Kita tunggu dulu rekomendasi organisasi profesi apakah Kevzara dan Actemra ini bisa digunakan di Indonesia atau belum
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan masih menantikan rekomendasi sejumlah organisasi profesi untuk penggunaan obat Kevzara dan Actemra bagi penyembuhan pasien COVID-19 di Indonesia.

"Kita tunggu dulu rekomendasi organisasi profesi apakah Kevzara dan Actemra ini bisa digunakan di Indonesia atau belum," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi melalui telepon di Jakarta, Kamis.

Menurut Siti Nadia, masukan dari sejumlah organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), dan organisasi profesi lainnya sangat dibutuhkan sebagai pertimbangan pemerintah dalam memutuskan kebijakan penggunaan obat yang aman dan bermutu di masyarakat.

Secara terpisah, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Farmasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Keri Lestari mengatakan Kevzara dan Actemra merupakan obat yang telah memperoleh rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pasien infeksi virus corona jenis baru dengan gejala berat.

"Iya, obat ini digunakan untuk pasien COVID-19 dengan kategori berat. Rekomendasi penggunaan di Indonesia dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes juga," katanya menjelaskan rekomendasi penggunaan obat tersebut termasuk dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Baca juga: Bio Farma akan produksi alat deteksi COVID BioSaliva 40.000/bulan
Baca juga: Menko Luhut ancam razia produsen obat yang masih mainkan harga tinggi


Apabila izin penggunaan obat tersebut telah didapat di Indonesia, kata Keri, Kementerian Kesehatan juga akan mengatur terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi penggunaan obat itu di fasilitas pelayanan kesehatan.

Actemra berisi tocilizumab produksi Roche dan Kevzara berisi sarilumab dari Sanofi, merupakan obat radang sendi yang diberikan berbarengan dengan kortikosteroid.

WHO melalui siaran pers mengemukakan bahwa rekomendasi obat tersebut dikeluarkan berdasarkan 27 percobaan klinis yang melibatkan lebih dari 10.000 pasien.

Hasil penelitian menunjukan bahwa obat tersebut bisa menurunkan angka kematian pada pasien COVID-19 hingga 13 persen dibandingkan dengan perawatan biasa tanpa obat tersebut.

Golongan obat ini adalah obat kedua yang dinyatakan efektif untuk mengatasi COVID-19 setelah kortikosteroid yang lebih dulu memperoleh rekomendasi WHO pada September 2020.

Baca juga: Pemerintah akan menindak tegas penimbun obat dan alat kesehatan
Baca juga: Presiden minta kapasitas rumah sakit hingga sediaan obat ditingkatkan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2021