Jakarta (ANTARA News) - Jambore Masyarakat Perpustakaan & Informasi Indonesia (MPII) ke-2 meneguhkan niat yang tertuang dalam resolusi 8 Oktober 2010 bahwa mereka akan melakukan segala upaya agar perpustakaan dapat menjadi bagian dari keseharian hidup masyarakat Indonesia.

Mereka yang terdiri dari eksekutif informasi, pustakawan, tenaga perpustakaan, akademisi dan pemerhati perpustakaan berjumlah 85 orang itu menegaskan kembali niat yang telah diikrarkan saat Jambore pertama di Cibubur, Jabar, tiga tahun lalu.

Resolusi itu disepakati setelah MPII melakukan seminar, lokakarya, kampanye membaca dan kepustakaan, cipta budaya pustaka, olahraga dan wisata budaya.

Muara dari resolusi tersebut adalah agar terbentuk kekuatan efektif yang mampu memberi manfaat bagi kemajuan bangsa untuk bersama-sama mendorong terbentuknya bangsa pembelajar.

Resolusi itu menyebutkan bahwa segala upaya yang akan dilakukan oleh masyarakat perpustakaan dan informasi di daerah masing-masing disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah setempat, mengingat tiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri.

Mereka selain berasal dari kota-kota besar di Indonesia banyak juga yang berasal dari daerah terpencil seperti dari Lhokseumawe, Aceh, dari Kabupaten Malinau Kalimantan Timur, utusan dari Luwuk-Banggai, Sulawesi Tengah, bahkan ada tiga utusan dari Kabupaten Yapen Serui, Papua.

Semua menyadari bahwa buku dalam beragam formatnya adalah inti dari perpustakaan karena fungsinya sebagai rekaman pengetahuan umat manusia oleh karenanya Pemerintah hendaknya segera membenahi matarantai industri perbukuan Indonesia.

Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Dr. H. Pudjo Sumedi AS, Wakil Rektor I UHAMKA,

"Mata rantai industri perbukuan di Indonesia harus dibenahi sehingga industri perbukuan makin berkembang, hal ini tentu terkait kebijakan perlindungan hak cipta, penulis, industri percetakan, masalah penerbitan hingga saluran distribusinya," katanya.

Hasil Resolusi MPII yang dibuat dengan mempertimbangkan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan itu juga menyebutkan bahwa masyarakat perpustakaan dan informasi harus menumbuh kembangkan minat dan budaya baca masyarakat Indonesia sejak usia dini.

Pada saat yang sama mereka memandang perlunya transparansi dan koordinasi antara Perpustakaan Nasional dan kementrian Pendidikan Nasional terkait program pembangunan dan pengembangan perpustakaan.

Peserta MPII itu menyadari bahwa peran teknologi informasi semakin dominan dalam perkembangan perpustakaan sehingga penguasaan atas teknologi tersebut dan kemampuan literasi informasi menjadi keharusan bagi masyarakat perpustakaan dan informasi.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Harkrisyati Kamil, presiden ISIPII yang pernah mengepalai Perpustakaan British Council,

"Pustakawan bukan hanya sekedar memberi cap stempel buku-buku namun memiliki peran jauh lebih besar dari sekedar kegiatan itu," katanya.

"Mereka harus menguasai teknologi informasi, mengerti tentang konvergensi, mengetahui macam-macam peraturan perundangan dan yang paling penting mereka harus memiliki rasa peduli terhadap civil society/masyarakat," kata Harkrisyati Kamil yang saat ini menjabat sebagai Ketua III Ikatan Sarjana Perpustakaan Indonesia (IPI).

Dia saat ini bertindak selaku Board Management sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama PULIH yang peduli terhadap masalah traumatic dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Menurut Harkrisyati, hakekat dari pengembangan profesi adalah kemampuan menjawab kebutuhan nyata di masyarakat dengan memperhatikan isu-isu yang terjadi di masyarakat.

Menurutnya, semua harus mengambil peran dalam memberi kontribusi pada masyarakat agar segera terwujud masyarakat berinformasi, oleh karenanya perlu ilmu tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik, perlu memahami ilmu tentang perilaku, kepemimpinan dan marilah kita menjadikan sesuatu lebih bermakna, karena menjadi pustakaswan adalah panggilan jiwa.

Menurut Harkrisyati, banyak cara yang bisa MPII lakukan untuk tetap menjadi profesional yakni dengan senantiasa menerapkan "Continuing Profesionnal Development" (CPD).

Seperti senantiasa berjejaring, ikut dalam keanggotaan organisasi profesi, mengikuti keterkinian dalam dunia teknologi informasi dan mengikuti isu-isu terkait perkembangan di masyarakat.

Maka tidaklah berlebihan bila dalam salah satu butir resolusi MPII itu disebutkan bahwa kemampuan pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan perlu ditingkatkan serta sudah seharusnya memperoleh apresisasi yang layak.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Drs. H. Supriyanto, M.Si, mengatakan, sesuai kongres IPI XI di Batam, tujuan yang ingin diraih IPI adalah meningkatkan profesionalisme pustakawan Indonesia, mengembangkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi serta bertujuan mengabdikan dan mengamalkan tenaga dan keahlian untuk bangsa dan negara Indonesia.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting dalam resolusi MPII itu adalah seruan kepada pemerintah agar segera menetapkan peraturan pelaksanaan dari UU No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan.

Kegiatan Jambore MPII diakhiri dengan olah raga bersama di halaman Istora Senayan, dilanjutkan dengan mengunjungi Indonesian "Book Fair" di Istora dan wisata budaya ke Museum Bank Indonesia.

Penanggungjawab Jambore Dra. Adwityani S. Subagyo, S.H, menilai, kegiatan olah raga yang dilaksanakan Jumat, 8 Oktober adalah tanda bahwa Masyarakat Perpustakaan dan Informasi Indonesia adalah insan-insan yang energik, lincah dan gesit untuk membantu mempercepat terwujudnya bangunan masyarakat yang berbasis berpengetahuan.
(ANT/B010)

Oleh Oleh Dyah Sulistyorini
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010