Konservasi Senior Wahjudi Wardojo mengatakan UU Nomor 5 Tahun 1990 pada dasarnya sudah kuat untuk falsafah konservasinya sehingga dapat menjadi pegangan bersama. Walaupun memang ada hal detil yang belum diatur di dalamnya agar lebih mengikuti perkembangan zaman.

"Jadi sebaiknya tidak dilakukan rombak total, bahkan meningkatkan dasar-dasar falsafah yang sudah bagus. Undang-undang tersebut sudah mengacu pada strategi konservasi dunia tahun 1980 yang dasarnya ada tiga tujuan," ujar Wahjudi.

Ia menyebut tujuannya sebagai pemeliharaan proses ekologi penting dan sistem pendukung kehidupan, lalu pelestarian keanekaragaman genetik, serta pemanfaatan spesies dan ekosistem secara berkelanjutan.

Terkait konservasi sebagai pemeliharaan proses ekologi penting dan sistem pendukung kehidupan, menurut dia, masih ada yang salah memahaminya. “Karena sebagian kita menganggap ini soal perlindungan saja. Kaku. Padahal tidak seperti itu, ini sangat luas menyangkut sistem kehidupan”.

Baca juga: Keanekaragaman hayati Indonesia terbesar di dunia
Baca juga: BRIN: Penelitian bidang konservasi tumbuhan terus ditingkatkan
Baca juga: UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati bakal direvisi, ini alasannya


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021