Jakarta, (ANTARA News) - "Kami minta Depag menindak tegas penanggung jawab Maktab 32 yang bernama Zaki (orang Arab-red)," kata Wahyudin dengan nada tinggi di hadapan sejumlah orang.

Alasan dia, karena Zaki jelas-jelas tidak memberikan pelayanan yang baik. Bahkan, dia dengan teganya mengambil jatah lima tenda untuk dirinya ,keluarganya serta pegawainya, sehingga untuk tidur terpaksa jemaah lain harus berdesak-desakan.

"Karena ada yang merasa tak nyaman, ada jemaah terlantar hingga tidurnya di masjid. Mereka itu yang berpotensi membuat penyelenggaran haji Depag hancur," sambung rekan Wahyudin yang bernama HM Jaelani .

Menurut HM Jaelani, petugas Maktab 32 bahkan ada yang mengunci pintu kamar mandi agar saat keluarganya menggunakan tidak terganggu oleh jemaah Indonesia. Hal ini jelas menimbulkan antrian yang sangat panjang bagi jemaah Indonesia yang seharusnya mendapatkan pelayanan dengan baik.

"Kami nggak habis pikir karena Zaki selalu saja menghindar dari kami, padahal layanannya buruk. Ada niat melayani atau tidak sih? Ini yang perlu Depag ketahui agar segera mengambil tindakan. Bila tidak tegas dengan orang-orang macam ini citra Depag akan hancur,"` kata Jaelani yang merupakan pegawai Depag Kaltim tersebut.

Depag harus menindak tegas mitranya dari Arab Saudi yang bertindak seenaknya dalam memberikan pelayanan terhadap Jemaah Haji Indonesia saat di Mina.

Bila tidak segera ditindak maka hal itu akan merugikan citra Depag di mata masyarakat Indonesia. Demikian ditegaskan Ketua Kloter I UPG (Ujung Pandang)Wahyudin Naro dan Ketua Kloter I BPN (Balikpapan) HM Jaelani di Bandara King Abdul Azis Jeddah,

Tidak hanya masalah tenda dan kamar mandi, masalah makanan pun pengelola Maktab 32 asal-asalan. Mereka setelah menyajikan makanan terkesan buru-buru memberesinya tidak peduli jika masih ada jemaah yang belum makan.

"Saya sampai marah dan membentak agar jangan beresi dulu. Kami sudah bayar makanan ini, jangan sampai saudara kami tidak kebagian jatah makannya. Kita bentak , baru mereka mau. Selain itu, makannya cuma pakai ikan asin yang murahan. Bahkan ada saatnya kita cuma disediakan nasi saja," kata Jaelani.

Menurut Wahyudin, pihaknya sudah melaporkan sikap pengelola Maktab 32 yang keterlaluan tersebut kepada Daker Mekah, karena dinilai pola pikirnya sudah bukan lagi memberikan pelayanan, tapi hanya sekedar melayani dan jemaah harus terima apa adanya.

"Bayangkan AC rusak saja Zaki langsung bilang ini karena Allah, tidak ada upaya memperbaiki, juga tidak ada protap pelayanan, sekedarnya aja. Kami menilai sikap ini sudah menyinggung harkat martabat bangsa kita. Kami mohon laporan kami diikuti sikap tegas Depag," kata Wahyudin yang kemudian memimpin Kloternya untuk masuk gate pemeriksaan Imigrasi Bandara KAA, Jeddah.

Rasa ketidakpuasan yang disampaikan semacam itu, dari tahun ke tahun pada pelaksanaan ibadah haji, kerap mencuat kepermukaan. Bahkan, kasus baku hantam antarjemaah, jemaah dengan petugas dan antarpetugas kerap terjadi .

Beruntung, kasusnya tak jadi komoditas pemberitaan. Namun yang jelas, untuk tahun ini, secara bertahap dan berkesinambungan, Depag telah berhasil menyelesaikan beberapa persoalan yang menghadang persiapan penyelenggaraan ibadah haji musim haji 1430H/2000M.

Ini artinya, Depag telah melakukan antisipasi dini guna mengeliminasi kemungkinan berbagai masalah sehingga tak lantas menjadi besar.

Persoalan yang mengemuka pada musim kali ini, yang dihadapi Depag, meliputi pergantian paspor coklat ke paspor internasional yang dikenal sebagai paspor hijau, telah dilakukan antisipasi secara dini.

Demikian juga persoalan vaksin meningitis yang diributkan sebagian calon haji karena diduga mengandung enzim babi, merebaknya isu flu babi atau dikenal H1N1.

Berikutnya persoalan klasik, yang dari tahun ke tahun selalu mencuat ke permukaan -- kadang dijadikan isu politik -- soal pemondokan di kota Mekkah dan Madinah. Termasuk pengadaan transportasi bagi jemaah yang kerap diributkan lantaran pondokan jauh dari Masjidil Haram.

Untuk tahun musim haji kali ini, masalah pemondokan tak terlalu mengemuka walaupun masih dijumpai beberapa kekurangan.

Yang tak kalah menarik, dan selalu dipersoalkan, adalah pengadaan katering bagi jemaah. Beberapa tahun silam, soal katering ini diributkan lantaran mencuat isu ada jemaah haji kelaparan akibat tak makan.

Namun tahun berikutnya, isu itu hilang, namun sempat dipersoalkan tentang pendistribusiannya kepada jemaah: apakah sistem prasmanan atau dibagikan langsung menggunakan kotak.

Persoalan haji tak dapat diselesaikan Depag sendiri. Ini karena penyelenggaraan itu digelar di negara lain, tanah suci Arab Saudi. Sudah tentu jika ingin membuat standarisasi pelayanan bagi jemaah, sulit dicapai. Sebab, persoalannya menyangkut jutaan manusia dan melibatkan banyak negara.

Sebagai contoh, jika saja Indonesia ingin menambah kuota, banyak orang awam bahwa hal itu dapat dilakukan antarnegara: Indonesia dan Arab Saudi. Padahal, aturan mainnya tak demikian. Besaran kuota jemaah haji ditentukan melalui sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Rumusan yang berlaku hingga sekarang adalah satu permil per penduduk dari negara Islam. Jika Indonesia, misal berpenduduk 200 juta, tentu calon jemaah hajinya sudah dapat ditentukan sebesar 200 ribu orang.

Ini aturan main yang berlaku baku. Kendati begitu, kadang -- melalui negosiasi -- Indonesia bisa memperoleh tambahan kuota sedikit dengan toleransi tertentu.

Terkait dengan masalah pelayanan ini, Menag Suryadharma Ali menilai pelaksanaan Haji 1430 H telah berjalan dengan baik, walaupun dirinya juga mengakui memberikan pelayanan yang ideal menurut kehendak 210 ribu jemaah sulit dilakukan.

"Untuk bisa memberikan pelayanan yang sesuai dengan kehendak setiap orang dari 210 ribu jemaah jelas sulit dilakukan," katanya.

Oleh karena itu , masalah ketidaknyamanan pasti ada," kata Suryadharma dalam acara silaturahmi dan tasyakuran dengan Media Centre Haji serta tim pengarahnya di Al Seqala Restoran, Jeddah, Selasa malam Waktu Arab Saudi.

Ketidaknyamanan yang pasti dialami jemaah, menurut Menag, adalah masalah tidur sekamar dengan banyak orang di pemondokan, masalah penggunaan toilet yang harus antri, masalah makanan yang tidak sesuai selera, hingga masalah-masalah gesekan antara satu dengan lain karena sama-sama mendapati suasana yang baru.

"Saya ambil contoh masalah tidur saja. Dda yang suka lampu nyala, ada yang suka lampu mati. Ada yang suka kipas angn ada yang suka AC. Belum lagi ada yang terganggu karena ada yang ngorok. Pas bangun ke kamar mandi saja harus antri. Juga makanan yang tidak sesuai selera. Ini kan ketidaknyamanan yang harus dihadapi dengan ikhlas. Dan petugas kita sudah berusaha untuk menyamankan jemaah dengan sekuat tenaga," katanya.

Namun Suryadharma menegaskan dirinya akan sangat marah bila petugas lalai sampai tidak bisa melayani jemaah haji dalam tiga hal, yaitu jemaah sampai kelaparan, tidak bisa melaksanakan wukuf di Arafah dan jemaah tidak bisa pulang ke tanah air sesuai waktu yang ditetapkan.

"Kalau untuk tiga hal tersebut saya harus marah besar. Jemaah jangan sampai tidak terlayani dengan baik dalam tiga hal ini. Ini fatal namanya," kata mantan Menteri Negara Koperasi dan UKM tersebut.

Di bagian lain , dirinya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umroh Depag H Slamet Riyanto beserta jajarannya yang dinilai telah berhasil mengkoordinasikan 210 ribu jemaah haji Indonesia.

"Belum pernah dalam sejarah ada pemindahan pasukan sejumlah 210 ribu orang dalam waktu satu bulan. Ini bukan pasukan yang terlatih, yang siap diperintah dalam satu komando, serta mempunyai latar belakang pendidikan yang homogen. Jemaah haji kita sangat heterogen dan sebagian besar dari pelosok. Walaupun demikian bisa kita koordinasikan . Untuk itu, saya berikan apresiasi kepada Dirjen Haji dan jajarannya," katanya.

Memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan setiap orang dari 210.000 anggota jemaah, memang, jelas sulit dilakukan. Masalah ketidaknyamanan dan ketidakpuasan pasti ada, kata Menag.

Yyang jelas, Depag harus melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Tentunya, harus dilakukan dengan penuh keikhlasan.(*)

Pewarta: Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009