Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak perempuan berani mengambil keputusan penting untuk tubuhnya sendiri, tidak menyerahkan keputusan itu kepada orang lain.

"Perempuan harus berani mengambil keputusan, apakah ingin memastikan kontrasepsi apa yang pas untuk dirinya dan sebagainya," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati di webinar, Kamis.

Saat ini kebanyakan perempuan masih belum berani mengungkapkan hal tersebut, apa yang mereka inginkan untuk tubuhnya, termasuk kepada pasangannya. Hal itu membuat masih banyak ketidakadilan menimpa perempuan yang tidak berani menyuarakan pendapatnya.

Baca juga: Menteri PPPA ajak pimpinan daerah sukseskan vaksinasi untuk anak

Baca juga: Menteri Bintang: Perempuan dan anak SDM bangsa yang harus diberdayakan


Di tengah pandemi, dia menyebutkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama dalam rumah tangga, juga semakin meningkat. Kekerasan berbasis gender di dunia maya harus diperhatikan karena dunia digital menjadi bagian dari kehidupan selama pandemi.

"Ini menjadi tantangan terbesar bagi kita semua seiring dengan platform media sosial yang semakin menguat saat ini," katanya.

Isu kesetaraan gender juga masih jadi perhatian karena pada kenyataannya masih banyak korban perempuan yang berada di posisi yang disalahkan (victim blaming).

Dia mencatat, meski emansipasi kesetaraan gender telah digaungkan sejak lama, pada kenyataannya masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan, eksploitasi dan pelecehan seksual. Sebagian di antaranya disadari korban, tapi ada kalanya pelecehan seksual ini tidak disadari oleh korban. Anak-anak juga menjadi korban kekerasan dan seringkali dilakukan orang-orang terdekat yang dikenal.

Dia pun mengajak orang-orang yang mengalami kekerasan untuk bersuara dan mengadukannya lewat layanan pengaduan via telepon yang sudah disediakan kementerian. Korban juga bisa mendapatkan layanan pendampingan hingga bantuan hukum agar haknya terpenuhi.

"Aksesibilitas untuk memberdayakan khususnya perempuan penyintas kekerasan, penyintas bencana juga menjadi langkah yang kami lakukan untuk memastikan mereka mendapatkan akses pemberdayaan, baik itu akses pemberdayaan ekonomi, akses pemberdayaan sosial, ataupun sesuai dengan kebutuhan mereka," jelas dia.

Dia mengajak kolaborasi dari semua pihak untuk menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk melakukan upaya pencegahan dan gerakan-gerakan masif yang dimulai dari akar rumput.

Baca juga: Kementerian PPPA kecam kejahatan seksual oleh oknum polisi di Malut

Baca juga: Menteri PPPA: Pandemi tingkatkan risiko bertambahnya pekerja anak

Baca juga: Menteri PPPA minta tiga aksi perlindungan korban anak dan perempuan

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021