pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dapat saling berkolaborasi dan inovatif untuk terus meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan memanfaatkannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur pemangku kepentingan bidang industri Satya Widya Yudha menekankan bahwa transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) adalah suatu keharusan.

Menurut dia, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, SDA harus juga dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Saat ini pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dapat saling berkolaborasi dan inovatif untuk terus meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan memanfaatkannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata Satya saat menjadi keynote speaker webinar bertajuk "Transparansi Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kepada Publik Sebagai Upaya Good Governance" yang diselenggarakan Kementerian ESDM bekerja sama dengan Extractive Industries Transparancy Initiatives (EITI) Indonesia.

Satya menuturkan pelaksanaan EITI di Indonesia diawali dengan prakarsa transparansi penerimaan negara dari industri ekstraktif mulai 2007 dengan dukungan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada perwakilan EITI Indonesia.

Dukungan juga diperoleh dari Menteri ESDM, Menko Perekonomian, Wakil Ketua KPK, dan akhirnya pada 2010, Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif.

Pada 2014, Indonesia menjadi negara pertama ASEAN yang memenuhi persyaratan (compliance) standar EITI Internasional.

"Keikutsertaan Indonesia dalam pelaksanaan EITI ini merupakan wujud bahwa penerapan good governance industri ekstraktif sudah dilakukan di Indonesia. Dalam melaksanakan EITI, pemerintah berkomitmen untuk mengungkapkan semua pajak, royalti, dan biaya yang diterima dari kegiatan usaha minyak, gas dan pertambangan," ujarnya.

Satya juga mengatakan keikutsertaan Indonesia dalam EITI telah memberikan dampak positif bagi pengelolaan SDA.

Melalui penerapan implementasi EITI itu, pemerintah dapat meningkatkan sistem good governance dan akuntabilitas publik, perbaikan iklim investasi, dan membuka peluang untuk mengakses bantuan dana internasional.

"Implementasi EITI ini juga tidak dapat dipungkiri telah memberikan akses informasi kepada masyarakat terkait dengan pengelolaan industri ekstraktif di Indonesia," kata Satya yang juga mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR tersebut.

Sementara itu, mantan Komisioner KPK yang juga Ketua Collective Action Initiative Againts Corruption Erry Riyana Hardjapamekas berharap EITI Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi.

Tidak hanya memproduksi laporan yang berkualitas, namun juga bagaimana bisa menjawab persoalan dan tantangan sektor ini yang kian dinamis dan kompleks, katanya.

Acara seminar tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu media sosialisasi pemerintah kepada publik sebagai implementasi transparansi informasi industri ekstraktif serta meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan melalui dialog kebijakan publik.

EITI adalah sebuah standar global bagi transparansi di sektor ekstraktif termasuk di dalamnya minyak, gas, mineral, dan batu bara.

Bagian utama dari standar ini adalah proses dimana dilakukan perbandingan antara pembayaran kepada pemerintah yang dilakukan perusahaan di sektor ini dengan penerimaan pemerintah. Hasil dari proses yang disebut rekonsiliasi ini menjadi sebuah laporan dan dipublikasikan ke masyarakat.

Pada akhir Juli 2020, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pasal 19 ayat 1 perpres menyatakan Tim Transparansi Industri Ekstraktif yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2010 dibubarkan.

Selanjutnya, pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Transparansi Industri Ekstraktif tersebut dilaksanakan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Pada masa transisi, Kementerian ESDM telah mengambil inisiatif melakukan koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, dan Kemenkeu karena Indonesia akan menjalani validasi lanjutan untuk mendapatkan penilaian memuaskan atau satisfactory progress.

Baca juga: Satya Yudha: Perlu kesepakatan untuk perkiraan waktu puncak emisi
Baca juga: DEN dorong pengembangan energi rendah karbon
Baca juga: DEN: Teknologi rendah karbon energi fosil perlu dalam transisi energi

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021