Jakarta (ANTARA News)- Bagaimana kita tahu ada cinta yang sesungguhnya pada suatu pasangan? ternyata jawabannya ada pada bahasa.

Para ilmuwan menyimpulkan bahwa jika ada pasangan yang berbicara, menulis, maupun ekspresinya sama, mereka benar-benar sedang jatuh cinta.

Sebaliknya, ketika cinta mereka mulai hambar makan bahasa yang sama tadi akan hilang dan mereka mulai kedengaran seperti orang asing.

Ilmuwan di Univeristy Of Texas melakukan riset dengan meneliti puisi-puisi dan surat cinta dari penulis puisi legendaris, Elizabetg Barrett dan Robert Browning dari era Victoria dan serta Ted Hughes dan Sylvia Plath di abad ke 20.

Para ilmuwan itu, seperti dikutip The Telegraph, kemudian menemukan bahwa baik hasil karya maupun surat-surat pribadi kedua pasangan itu menggunakan 'gaya bahasa yang sama' yang kemudian semakin intens seiring semakin dalamnya hubungan mereka.

Dalam kasus Hughes dan Plath, dengan perjalanan cinta pasang surut, hubungan itu secara dramatis memuncak dan kemudian lesu ketika pernikahan mereka hancur.

Penelitian itu menunjukkan bahwa dengan meneliti 'gaya bahasa yang sama' kita bisa mengetahui "nyambung-tidaknya" setiap hubungan, baik bisnis maupun asmara percintaan. Kita juga bisa meramalkan masa depan dari hubungan itu.

"Ketika dua orang memulai sebuah obrolan, dalam beberapa detik saja mereka akan mulai berbicara dengan bahasa yang mirip," kata Proffesor James Pennebaker, seorang psikolog yang terlibat dalam penelitian itu.

"Ini juga terjadi ketika orang membaca buku atau nonton film. Ketika film atau buku itu selesai, orang akan mulai berbicara seperti pengarang atau pemeran utama dalam film itu," Pennebaker menjelaskan.

Pennebaker bersama peneliti lain, Molly Ireland, mengatakan bahwa analisis komputer terhadap sejumlah gaya bahasa adalah cara yang objektif untuk menguji tingkatan dari hubungan seseorang.

Cara kerjanya adalah dengan menghitung bagaimana mereka menggunakan kata ganti, preposisi (kata depan), dan kata-kata dalam berbagai kalimat.

"Karena gaya bahasa keluar secara otomatis ia menjadi jendela untuk mengintip kedekatan hubungan orang," kata Ireland.

Para peneliti menggunakan analisis komputer untuk menghitung nilai gaya bahasa yang cocok untuk setiap puisi dari dua pasangan itu. Pendekatan itu terbukti menjadi sesuatu yang sangat berpengaruh dalam pernikahan.

Studi itu menunjukkan jumlah kecocokan linguistik mencapai puncaknya dalam pertengahan hubungan kedua pasangan itu, 1200 pada pasangan Browning dan 2789 dalam hubungan Hughes dan Plath. Jumlah itu kemudian turun kurang dari setengah pada akhir dari hubungan mereka.

Tak cukup banyak surat-surat untuk bisa menganalisis hubungan Browning dan Barrett, namun hubungan mereka diperkirakan lebih kuat dari pada Hughes dan Plath.

"Gaya kata-kata dalam puisi-puisi pasangan itu lebih mirip selama masa-masa bahagia dan sudah tidak cocok ketika hubungan itu berakhir," Ireland menambahkan.

Hughes dan Plath kurang harmonis bahkan dalam titik tertinggi hubungan pernikahan mereka. Angka dalam hubungan tertinggi mereka masih lebih rendah jika dibandingkan dengan saat-saat paling rendah hubungan Browning dan Barrett.

Browning, yang enam tahun lebih muda dari Barret, pertama kali bertemu ketika wanita pujaan hatinya itu terbaring sakit.

Mereka kemudian kawin lari untuk menghindar dari ayah Barrett yang kaku. Alih-alih menghadapi pernikahan yang berat, mereka ternyata hidup bahagia dan pernikahan mereka bertahan sampai Barret menghembuskan nafas terakhirnya 15 tahun kemudian pada 1861.

Hubungan antara Plath dan Hughes lebih banyak mengalami pasang surut dan berjalan lebih singkat.

Hubungan mereka diwarnai oleh perselingkuhan dan emosi yang rapuh. Plath melakukan bunuh diri pada 1963, enam bulan setelah Hughes meninggalkannya dengan wanita lain.

Para peneliti juga kemudian meneliti hubungan pertemanan antara Sigmund Freud dan Carl Jung, yang saling berkirim surat setiap minggu selama tujuh tahun masa berkembangnya karier mereka.

Dengan menggunakan statistik kecocokan gaya bahasa, bisa melacak hubungan keduanya dari ketika saling mengagumi di awal-awal perkenalan mereka sampai pada hubungan kerja sama menjelang akhir hidup keduanya. Temuan itu dimuat di Journal Of Personality and Social Psychology.

Para peneliti juga menguji teori mereka. Sebanyak 2000 mahasiswa diberi tugas yang ditulis dengan berbagai gaya bahasa.

Jika pertanyaan disampaikan dengan bahaya yang ganjil dan membingungkan, maka para mahasiswa juga akan menjawab dengan cara yang sama.
(Ber/A038/ART)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010