Jakarta (ANTARA) - Ketua Indonesia Asosiasi Ahli Gizi Olahraga Indonesia Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes mengatakan bahwa penderita autoimun punya pengaturan pola makan yang khusus untuk mengurangi gejala dan menurunkan risiko peradangan.

“Pasien autoimun harus makan secara rutin dalam porsi kecil, tidak boleh sekali-kali dalam porsi besar,” kata ahli gizi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

“Pola makan yang tidak beraturan berefek pada kondisi insulin. Kadar insulin tidak boleh tinggi. Kalau insulin tinggi, maka akan terjadi peradangan dalam waktu 2 sampai 3 jam,” tambahnya.

Pada orang sehat yang memiliki imunitas baik, jika ada makanan yang tidak cocok maka sistem kekebalan tubuh bisa menoleransi masalah tersebut tanpa harus merusak sel-sel lain.

Namun pada pasien autoimun, sistem imunitas malah menyerang jaringan tubuhnya sendiri.

“Penyakit ini tidak bisa mengenali zat-zat mana yang termasuk kawan dan lawan bagi tubuh, sehingga tidak boleh sembarang makanan diberikan,” ujar Rita.

Menurut Rita, penderita autoimun harus menghindari makanan-makanan tertentu yang dapat memicu sel imunitas bekerja lebih berat.

Rita menekankan bahwa pemberian diet untuk penderita autoimun harus dilakukan secara personal. Aturan dan pola makan antara satu pasien dengan pasien lainnya akan berbeda. Kondisi autoimun sangat sensitif dan tidak bisa disamaratakan.

“Ini kita bicara hanya pada umumnya saja. Kalau secara personal, tidak bisa. Harus konsultasi,” katanya.

Baca juga: Mata kering tak biasa pertanda Sjogren's syndrome

Baca juga: Daftar penyakit layak divaksin COVID-19, autoimun hingga gagal jantung

Baca juga: Graves disease autoimmune, penyakit yang diidap Jessica Iskandar


Baca Selanjutnya: Empat makanan yang dihindari

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021