Bagian dari upaya melestarikan lingkungan
Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Sekelompok warga yang berasal dari empat desa di sekitar Telaga Buret, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat, menggelar tradisi ulur-ulur sedekah bumi dengan ritual memandikan dua patung Joko Sedono dan Dewi Sri serta melempar kembang tujuh rupa ke tengah telaga.

Namun karena kegiatan digelar di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, rangkaian kegiatan dilakukan sejumlah pembatasan dan tidak banyak melibatkan warga desa.

Demikian halnya dengan pengunjung, panitia segera menutup pagar masuk gerbang area kawasan taman lindung Telaga Buret begitu rangkaian ulur-ulur dimulai dengan mengarak aneka sesaji sedekah bumi yang diiringi belasan warga perwakilan dari empat desa.

Pelaksanaan ritual ulur-ulur pun berlangsung khidmat. Ritual memandikan patung Joko Sedono dan Dewi Sri dilakukan oleh dua perempuan yang telah diberi mandat, dipandu oleh sesepuh desa menggunakan pengeras suara.

Baca juga: Warga Tulungagung gelar tradisi "megengan" daring antisipasi COVID-19

Baca juga: Warga Sombomerti gelar sedekah bumi dengan prokes COVID-19 ketat


Pantauan ANTARA di lokasi,  aroma dupa menyebar di sekitar area Telaga Buret sehingga menimbulkan nuansa mistis.
Masyarakat adat berpakaian tradisional Jawa menjalani ritual/tradisi ulur-ulur di Telaga Buret, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (9/7/2021). T(ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Dan usai prosesi pemandian, ritual dilanjutkan dengan melempar atau melarung kembang tujuh warna atau tujuh rupa ke tengah telaga Buret yang pagi itu terlihat berwarna hijau keruh.

"Upacara adat ini harus dilaksanakan meski dengan pembatasan peserta," kata Ketua Kasepuhan Sendang Tirto Mulyo Sukarman usai pelaksanaan rangkaian ritual adat.

Pembatasan kegiatan diberlakukan sebagai bentuk kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan protokol kesehatan. Seluruh panitia maupun peserta ulur-ulur juga diwajibkan memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan di tempat yang telah disediakan.

Upacara adat ulur-ulur sendiri biasa dilaksanakan setiap Bulan Selo, berdasar penanggalan Jawa, pada Jumat pasaran Legi.

Upacara ini sebagai bentuk syukur pada Tuhan, karena anugerah air dari Telaga Buret yang tidak pernah kering.

"Ini wujud syukur kami, masyarakat empat desa di Desa Ngentrong, Gedangan, Sawo dan Gamping karena pasokan air untuk pengairan sawah di daerah kami terus terjaga berkat keberadaan Telaga Buret selama ini," terang Sukarman.

Biasanya tradisi ulur-ulur dilanjutkan dengan pentas pertunjukan wayang kulit di tengah taman lindung Telaga Buret.

Namun karena alasan pandemi, selain prosesi inti pemandian Patung Joko Sedono dan Dewi Sri dilanjutkan ritual sedekah bumi, panitia hanya menggelar maapatan pada malam menjelang ritual ulur-ulur.

Sesepuh paguyuban masyarakat adat di sekitar Telaga Buret, Pamuji menjelaskan, Dewi Sri merupakan Dewi Padi yang melambangkan kesuburan atau kelimpahan pangan. Sedangkan Joko Sedono melambangkan wastro atau kemurahan sandang.

Dalam cerita legenda yang menyebar turun-temurun di lingkungan msyarakat desa sekitar Telaga Buret, Joko Sedono dan Dewi Sri pada masa lalu sempat mandi di tepi Telaga Buret. Mereka bersedia datang ke perkampungan setempat setelah beberapa kondisi yang dipersyaratkan terpenuhi.

Upacara adat itu sendiri untuk melestarikan tradisi sekaligus lingkungan sekitar Telaga Buret.

“Jadi upacara adat ini bagian dari upaya melestarikan lingkungan, agar Telaga Buret terus terjaga airnya,” ucapnya. 

Baca juga: Warga Punthuk Setumbu Magelang gelar Sedekah Bumi lestarikan budaya

Baca juga: Warga Trenggalek lempar kepala kerbau ke dasar Sungai Bagong

 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021