Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPD RI AM Fatwa mengatakan bahwa maraknya bentrokan dan konflik antar kelompok di tanah air karena tidak adanya kepastian hukum.

"Tidak ada kepastian hukum di negeri ini. Itu juga menyebabkan sering terjadi bentrokan, perampokan," kata AM Fatwa di Gedung DPD, Jakarta, Jumat.

Karena tidak ada kepastian hukum, maka menimbulkan kesimpangsiuran dalam semua hal yang ujungnya menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat dan bagi orang yang sedang labil.

"Solusinya, perlu tampil ketegasan seorang pemimpin dari level atas hingga bawah, pemimpin yang berani mengambil resiko. Jangan serba menenggang dan mengutamakan citra dan lalu mengabaikan soal ketegasan dan kepastian hukum dan itu tidak terjadi selama ini," kata mantan Wakil Ketua MPR itu.

Ia menyebutkan, kasus BLBI dan Bank Century adalah sebagai contoh tidak adanya kepastian hukum di negeri ini.

"Yang terjadi hanya tarik ulur, menjadikan masyarakat banyak yang frustasi dan akhirnya mengambil jalan pintas," kata dia.

Sementara itu, terkait konflik di Tarakan dan juga di Jalan Ampera, Jakarta Selatan, ia meminta agar kepada semua pihak berupaya untuk mencegah agar tidak meluas yang bisa berefek ke masalah lain.

"Konflik itu harus dicegah, jangan sampai melebar. Jangan sampai terjadi seperti kasus Sampit sebab ada banyak pihak-pihak yang mencoba membawa kearah sana.

Mantan Pangdam Jaya Sutiyoso mengatakan, kelemahan aparat penegak hukum saat ini adalah tidak mampu menindak kelompok-kelompok atau ormas tertentu yang melakukan tindakan anarkis mengatasnamakan agama dan suku.

"Disini dibutuhkan pemimpin yang tegas dan harus tega. Saya tidak mengerti orang bawa senjata dan biang kerok semua itu kok dibiarkan dan tidak ada tindakan. Semua pelaku kerusuhan kalau jumlahnya 500 orang sekalipun harus ditangkap dan diadili bersama-sama untuk memberikan efek jera.

Sekarang begitu banyak bukti mereka membawa senjata tajam maupun senjata api, namun tidak ada yang ditahan. Ini aneh, dan kejadian seperti ini cenderung meningkat pasca reformasi," kata Sutiyoso.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010