Jakarta (ANTARA News) - Menteri ESDM Darwin Saleh mengungkapkan, PT Nusantara Regas bisa segera memulai pembangunan unit penampungan regasifikasi terapung atau floating storage regasification unit (FSRU) yang akan dibangun di Teluk Jakarta.

"Kami harapkan FSRU dapat beroperasi pada kuartal keempat 2011," kata Darwin usai menyaksikan penandatanganan dua pokok perjanjian (head of agreement/HoA) terkait FSRU di Jakarta, Selasa.

Kedua HoA tersebut adalah jual beli gas alam cair (LNG) antara produsen gas di Blok Mahakam, Kaltim, Total Indonesie dan Inpex Corporation dengan PT Nusantara Regas, sebagai operator pembangunan FSRU.

HoA kedua adalah jual beli gas antara Nusantara Regas dan PT PLN (Persero) sebagai pembeli. Nusantara Regas merupakan perusahaan patungan antara PT Pertamina (Persero) dengan kepemilikan saham 60 persen dan PT PGN (Persero) Tbk sebesar 40 persen.

Dalam HoA tersebut, telah ditetapkan alokasi pasokan gas FSRU sebesar 11,75 juta metrik ton selama 10 tahun dari 2012-2022.

Kebutuhan biaya pembangunan FSRU dengan kapasitas tiga juta ton LNG per tahun atau setara dengan 400 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) adalah sekitar 200 juta dolar AS.

Dirut Pertamina Karen Agustiawan menambahkan, total biaya FSRU termasuk infrastruktur pendukungnya diperkirakan di bawah 400 juta dolar AS.

Gas FSRU akan digunakan memenuhi kebutuhan PLTGU Muara Karang, Jakarta Utara. Pada tahap awal, gas direncanakan masuk ke Muara Karang sebanyak 100 MMSCFD dan selanjutnya menjadi 400 MMSCFD.

Sementara Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan, harga beli gasnya sekitar 10 dolar AS per MMBTU dengan patokan harga minyak 70 dolar AS per barel.

FSRU diharapkan mampu menghemat biaya bahan bakar pembangkit PLN hingga Rp2 triliun pada 2010. Keberadaan FSRU merupakan salah satu upaya pemerintah menekan subsidi agar tidak ada kenaikan tarif dasar listrik pada 2011.

Pemerintah mengusulkan kenaikan TDL rata-rata 15 persen mulai 1 Januari 2011 guna menutup kekurangan subsidi listrik sebesar Rp12,7 triliun.

Namun, usulan kenaikan tersebut ditolak Komisi VII DPR dan sebagai kompensasinya, PLN diminta menghemat pengeluaran hingga Rp8,1 triliun, sehingga masih kurang Rp4,6 triliun.

Kekurangan Rp4,6 triliun itulah yang kini sedang dicarikan pemerintah jalan keluarnya.
(K007/S004)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010